Devi Juwita adalah seorang ibu rumah tangga yang lahir di Bandung tanggal 3 Mei 1979 yang sekarang menduduki usia 44 tahun, Devi Juwita merintis karir sejak masih duduk dibangku  SMK. Tepatnya di SMK Pasundan 1 Bandung  dengan jurusan akuntasi. Dalam perjalanan pendidikannya, Devi Juwita memanfaatkan Ilmu yang di dapat saat duduk di bangku sekolah. Dan mampu dia implementasikan di kehidupan berbisnisnya yaitu bisnis konveksi, walaupun Devi Juwita tidak melanjutkan pendidiknnya hingga ke jenjang sarjana, tetapi Devi Juwita mampu bersaing dalam berbisnisnya di Ibu kota pada dunia tas murah di Pasar Senin Jakarta Pusat.
Jakarta adalah tempat mengadu nasibnya, memang benar adanya bagi Devi Juwita. Hampir 70% perputaran uang di Indonesia mampu dia manfaatkan dalam jual beli tas dalam skala nasional, walaupun baginya tidak menghasilkan untung yang besar, tetapi fokus Devi Juwita yaitu mengincar partai besar dalam menjalankan orderan bisnisnya, kuantiti yang menjadi prioritas bukan hanya sekedar kualitas. Karena Devi Juwita mempunyai prinsip, jika dia bersaing tentang kualitas maka banyak brand besar yang tak dapat dia kalahkan dari segi kualitas, atau dari segi permodalan yang menopang roda perputaran bisnis mikro yang dia jalani saat ini.
Memiliki cita-cita dan harapan untuk menjadi sukses dalam berbisnis terutama bisnis konveksi yang ia jalani dan menjadi orang yang bisa membantu dan berguna bagi banyak orang adalah salah satu tujuan hidup seorang Devi Juwita, karena menurutnya berbisnis adalah hobby yang menyenangkan. Tidak pernah merasa tertekan  dan tidak ada keterpaksaan dalam menjalani bisnisnya. Bagi Devi Juwita hasil dan keuntungan yang didapat dari bisnis konveksinya merupakan  ada bagian yang orang lain harus merasakan atau biasa disebutnya sebagai sedekah. Sedikit banyaknya Devi Juwita dalam memberikan dengan bentuk materil membuatnya merasa senang karena bisa membantu sesama manusia terutama orang sekitarnya.Â
Meskipun Devi Juwita memulai perjalanan bisnis konveksinya secara informal dengan cara membantu bisnis orang tuanya, wanita yang juga berperan sebagai ibu rumah tangga ini berhasil mengambil langkah terbesar dalam hidupnya yaitu dengan membuka bisnis konveksi sendiri. Cara "Learning by Doing" menjadi pilar utama yang diterapkan dalam manajemen bisnis konveksinya. Terus berupaya dan belajar untuk menciptakan inovasi baru, tentunya Devi Juwita menghadapi dan merasakan berbagai tantangan dan kesulitan sepanjang perjalanan bisnisnya.
Meskipun sudah mengalami kegagalan berkali-kali, semangat dan keteguhan mental dan fisiknya yang tidak pernah menyerah menjadi kunci kesuksesan dalam menjalankan bisnisnya secara signifikan, seperti yang diungkapkannya.
Sejak awal kariernya, Devi Juwita merintis usaha konveksi  dengan niat, tekad yang kuat dan semangat yang membara dalam menjalankannya. Di perjalanannya, Devi Juwita pastinya menghadapi berbagai tantangan dan rintangan yang datang bersamaan dengan mimpi besar yang ingin diwujudkannya. Namun, lagi -- lagi keyakinan dan keberanian adalah sahabat setianya, yang membimbingnya melewati badai bisnis dengan kadangkala tak terduga.
Dengan cara mempertahankan kesetiaan untuk pelanggan menjadi kunci utama bagi Devi Juwita, yang telah mengejar karir bisnisnya selama 23 tahun. Di dalam perjalanan bisnisnya, peran seorang suami turut menyokong kesuksesannya. Mulai dari proses produksi hingga distribusi barang, suaminya menjadi kekuatan pendorong di balik kesinambungannya. Dengan cara memberikan layanan terbaik kepada pelanggan dan dukungan yang tak tergantikan dari sang suami, Devi Juwita terus berkembang dalam dunia bisnis konveksinya.
Perlu diketahui fakta menariknya, Devi Juwita selain mampu bersaing di pasar ibu kota, ia juga mampu bersaing di pasar-pasar kota dan kabupaten lainnya yang ada di Jawa Barat. Menurut Devi Juwita, kunci agar banyak relasi dalam berbisnis adalah dengan memahami karakter pelanggan dengan cara memberikan treatment seperti keluarga kepada pelanggan menjadi kunci kesuksesannya di dalam usaha fashion tradisional, meskipun digempur habis-habisan oleh platform online shop, tidak membuat Devi Juwita beranjak dari bisnis ini. Karena bisnis yang ia  dijalani adalah skema Business to Business bukan Business to Customer, bahkan Devi Juwita menjadi tangan Pertama dari 4 tangan rantai bisnis ini, maklum saja menurutnya dengan keuntungan yang kecil namun bisnis ini tidak lekang dimakan waktu.
Agung Yuniarto adalah suami Devi Juwita yang sudah membersamai Devi Juwita sejak tahun 1998. Menurut suaminya, Devi Juwita merupakan sosok wanita yang tidak mudah menyerah, pekerja keras, dan visioner. Karena Di saat wanita atau ibu rumah tangga yang lain sibuk dengan gaya hidupnya seperti arisan sosialita atau berbelanja dengan membeli barang-barang mewah yang gaya hidupnya konsumtif. Devi Juwita tidak menyukai hal-hal tersebut, ia masih memilih untuk tetap semangat berbisnis, bahkan setelah libur lebaran atau libur sekolah. Libur lebaran adalah waktu yang ditunggu - tunggu oleh pedagang fashion bergaya old school, seperti di Jakarta dengan pasar tanah abangnya atau Bandung dengan Pasar barunya. Momen libur lebaran atau orang - orang biasa menyebutnya maremaan atau bulan penuh penglarisan, karena volume produksi yang biasanya setiap bulan hanya 7000 produk tas. Namun saat libur lebaran bisa mencapai 2-3 kali lipat lebih banyak, toko-toko dan pasar - pasar menampung semua itu dengan sangat mudahnya. Â Karena pasar sangat dipadati orang yang akan berbelanja pakaian barunya.
Menurut Devi Juwita terkait  tidak bergabung bisnisnya di dalam  E-Commerce, baginya bukan karena tidak tertarik.  Namun, Devi Juwita tidak ingin dirinya memotong rantai ekosistem penjualan tas yang dibangunnya, sebagai bagian dari produsen Devi Juwita tidak ingin pelanggannya tidak mendapatkan keuntungan dari para konsumen online yang membeli kepadanya. Salah satu contohnya pelanggan Devi Juwita yaitu ada didalam pasar senin impres yang  dikirim produk tas setiap minggunya, dan rata-rata penjual online pemula mencari barang darinya, Devi Juwita merasa kurang etis jika mengharuskan dirinya membuka toko online. "Seperti orang serakah dengan materi untuk meraup keuntungan lebih besar. Bisnis itu bukan sekedar jual beli mendapat keuntungan" Ujar Devi Juwita.
Bagi Devi Juwita, banyak orang yang bergantung pada lini bisnis konveksi tasnya. Mulai dari para buruh pembuat bahan baku, para pengrajin penjahit, para pembuat desain, para pekerja kasar (bagian QC/finishing) dan orang - orang yang berada di pasar juga. Menjadikan bisnis sebagai sebuah amal ibadah dengan membuka lapangan pekerjaan, walaupun hasil yang para pekerjanya dapatkan tidak besar adalah prinsip Devi Juwita. Namun penghasilannya cukup untuk menghidupi mereka, memberi makan keluarganya, memberikan pendidikan yang layak bagianak-anaknya.
Kegagalan Dalam Berbisnis
Devi Juwita mengatakan bahwa kegagalan dalam bisnisnya bukan hanya sekali dua kali, namun puluhan kegagalan telah ia lalui. Mulai dari habisnya modal, usaha yang sepi, spekulasi modal hingga ditipu orang sudah pernah dilalui. Menurutnya, dengan kegagalan ini tidak membuatnya menyerah begitu saja. "Kegagalan adalah guru, untuk evaluasi perjalanan yang telah kita lalui" Ujar Devi Juwita. Semua pembisnis yang telah berdiri lama pasti pernah merasakan kegagalan, namun problem solving disaat gagal harus bisa dilakukan dan diterapkan, banyak juga yang ketika gagal dan menyerah tidak melanjutkannya lagi hingga terjadi gulung tikar hal ini dianggap Devi Juwita merupakan sebuah kekalahan dalam berbisnis, "orang yang bertahan sampai akhir adalah pemenangnya" ujar Devi  Juwita saat diwawancara.
Pengalaman Berkesan Menjalani Bisnis Di Masa Sulit Seperti Saat Covid-19
Saat Indonesia dihadapi dengan pandemi Covid-19, semua rantai perekonomian kacau dan di awal bulan pandemi tersebut Devi Juwita merasa kelimpungan, karena pasar sepi, orang - orang sekitar terpapar penyakit tersebut. Tetapi Devi Juwita memikirkan ada keluarga yang harus diberi makan, ada beberapa keluarga yang menggantungkan hidup kepadanya. Dengan modal nekat dan ambisiusnya, Devi Juwita langsung mengubah haluannya dari bisnisnya yang memproduksi tas dengan menggantikan bisnis masker scuba. Bermodalkan banyak relasi di dunia tekstil Devi Juwita tidak merasa kesulitan untuk mendapatkan bahan tersebut. Kemudian Devi Juwita mencari vendor untuk pemotongan bahan, karena mengingat harga mesin laser cutting yang terbilang mahal berkisar 700 juta sampai 1 milliyar rupiah. Devi Juwita merasa jika untuk membeli mesin tersebut adalah spekulasi yang belum tentu akan berhasil, akhirnya Devi Juwita mendapatkan vendor ketika pandemi Covid-19. Saat teman - teman bisnisnya merasakan kesusahan dan kelimpungan karena penghasilan yang tidak ada sama sekali, justru Devi Juwita bisa mendapatkan berkah dengan mencari celah disaat kondisi genting pandemi sekalipun, tentu Devi Juwita tidak memonopoli penjualan masker ini. Â Pastinya Devi Juwita menjual dengan harga yang terbilang terjangkau, Â jadi menurut Devi Juwita bisnis pada saat itu adalah Kerjasama. Bahkan bisnisnya benar bekerja sama dengan beberapa instansi pemerintahan untuk penyebarluasan masker agar orang lain tidak terpapar Covid-19. Untuk perlu diketahui selain membisniskan penjualan masker, Devi Juwita juga menambahkan bisnisnya seperti hand sanitizer, APD kepada beberapa rumah sakit yang ada di kota Bandung bahkan menjadi mitra. Devi Juwita pada saat itu, tidak ada kesan mengambil keuntungan tinggi. Devi Juwita hanya berniat ingin menolong, dengan harga jual terjangkau dan tidak terbilang mahal pada saat itu. Â Justru Devi Juwita turut andil untuk memproses harga agar supply and demandnya stabil pada pandemi tersebut.
Bisnis konveksi ini bukan hanya sekedar tumpuan utama mata penceharian Devi Juwita semata, tetapi didalam bisnis ini juga ada kebahagiaan Devi Juwita. Karena didalamnya ada aktivitas dan kesehariannya sudah semuanya berkaitan. Mulai dari interaksi dengan para pemilik toko bahan, dan berinteraksi dengan para pelanggan bisnis Devi Juwita. Karena para pekerja didalam bisnis konveksi Devi Juwita ini mayoritas adalah keluarganya, walaupun kadang merasa sedang sepi. Mereka tetap setia terhadap Devi Juwita, bahkan mandor produksi konveksi yang sekarang, telah ikut menjadi bagian dari keluarga dan masuk ke dalam kartu keluarga Devi Juwita, beliau adalah tunawisma yang telah ikut dengan orang tua Devi Juwita dari tahun 1980-an. Dari mulai usianya belasan tahun hingga di usia rentanya, beliau tetap setia pada bisnis konveksi Devi Juwita, bahkan katanya dulu sempat ada tawaran lain kepada beliau untuk ikut di perusahaan lain, namun beliau menolak dan tetap setia kepada konveksi Devi Juwita. Karena menurutnya  ini bukan hanya tentang uang, tetapi ini tentang ibadah juga. Devi Juwita selalu mengatakan ingin berbuat baik sebelum wafat kelak agar nanti di hari akhir Devi Juwita tidak terlalu berat hisabnya. Devi Juwita merasa keinginannya hanya ingin berguna kepada banyak orang, seperti contohnya setiap harinya Devi Juwita memberi makan tetangganya. Karena menurut Devi Juwita "anggap saja seperti dirumah sendiri".  Menurut Devi Juwita jika tujuan hidup hanya ingin mencari uang lalu mati tanpa berbuat baik, tentu itu akan sia-sia.
Devi Juwita menganggap waktu adalah mata uang berharga, dan bisnis adalah panggilannya yang tidak kenal rasa lelah. Sejak pagi hingga senja, Devi Juwita mengarungi lautan laporan keuangan, melakukan pertemuan bisnis, dan panggilan telepon yang hampir tidak pernah berhenti. Anak dari Devi Juwita juga ikut turun tangan karena dia sendiri merasakannya, pastilah merasa bangga atas pencapaian dan pengorbanan yang telah diraih dari Devi Juwita untuk anak-anak dan keluarganya. Dan pencapaian itu bukan hanya dalam bentuk kesuksesan bisnis, melainkan juga dalam jejak-jejak kebaikan, keteladanan, dan keberanian yang ditanamkan dalam hati untuk setiap anaknya.
Bisnis konveksi yang Devi Juwita tekuni sejak lama ini bukan hanya sekadar pekerjaan, melainkan sebagai ladang kebijaksanaan yang dia panen untuk ditanamkan kepada anak-anaknya. Dalam kepadatan waktunya, Devi Juwita tetap bisa mengajarkan anak - anaknya arti kata tekun, tangguh, dan untuk tidak kenal rasa lelah. Bahkan, setiap cerita kesuksesan yang dia raih adalah pelajaran hidup yang diberikan kepada anak-anaknya, agar suatu hari anak - anaknya bisa memetik buah-buah kesuksesan dengan tangannya sendiri.
Seorang Devi Juwita telah berhasil dalam menciptakan lingkungan yang membangkitkan semangat berprestasi dan rasa tanggung jawab untuk anak-anaknya. Dengan dedikasinya terhadap pekerjaan dan keluarga, Devi Juwita memberikan contoh nyata bahwa keduanya bisa dijalani dengan penuh cinta. Ketenangan dan kebijaksanaannya dalam menghadapi tantangan bisnis juga menjadi modal yang berharga untuk diturun temurunkan tentunya diteruskan kepada anak-anaknya.
Dalam keberhasilan Devi Juwita tidak hanya diukur dari prestasi materinya, melainkan juga dari cara dia membentuk karakter anak-anaknya. Tentu mereka tidak hanya mendapatkan warisan materi, tetapi juga warisan nilai-nilai moral yang akan membimbing mereka sepanjang hidup. Ketulusan cintanya, kerja kerasnya, dan ketekunannya adalah bukti nyata dari dedikasi Devi Juwita sebagai ibu dan wanita yang memiliki peran besar dalam membentuk masa depan keluarga kecilnya. Karena Devi Juwita memberikan motivasi terhadap anak-anaknya untuk berani mengambil tantangan dan resiko, Devi Juwita berhasil mendidik anak-anaknya untuk ikut bergerak dalam bisnis konveksinya. Dan keberhasilannya yaitu anaknya berani untuk ikut terjun memasarkan produk-produk bisnis konveksinya.
Di dalam kepadatan jadwalnya, Devi Juwita tidak hanya menunjukkan cinta kepada anak-anaknya  dengan melalui kata-kata, melainkan juga melalui tindakannya. Memasak makanan favorit anak - anaknya, menyiapkan keperluan anak - anaknya, atau sekadar duduk bersama sembari bercerita. Semuanya menjadi momen berharga yang menandakan bahwa kasih sayang Devi Juwita tetap hadir, meski dalam kemasan yang berbeda untuk anak - anaknya. Hal tersebut menunjukan bahwa anak - anaknya tidak merasa keberatan jika ibunya yaitu Devi Juwita sibuk dalam bisnis konveksinya. Karena bagi anak - anaknya, Devi Juwita tetap bisa membagi waktu untuk anak dan keluarga dengan balutan kasih sayang tulusnya.
Bagi anaknya teruntuk Devi Juwita, baginya hanya bisa menggambarkan perasaan manusia berdasarkan pengetahuan yang telah diterima dari pengalaman hidupnya. Namun, jika ada kebanggaan yang mengalir dalam diri anak Devi Juwita, itu pasti menjadi cermin dari keberhasilan dan dampak positif yang telah dicapai bagi Devi Juwita untuk keluarga kecilnya.
Motivasi Dari Devi Juwita
Devi Juwita merasa salah satu titik puncak dalam perjalanan bisnisnya terjadi ketika ia ditanya apakah memiliki tips dan saran - saran untuk para calon pengusaha yang ingin memulai bisnis konveksi. Dengan bijaksana, Devi Juwita memberikan jawaban yang menggema dalam hati setiap calon pengusaha: "Belajarlah dari kegagalan dan jangan pantang menyerah."
Tentunya saran tersebut bukanlah semata hanya kata-kata, melainkan cermin dari perjalanan hidupnya sendiri. Devi Juwita menyadari bahwa kegagalan berbisnisnya bukanlah akhir dari segalanya, melainkan batu loncatan untuk tetap terus tumbuh dan berkembang. Dalam momen - momen sulit, Devi Juwita memilih untuk melihat kegagalannya sebagai guru yang berharga, memberikan pelajaran yang tidak  dapat diperoleh dari keberhasilan semata.
"Karena setiap kegagalan membawa pelajaran baru," ucapnya dengan bijak kala itu. "Itulah yang membentuk karakter dan memperkaya pengetahuan kita. Jangan takut untuk mencoba hal-hal baru, dan Ketika kita merasakan kegagalan, jangan diam, bangkitlah dengan semangat baru."
Rasa semangat pantang menyerahnya seorang Devi Juwita telah menginspirasi banyak pengusaha muda, baik dalam lingkungan sekitarnya maupun di luar dari itu. Devi Juwita mampu membuktikan bahwa dengan rasa tekad, hati yang penuh kesabaran, dan jiwa yang penuh ketekunan, setiap mimpi akan dapat diwujudkan. Biografi singkatnya ini menjadi bukti bahwa dalam dunia bisnis konveksi yang kompetitif, pada kunci keberhasilannya terletak pada kemampuan untuk belajar dari setiap kegagalan dan melangkah maju dengan semangat yang tidak tergoyahkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H