Mohon tunggu...
Nadya Rahmeinasari
Nadya Rahmeinasari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Personal Account

"Writing is simply thinking through my fingers."- Isaac Asimov

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rambu Solo: Upacara Kematian Khas Tana Toraja

7 April 2021   20:20 Diperbarui: 7 April 2021   20:37 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

     Barker dalam konsepnya tentang kajian budaya menyatakan beberapa elemen penting terkait kebudayaan, diantaranya kajian budaya memerhatikan praktik-praktik, institusi (sosial, budaya, ekonomi, dsb) serta sistem-sistem klasifikasi dalam komunitas dengan budaya tertentu. Ia juga mengungkapkan, kajian budaya mempertanyakan secara kritis bentuk-bentuk kekuasaan yang meliputi, gender, ras, kelas, hingga kolonialisasi.

     Konsep elemen tersebut dapat kita lihat pada budaya lokal yang ada di Indonesia. Salah satu kebudayaan asli negara ini yang masih erat kaitannya dengan kekuasaan ialah budaya Rambu Solo. Rambu Solo merupakan ritual adat khas Suku Toraja untuk memakamkan keluarga atau kerabat mereka yang telah meninggal dunia. Suku Toraja sendiri merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara, Sulawesi Selatan, Indonesia. Mayoritas dari mereka memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam, dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo.

      Ketika menyaksikan upacara Rambu Solo ini, maka dapat dengan jelas kita temui adanya percampuran antara budaya dan kepercayaan yang dianut oleh Suku Toraja. Rambu Solo sendiri terdiri dari serangkaian acara yang bisa memakan waktu tiga hingga tujuh hari dalam pelaksanaannya. Dari prosesi ini unsur-unsur budaya, agama, hingga kekuasaan masyarakatnya bisa kita rasakan. 

Rambu Solo merupakan kewajiban bagi mereka yang ditinggalkan, sebab dalam kepercayaan yang mereka anut, kematian seseorang membawa petaka, jika ritual ini tidak dilaksanakan akan mengakibatkan kesialan pada keluarga yang ditinggalkan. 

Dalam hal ini semakin banyak rangkaian acara yang digelar, menunjukkan semakin kaya dan berkuasa pula keluarga tersebut. Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.

      Bagi mereka yang memiliki modal lebih, prosesi pemakaman bisa saja didahului dengan acara adu kerbau, di mana kerbau-kerbau pilihan dengan harga yang tidak murah akan diadu di sebuah lahan berlumpur dan menjadi hiburan bagi masyarakat sekitar. 

Menariknya, kerbau-kerbau yang kalah hingga meregang nyawa wajib diganti oleh pemenang dalam kegiatan adu kerbau ini, inilah sebabnya mengapa kegiatan ini hanya bisa dilaksanakan bagi mereka yang memiliki kekayaan berlebih. 

Adanya percampuran budaya dan agama juga dapat kita saksikan saat proses penyambutan tamu, yang mana saat doa-doa serta kidung-kidung dinyanyikan, mereka akan menari secara berkelompok sebagai tanda penghormatan kepada yang telah meninggal.  

Ritual adat ini juga diisi dengan penyembelihan kerbau dan babi. Semakin banyak kerbau ataupun babi yang disembelih, menandakan jika keluarga tersebut memiliki kekuasaan dan kebangsawanan yang tinggi di daerah tersebut. 

Dalam satu kali acara, anggota keluarga wajib memberikan minimal 24 ekor kerbau dan 300 ekor babi dari kisaran harga puluhan juta hingga ratusan juta rupiah. Suku Toraja memercayai, arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya ke surga dan akan lebih cepat berproses jika ada banyak kerbau yang dipersembahkan. 

Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.

Sebagai rangkaian akhir, pemakaman dilakukan oleh kerabat secara beramai-ramai. Mereka menggotong jenazah yang sudah dibungkus tebal dengan kain dan meletakkannya ke dalam sebuah peti mati untuk selanjutnya akan dimakamkan ke dalam sebuah kubur batu ataupun gua.  Jenazah yang berasal dari keluarga berada terkadang dikubur di makam batu berukir. 

Makam tersebut biasanya mahal dan memakan waktu pembuatan sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar.  

Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh. Suku Toraja memiliki kepercayaan mengapa orang yang meninggal harus dikubur di dalam sebuah batu, sebab mereka menganggap jika tanah merupakan lahan produktif untuk kehidupan mereka. 

Dari serangkaian prosesi tersebut, dapat kita ketahui jika tradisi Rambu Solo merupakan salah satu budaya lokal yang masih memegang erat unsur campuran antara budaya dan kekuasaan yang ada di daerah tersebut. 

Adanya penyambutan tamu dengan iringan doa-doa serta tarian, atau acara penyembelihan kerbau dan babi yang juga disajikan dengan tarian-tarian menjadi salah satu contoh Rambu Solo merupakan kebudayaan yang mendapat pengaruh lain dari sisi kepercayaan masyarakatnya. 

Unsur politik juga dapat kita lihat saat keluarga-keluarga yang ditinggalkan berusaha untuk membuat upacara pemakaman semenarik dan semeriah mungkin, sebagai tanda jika mereka memiliki kekuasaan yang tinggi dalam sebuah adat di lingkungan mereka, adanya hal ini juga secara tidak langsung membentuk kelas-kelas tertentu dalam kehidupan sosial mereka, mengklasifikasikan masyarakatnya sebagai akibat dari adanya budaya itu sendiri. Yang terakhir unsur ekonomi juga memiliki andil dalam praktik kebudayaan Rambu Solo, di mana pemanfaatan gua sebagai tempat pemakaman lantaran mereka memercayai, tanah merupakan lahan produktif yang bisa mereka manfaatkan untuk kebutuhan sehari-harinya.

Sumber Referensi:

Ida, Rachmah. 2014. Metode Penelitian Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta: PrenadaMedia Group.

Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja#Upacara_pemakaman (diakses pada 21, Oktober 2020).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun