Di kota kecil yang dikelilingi pegunungan, terdapat sebuah danau dalam dan gelap yang menyimpan rahasia kuno. Di antara airnya yang dingin, gema cinta tragis bergema setiap malam, cinta sedalam danau itu sendiri, namun dibungkus dalam kesedihan yang paling memilukan. Ana dan Mateo bertemu pada suatu musim panas, ketika air danau bersinar di bawah sinar matahari dan hari-hari terasa tak berujung.Â
Sejak mata mereka bertemu, mereka tahu bahwa mereka ditakdirkan untuk bersama. Mereka berjalan-jalan di sepanjang tepi danau, tawa mereka menggema di sela-sela pepohonan, tangan mereka saling berpegangan seolah-olah dunia hanyalah latar belakang cinta mereka. Mateo, dengan rambut acak-acakan dan senyum nakal, serta Ana, dengan matanya yang memantulkan cahaya bintang, tak terpisahkan.
Namun, ada sesuatu yang meresahkan pada danau itu. Para tetua kota memperingatkan tentang kegelapannya, tentang bisikan-bisikan yang muncul dari kedalamannya ketika malam tiba. Namun cinta Ana dan Mateo begitu kuat sehingga mereka mengabaikan peringatan tersebut. Mereka berjanji untuk bersama selamanya, menyegel perjanjian mereka dengan ciuman di pantai.
Suatu malam, ketika bulan purnama menyinari pegunungan, Mateo memutuskan untuk berenang ke tengah danau untuk mengumpulkan bunga teratai yang dilihatnya mengambang di sana. Aku ingin memberikan Ana sesuatu yang seindah cintanya. Ana memohon padanya untuk tidak melakukan hal itu, bahwa bisikan danau adalah peringatan yang harus dihormati.
Namun Mateo, dengan senyum percaya diri, menyelam ke dalam air yang gelap, meyakinkannya bahwa dia akan segera kembali. Menit berubah menjadi jam, dan jam menjadi selamanya. Mateo tidak kembali. Ana yang putus asa meneriakkan namanya hingga suaranya pecah, namun hanya gema teriakannya yang menjawab. Penduduk desa mencari selama berhari-hari, tetapi danau tersebut tidak mengembalikan Mateo.
Hanya bisikan-bisikan yang tampak semakin intens, semakin sedih, seolah-olah danau itu sendiri sedang menangisi cinta yang hilang. Ana, yang dilanda kesedihan, mulai mengunjungi danau setiap malam. Dia duduk di batu yang sama di mana mereka telah menjanjikan cinta abadi satu sama lain, matanya tertuju ke cakrawala, menunggu untuk melihat Mateo muncul dari air.
Seiring waktu, dia mulai mendengar bisikan yang ditakuti semua orang. Tapi itu bukan peringatan, tapi suara Mateo, memanggilnya, memintanya untuk menemaninya, tidak meninggalkannya sendirian di kedalaman yang dingin.
Suatu malam, saat bulan purnama kembali menyinari danau, Ana mengambil keputusan. Dia menyelinap ke dalam air, membiarkan arus membawanya ke tengah. Bisikan-bisikan itu menjadi semakin keras, semakin mendesak, dan Ana mengikutinya, dibimbing oleh cinta yang masih mengikatnya pada Mateo.