Pada puncaknya, Attila mengancam akan menyatukan bangsa Jerman di bawah panjinya dan secara definitif mematahkan kekuasaan Roma. Namun, nasibnya mengejutkan, kematiannya pada tahun 453 M. Itu adalah hal yang biasa saja. Menurut kronik, Attila meninggal pada malam pernikahannya, kemungkinan karena pendarahan internal akibat alkohol berlebihan.Â
Kematiannya yang tiba-tiba dan tidak heroik ini sangat kontras dengan kehidupannya yang penuh penaklukan dan peperangan. Setelah kematiannya, kerajaan Hun dengan cepat runtuh. Tanpa sosok Attila yang karismatik dan menakutkan sebagai pemimpin, bekas rakyat dan sekutunya tercerai-berai atau terserap ke dalam kerajaan dan suku lain.
Sosok Attila sang Hun membayangi sejarah bagaikan sebuah teka-teki. Apakah dia seorang barbar yang kejam, seorang jenius militer, seorang pemimpin visioner, atau semua hal ini sekaligus? Sejarah memberi kita gambaran sekilas tentang kehidupan dan warisannya, namun sebagian besar dari dirinya dan apa yang diwakilinya masih menjadi misteri, hilang dalam kabut waktu. Kisah Attila tidak hanya menantang pemahaman kita tentang masa lalu, namun juga kemampuan kita membedakan antara mitos dan kenyataan.Â
Attila dikenal karena aliansi dan permusuhannya yang berubah-ubah. Meski awalnya merupakan sekutu Roma, ia akhirnya menjadi salah satu musuh terbesarnya. Ia juga menjalin aliansi dengan berbagai bangsa Jerman, yang terkadang juga ia lawan. Meskipun terkenal sebagai pejuang yang tangguh, Attila juga seorang diplomat yang cerdik. Dia dengan terampil mengatur hubungan dengan kekaisaran Romawi Timur dan Barat, serta kelompok barbar lainnya, menyeimbangkan perang dengan negosiasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H