Mohon tunggu...
Nadiya Yunianti
Nadiya Yunianti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA dengan hobi membaca, traveling, dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sang Datuk Panji Alam Khalifatullah (Taufik Ismail)

5 Juni 2022   19:26 Diperbarui: 5 Juni 2022   19:33 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak kenal dengan Datuk Panji Alam Khalifatullah atau yang kita kenal Taufik Ismail. Beliau adalah seorang penyair dan sastrawan Indonesia Angkatan '66 yang lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Beliau juga pernah menggunakan nama samaran dengan nama Nur Fadjar.  

Taufik Ismail adalah anak sulung dari tiga bersaudara. Ayahnya bernama K.H. Abdul Gaffar Ismail, dan ibunya bernama Tinur Muhammad Nur. Dengan latar belakang kelurganya menjadikan beliau menjadi seorang penyair yang beraliran keagamaan.

Taufik Ismail merupakan salah satu penyair yang sering menyuarakan kritik melalui puisi terhadap ketimpangan dalam politik, sosial, dan ekonomi masyarakat Indonesia.

Puisi adalah sarana untuk menyampaikan kritik tajam ketika budaya akal sehat di kebiri, ketika korupsi menjadi budaya, ketika kebhinnekaan dan pluralitas tidak berdaya, maka daya kreatif diwujudkan Taufik Ismail melalui karya-karyanya.

Banyak karya-karyanya yang berbentuk puisi telah dihasilkan, seperti, Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Tirani dan Benteng, Tirani, Benteng, Buku Tamu Musim Perjuangan, Sajak Ladang Jagung, Kenalkan, Saya Hewan, Puisi-Puisi Langit, Prahara, dan sebagainya.

Puisi Tirani dan Benteng merupakan  karya yang sarat dengan gugatan sekaligus menyodorkan alternatif bersifat kritis, konseptualis negatif dan terapis. Puisi-puisi dalam Tirani dan Benteng menggarap kecemasan, kesangsian, harapan, dan angan-angan. Selain itu, puisi Tirani dan Benteng merupakan karya yang timbul atas peristiwa-peristiwa yang terjadi pada tahun 1966.

Selanjutnya ada buku kumpulan puisi Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (MAJOI) karya Taufik Ismail, merupakan kumpulan puisi yang sarat dengan kritik sosial dalam masalah kehidupan rakyat Indonesia. Buku ini perlu dipelajari agar kita peka terhadap permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi.

Dalam puisinya terdapat konsep penyadaran dan pencerahan yang tersembunyi di balik puisi-puisinya. Alat kohesi yang dominan dalam puisi-puisinya adalah relasi konjungtif, pengulangan, dan keantoniman ini sangat membantu pembaca dalam memahami makna puisi tersebut.

Seperti yang telah dijelaskan bahwa karya-karya Taufik Ismail tidak hanya berbentuk prosais, tetapi juga berbentuk liris yang mengekspresikan problematika kehidupan manusia. Tema-tema yang dihasilkan Taufik Ismail dalam puisi nya beraneka ragam, mulai dari msalah kerinduan, percintaan, moral, sosial, politik, budaya, dan agama. Hal itu, menjadikan puisi-puisi Taufik Ismail menjadi puisi yang kaya akan tema-tema dari aspek kehidupan.

Dalam Ensiklopedia H.B. Jassin mengatakan bahwa Taufik Ismail adalah tokoh utama angakatan '66 dan setara dengan Rendra. Beliau juga menyatakan bahwa Taufik bersatu fantasi dan pemikiran, ide, dan fakta dalam bentuk bahasa dan gaya yang estetis. Selanjutya Teeuw (1989:144) menegaskan bahwa Taufik Ismail di samping penyair sunyi beliau juga membutuhkan pendengar karena padanya ada pesan yang didasarkan pada keyakinan agama Islam yang kuat dan sekaligus sebagai orang yang selalu melibatkan dirinya dengan sungguh-sungguh kepada masalah sosial politik pada masanya.

Kuntowijoyo dalam pengantar buku Taufik yang berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia menyatakan bahwa Taufik Ismail adalah penyair yang sangat peka dengan sejarah karena riwayat hidup pribadinya memang sarat dengan pengalaman sejarah dan menunjukkan keterlibatan penuh di dalamnya. Dan Suminto A. Sayuti dalam pidato pengantar pada penganugerahan gelar Dr. Honoris Causa untuk Taufik Ismail menyatakan bahwa di antara para sastrawan yang prihatin atas situasi dan kondisi pengajaran sastra di Indonesia adalah Taufik Ismail. Dialah yang menggebrak khalayak pecinta sastra Indonesia melalui penelitiannya yang dirumuskannya dalam pertanyaan "Benarkah Bangsa Kita telah Rabun Membaca dan Lumpuh Menulis?" Suminto lebih lanjut menegaskan "Dr. Taufik Ismail layak ia anugerahi doktor honoris causa di bidang pendidikan sastra karena yang bersangkutan telah menunjukkan jasanya yang begitu besar di bidang kebudayaan, khususnya dalam rangka meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap sastra Indonesia, di samping yang bersangkutan juga memenuhi syarat sebagaimana dituntut oleh peraturan perundang-undangan tentang penganugerahan gelar kehormatan di negeri ini".

Taufik Ismail juga tercatat sebagai salah satu pendiri majalah Horison, yang merupakan satu-satunya majalah sastra di Indonesia yang bertahan sampai saat ini. Selain itu, peran Taufik Ismail dalam perkembangan sastra di masyarakat adalah berupa pendirian "Rumah Puisi" di Aia Angek Sumatera Barat, yang merupakan tanah kelahirannya.

Referensi:

Anggraini, Nori. (2019). "PERAN TAUFIQ ISMAIL DALAM PERKEMBANGAN SASTRA Di INDONESIA". Jurnal Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Vol. 8 No. 1 Januari 2019.

http://ensiklopedia.kemdikbud.go.id/sastra/artikel/Taufiq_Ismail.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun