Mohon tunggu...
Nadya Putri
Nadya Putri Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nadz si random people yang selalu ingin belajar hal baru dan memperbaiki diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kisah Perjalanan Epik sang Alexander Agung dari Makedonia

13 Juli 2024   10:54 Diperbarui: 13 Juli 2024   11:02 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)

Berapa banyak yang anda ketahui tentang Alexander Agung dari Makedonia? Disini saya akan menceritakan sedikit tentangnya. Temukan kisah perjalanan epik dan penuh intrik dari perjalanan hidup dari Sang Alexander dari Makedonia!

Alexander Agung, salah satu penakluk paling ikonik dalam sejarah, terus memesona umat manusia lebih dari dua milenium setelah kematiannya. Hidupnya penuh dengan eksploitasi yang seringkali berbatasan dengan sejarah dan legenda. Alexander Agung, seorang tokoh sejarah yang telah memesona dari generasi ke generasi, adalah tokoh yang diselimuti jubah misteri dan keagungan. Kehidupannya, meskipun didokumentasikan oleh para sejarawan kuno, hingga saat ini masih menimbulkan pertanyaan dan teori yang memicu imajinasi para sarjana dan peminatnya. Lahir pada tahun 356 SM. di Pella, Makedonia, Alexander adalah putra Raja Philip II dan Ratu Olympias. Sejak usia sangat muda, ia menunjukkan kemampuan dan kecerdasan yang luar biasa. 

(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)
(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)

Alexander diajar sejak usia sangat muda untuk percaya bahwa ia adalah keturunan dewa. Ibunya, Olympias, mengklaim bahwa dia adalah putra Zeus, dewa terbesar Olympus, yang memberinya status hampir supernatural. Keyakinan akan asal muasal keilahiannya tidak hanya mempengaruhi persepsi Alexander tentang dirinya sendiri, namun juga bagaimana pasukan dan musuhnya memandangnya.

Alexander adalah murid Aristoteles, salah satu filsuf terpenting zaman kuno. Alexander dididik oleh Aristoteles sejak usia 13 tahun. Selama bimbingannya, Alexander belajar tentang berbagai topik, mulai dari kedokteran hingga filsafat dan ilmu politik. Pendidikan ini tidak hanya membentuk taktik dan strategi militernya, namun juga pandangan dunia dan perlakuannya terhadap budaya yang ditaklukkan.

(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)
(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)

Kenaikan kekuasaannya dimulai setelah pembunuhan ayahnya, Alexander dengan cepat terbukti terlahir sebagai pemimpin dan ahli strategi militer yang tiada bandingannya. Di usianya yang baru 20 tahun, ia mulai memperluas kerajaannya dengan cara yang belum pernah dicapai oleh pemimpin lain sebelumnya.

Penaklukan Persia adalah salah satu prestasinya yang paling menonjol. Melalui serangkaian pertempuran legendaris, Alexander tidak hanya mengalahkan tentara Persia yang kuat, tetapi juga menangkap rajanya, Darius III, memperkuat reputasinya sebagai pemimpin yang tidak dapat dihentikan. Tapi apa yang mendorong Alexander melakukan penaklukan ini? Apakah itu hanya rasa haus akan kekuasaan dan kejayaan, atau ada sesuatu yang lebih dalam dalam ambisinya?

Alexander menunjukkan rasa hormat yang luar biasa terhadap musuhnya yang dikalahkan, Darius III dari Persia. Setelah kematian Darius, Alexander memburu para pembunuh raja Persia dan memberi mereka hukuman berat, sebuah tindakan yang jarang terjadi pada saat itu dan menunjukkan rasa hormat dan keadilannya.

(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)
(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)

Perjalanannya ke arah timur membawanya ke wilayah yang tidak diketahui dan bagi banyak orang pada zamannya. Dia melintasi Gurun Gobi, menjelajahi kedalaman India dan menurut beberapa catatan, berusaha mencapai ujung dunia. Dalam pelayaran ini, Alexander tidak hanya berperang melawan tentara, tetapi juga melawan elemen dan takhayul pasukannya sendiri. Kisah-kisah kampanye ini penuh dengan episode keberanian, pengkhianatan, dan fenomena yang sulit dijelaskan.

Bucephalus adalah kuda legendaris Alexander, yang dikenal karena kekuatan, kecepatannya, dan yang terpenting, kesetiaannya yang tak tergoyahkan kepada tuannya. Legenda mengatakan bahwa Alexander adalah satu-satunya yang mampu menjinakkan Bucephalus yang liar, suatu tindakan yang sangat mengesankan ayahnya, Raja Philip II, sehingga ia berseru: "Carilah kerajaan yang layak untukmu, karena Makedonia terlalu kecil untukmu." 

Gaya bertarung yang inovatif Alexander karena menggunakan formasi phalanx, sebuah teknik yang merevolusi peperangan pada masanya. Kemampuannya dalam berinovasi dan mengadaptasi strategi militer memungkinkannya menaklukkan wilayah yang membentang dari Yunani hingga India utara.

(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)
(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)

Alexander mempunyai kebiasaan mendirikan kota-kota di tempat-tempat yang ia taklukkan, banyak diantaranya menggunakan namanya, seperti Alexandria di Mesir. Kota-kota ini akan menjadi pusat pertukaran budaya dan penyebaran Hellenisme, memperluas warisan Alexander melampaui penaklukan militernya. Impiannya adalah menggabungkan budaya Timur dan Barat, menciptakan jenis kerajaan baru yaitu Yunani dan Timur. Beberapa sejarawan berpendapat bahwa Alexander menganggap dirinya dewa, atau setidaknya ingin dilihat seperti itu.

Pernikahan politik dan multikultural, sebagai tanda unifikasi dan politik, Alexander menikahi Roxana, seorang putri dari Baktria, di Asia Tengah. Persatuan ini penting tidak hanya secara politik, tetapi juga secara budaya, karena melambangkan perpaduan budaya Yunani dan Persia.

Meskipun ia memiliki citra sebagai pejuang yang tak terkalahkan, Alexander dikenal karena secara terbuka menunjukkan emosinya. Dia menangis ketika teman dan rekan seperjuangannya, Hephaestion, meninggal, dan dikatakan bahwa dia juga menangis ketika dia tiba di India, bukan karena kegembiraan penaklukan, tetapi karena kesedihan memikirkan bahwa tidak ada lagi dunia yang bisa dituju.

Alexander Agung bukan hanya seorang penakluk; Dia adalah seorang visioner yang mencoba menggabungkan budaya dan pengetahuan tentang tempat-tempat yang ditaklukkan. Masing-masing keingintahuan ini menawarkan jendela ke dalam kehidupan dan zamannya yang kompleks, sebuah era di mana manusia dan Tuhan, yang nyata dan yang legendaris, saling terkait untuk menciptakan benang sejarah.

(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)
(monumen Alexander Agung, sumber:depositphotos/kmiragaya)

Kematian sebuah misteri, penyebab kematian Alejandro pada usia 32 tahun masih menjadi misteri. Keadaan kematiannya tidak pasti, dan telah menimbulkan banyak teori. Apakah dia diracuni, jatuh sakit, atau menjadi korban rencana politik? Kematiannya meninggalkan kekosongan kekuasaan yang menyebabkan pertempuran bertahun-tahun dan perpecahan di antara para jendralnya, para didocos, yang membagi kerajaannya. Beberapa teori menyarankan keracunan, sementara yang lain mengindikasikan penyakit seperti malaria atau tifus. Kematiannya yang terlalu dini meninggalkan sebuah kerajaan tanpa pemimpin yang jelas, yang pada akhirnya menyebabkan perpecahan dan kejatuhannya.

Misteri terakhir seputar Alexander adalah keberadaan tubuhnya. Meski awalnya dimakamkan di sebuah mausoleum di Alexandria, makamnya hilang dari sejarah. Berbagai ekspedisi telah berusaha untuk menemukannya, namun hingga hari ini, tempat peristirahatan terakhir Alexander Agung tetap menjadi salah satu teka-teki arkeologi yang paling bertahan lama.

Sosok Alexander Agung telah menjadi simbol keagungan dan misteri. Kehidupannya, yang ditandai dengan pencapaian luar biasa dan kematian dini serta penuh teka-teki, terus menjadi sumber daya tarik dan spekulasi. Rahasia apa yang dibawa Alexander ke kuburnya? Apa yang akan terjadi jika ia hidup lebih lama? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang mungkin tidak akan pernah terjawab. Namun warisannya tidak dapat disangkal: ia mengubah jalannya sejarah, meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada dunia kuno dan imajinasi generasi mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun