Melihat Indonesia saat ini, rasanya seperti melihat China beberapa dekade lalu. Mao Zedong tahu bahwasannya ekonomi tradisional ala komunisme akan gagal total. Hal ini dikarenakan adanya ketidakadilan, ketidakefisienan, dan ketidakstabilan di dalam masyarakat China.
The Great Leap Forward
Kebijakan fenomenal yang dikenal sebagai "The Great Leap Forward" adalah sebuah kampanye sosial-ekonomi di Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang dipimpin oleh Mao Zedong dari 1958 hingga 1962 dengan tujuan untuk mengubah fokus masyarakat yang awalnya masrayarakat agraris berubah menjadi masyarakat yang 'terindustrialisasi' dalam waktu singkat.
Tetapi, Mao Zedong masih meragukan hal tersebut. Ada dua faktor yang membuat Mao Zedong ragu, pertama jika ingin mengubah ke masyarakat yang industrialisasi ia harus akrab dengan investor asing. Kedua, jika ia tetap menerapkan gaya komunisme yang sangat pro kepada rakyat, maka China tidak akan bisa maju karena pertumbuhan ekonomi Year to Year (YoY) China minus beasar.Â
Karena adanya keraguan dalam kebijakan Mao Zedong, maka terjadilah Great Femine, yang merupakan fenomena kelaparan terbesar sepanjang sejarah China dan bahkan urutan kedua di dunia. Fenomena ini terjadi antara tahun 1959 dan 1961, dengan perkiraan jumlah korban jiwa akibat kelaparan berkisar antara puluhan juta (15 hingga 55 juta). Provinsi yang paling terkena dampak adalah Anhui (18% meninggal), Chongqing (15%), Sichuan (13%), Guizhou (11%) dan Hunan (8%).
Dalam hal ini, masyarakat agraris tradisional China dipaksa berubah secara singkat menjadi masyarakat industri, tanpa bantuan teknologi asing atau investor asing. Hampir 30% petani diconvert menjadi pengrajin besi dan baja, sehingga tidak ada lagi yang menghasilkan makanan untuk seluruh warga China. Menurut laman history Partai Komunis China (CCP) sekitar 40 juta penduduk China terkena dampak tersebut.
Munculnya Deng Xiaoping
Deng Xiaoping, salah satu tokoh kunci utama dalam modernisasi China. Deng Xiaoping mencapai puncak kariernya pada 1952 ketika ia dilantik sebagai wakil perdana menteri China. Â Tidak mudah bagi Deng Xiaoping untuk membawa pemikiran baru ke dalam masyarakat China saat itu. Deng Xiaoping dituduh sebagai antek Kapitalis Barat oleh Mao Zedong dan diasingkan.
Namun, setelah Mao Zedong turun jabatan, Deng Xiaoping menjadi mastermind di China. Deng Xiaoping menyuarakan bahwa China tak akan kunjung maju kalau dalam perubahan tersebut masih dalam tahap setengah-setengah, maka Deng Xiaoping menerapkan ekonomi dengan sistem yang baru secara terang-terangan.
Special Economic Zone (SEZ)
Sejak saat itu, China memutuskan untuk membuka diri dan berubah dari negara dengan sistem ekonomi komunis menjadi negara dengan sistem ekonomi kapitalis. Hal ini ditandai dengan dibentuknya wilayah khusus yaitu Zona Perekonomian atau dikenal sebagai "Special Economic Zone (SEZ)" dengan tujuan untuk menarik investor asing secara besar-besaran. Zona Perekonomian ini dikenalkan oleh China sekitar tahun 1979-1980, dengan mencakup wilayah Shenzen, Xiamen, Zhuhai, dan Shantou. Kota-kota tersebut berkembang pesat karena penerapan kebijakan dan insentif ekonomi khusus.
Presiden China saat itu, Li Xiannian mempertanyakan kebijakan Deng Xiaoping yang dianggap tidak masuk akal.
Namun, dalam buku Ezra F. Vogel (2011) Deng Xiaoping menjawab bahwa sistem politik yang baik adalah sistem politik yang stabil tanpa perubahan kebijakan dalam beberapa dekade, namun sistem perekonomian yang baik adalah sistem perekonomian yang diserahkan kepada pasar yang hanya boleh dipantau dan diawasi oleh pemerintah tanpa adanya campur tangan.
Ada tiga kebijakan yang China gunakan dalam menarik investor asing: