Mohon tunggu...
Nadwa Mutiara Amalia
Nadwa Mutiara Amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

If we never try how will we know?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Islam dan Tantangan Globalisasi

14 Januari 2023   20:06 Diperbarui: 14 Januari 2023   20:27 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era modern seperti sekarang ini kita dihadapkan pada sebuah tantangan yang tidak ringan berupa perubahan dalam semua aspek kehidupan. Sebagai dampak laju perubahan baik itu informasi dan sistem komunikasi tidak saja sulit disaring, apalagi dibendung, tetapi juga mengaburkan nilai-nilai kemanusiaan dan kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi seperti ini seringkali agama menjadi posisi perdebatan, apakah agama harus tunduk mengikuti irama perubahan ataukah sebaliknya perubahan yang mesti memiliki acuan berupa nilai-nilai agama.

Hingga akhirnya umat Islam diposisikan sebagai konsumen globalisasi yang menempatkan Islam sendiri pada posisi  keterpurukan. Sehingga ada sebagian kelompok orang yang mempersempit nilai-nilai univesal dalam islam itu sendiri dengan dalih sebagai counter terhadap globalisasi. Namun kondisi tersebut malah semakin memperkeruh suasana yakni suatu benturan peradaban.

Globalisme Islam merupakan sebuah pemahaman yang berangkat dari fakta tekstual historis bahwa risalah Islam ditujukan untuk semua umat, segenap ras dan bangsa, serta untuk semua lapisan masyarakat. Islam prinsipnya satu secara aqidah, tetapi pada bidang-bidang yang lainnya, boleh jadi berbeda, atau malah bertentangan. Namun demikian, semua itu secara keseluruhan tetap berada dalam naungan Islam.

 Pendidikan merupakan tonggak utama yang dapat dijadikan sandaran utama dalam rangka membentuk generasi yang siap diterjunkan ke dalam dunia global yang penuh dengan tantangan. Demikian pula pendidikan Islam yang bercita-cita membentuk insan kamil yang sesuai dengan ajaran al-Qur’an dan sunnah.

Secara lebih spesifik pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam atau sistem pendidikan yang Islami, yakni pendidikan yang dipahami dan dikembangkan serta disusun dari ajaran dan nilai fundamental yang terkandung dalam sumbernya, yaitu al-Qur’an dan Hadits. Sehingga pendidikan Islam dapat berwujud pemikiran dan teori pendidikan yang mendasarkan diri dan dibangun dari al-Qur’an dan Hadits.

Dengan memperhatikan pendefinisian diatas, pendidikan Islam sebagai upaya pengejawantahan nilai-nilai al-Qur’an dan Hadits, maka tujuan pendidikan Islam berupaya menjadikan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah swt yang di berikan kepadanya amanat sebagai ‘abd dan juga menjadi khalifah di muka bumi. 

Jika mengingat betapa luhur tujuan pendidikan Islam tersebut, sudah menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh umat Islam untuk kembali kepada khiththah pendidikan Islamnya. Apalagi keberadaan pendidikan Islam di era global ini harus mampu menjadi mitra perkembangan dan pertumbuhannya, bukan menjadi counter attack yang justru akan berseberangan dengan semakin pesatnya kemajuan. Sebab, era ini akan terus berjalan maju dan tidak akan mengenal siapapun yang akan menjadi penikmatnya, dan kemajuannya akan mampu menggilas dan menggerus apapun yang menghalanginya.

Mengenai penerimaan ilmu pengetahuan Barat. Dalam hal ini, jika sejarah klasik Islam dianalisis, maka akan dijumpai fatwa bahwa filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani telah diserap oleh dunia Islam sejak abad ke 8 atau ke 9 M. Namun sejak akhir abad ke 9 M, muncul usaha-usaha menentang penyebaran ilmu pengetahuan rasional yang bersinggungan dengan ilmu-imu keagamaan tradisional. Lalu bagaimana menghadapi ilmu pengetahuan Barat yang berkembang pesat, apakah harus diterima begitu saja, ditolak, atau diseleksi. 

Sebagai contoh, bagaimana dengan metode kritik sejarah. Islam adalah agama yang bersifat benar karena bersumber dari wahyu Tuhan, namun disisi lain terdapat ilmu sejarah yang lahir dari intelektualitas manusia dan berkembang begitu rupa. Penghadapan antara keduanya belum pernah dikaji dalam tradisi pemikiran Islam klasik. Pada masa sekarang pun pemikiran Islam kurang memperhatikan dialektika lama yang menghubungkan antara wahyu, kebenaran, dan sejarah.

Masalah lain yang juga penting dalam kerangka modernitas adalah sekularisme, yang mana sekularisme merupakan nilai modernitas itu sendiri. Dalam kaitannya dengan ini, Robert N. Bellah menyatakan bahwa krisis spiritual yang menjadi problem modernitas akan mengantarkan manusia untuk menolak keyakinan, moralitas, dan agama. Dengan demikian akan terjadi sekularisasi yang ujungnya bermuara pada sekularisme.

Selanjutnya, berkenaaan dengan politik, problem modernitas yang tidak kalah pentingnya adalah masalah nasionalisme. Nasionalisme yang menghasilkan berdirinya negara bangsa menyebabkan terkotak-kotaknya kehidupan berbangsa sebatas lingkup wilayah atau negara. Kehidupan ini akan memunculkan rasa fanatisme golongan dan kebangsaan. Apakah kehidupan semacam ini sejalan dengan konsep persaudaraan (ukhuwwah) dan toleransi (tasâmuh) dalam Islam yang tidak mengenal batas etnis dan wilayah. Sama halnya dengan sekularisme, nasionalisme akan menjadi masalah bagi kehidupan keagamaan.

Tantangan selanjutnya pada masa kontemporer terhadap peradaban Islam lebih berupa transformasi budaya melalui kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanda-tanda ke arah itu jelas kelihatan, misalnya dalam proses globalisasi informasi dan nilai-nilai melalui produk kemajuan teknologi informasi mutakhir. Kemajuan teknologi seperti ini mendorong munculnya berbagai perubahan dan perkembangan nilai-nilai, norma-norma, dan gaya hidup baru di kalangan kaum muslim.

Umat Islam diposisikan sebagai konsumen globalisasi yang menempatkan Islam sendiri pada posisi  keterpurukan. Sehingga ada sebagian kelompok orang yang mempersempit nilai-nilai univesal dalam islam itu sendiri dengan dalih sebagai counter terhadap globalisasi. Namun kondisi tersebut malah semakin memperkeruh suasana yakni suatu benturan peradaban.

Islam di era global ini harus mampu menjadi mitra perkembangan dan pertumbuhannya, bukan menjadi counter attack yang justru akan berseberangan dengan semakin pesatnya kemajuan. Sebab, era ini akan terus berjalan maju dan tidak akan mengenal siapapun yang akan menjadi penikmatnya, dan kemajuannya akan mampu menggilas dan menggerus apapun yang menghalanginya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun