laki-laki maupun perempuan. Sebagai makhluk sosial, manusia secara alami cenderung bergantung pada orang lain dengan membutuhkan bantuan dan dukungan dari seksamanya. Namun, ketergantungan seringkali ditafsirkan dengan makna yang berbeda antara laki-laki dan perempuan.
Pada hakikatnya, memiliki kebutuhan akan ketergantungan merupakan sesuatu hal yang wajar bagi semua makhluk hidup, baikStereotip gender dalam masyarakat telah menciptakan pandangan dan ekspektasi yang berbeda terhadap ketergantungan bagi laki-laki dan perempuan. Tradisi patriarki yang masih dominan, menganggap bahwa laki-laki sebagai individu yang mandiri, kuat dan dapat memberikan perlindungan untuk perempuan. Sedangkan sebaliknya, perempuan seringkali dianggap sebagai makhluk yang lebih "lemah" dan "bergantung" kepada laki-laki (Jeslin Babu Joseph et al., 2021).
Laki-laki dididik untuk menjadi mandiri sejak kecil. Mereka diajarkan untuk mengatasi tantangan hidup mereka dengan kemandiriannya. Di sisi lain, perempuan diajarkan bahwa mereka memiliki pilihan dalam hidup mereka. Perempuan dapat memilih untuk mengeksplorasi dunia sendiri, mendapatkan pendidikan yang baik, bekerja dan mengejar karir atau memilih untuk menunggu seorang laki-laki akan datang untuk menyelamatkan hidupnya yang penuh kecemasan dan ketakutan layaknya pangeran yang datang kepada Cinderella.
Seperti quotes yang diungkapkan oleh Collete Dowling pada bukunya yang berjudul The Cinderella Complex : Women’s Hidden Fear of Independence yang menuliskan “Only hang on long enough, the childhood story goes, and someday someone will come along to rescue you from the anxiety of authentic living.”
Apa itu Cinderella Complex?
Cinderella Complex atau yang dikenal sindrom Cinderella merupakan istilah psikiatri yang dicetuskan oleh terapis asal New York yaitu Collete Dowling pada awal tahun 1981. Cinderella Complex merujuk pada kondisi yang mana perempuan merasa takut untuk independen sehingga muncul perilaku ketergantungan terhadap orang lain terutama laki-laki.
Dowling menyatakan bahwa perempuan sering kali tidak terbiasa dengan konsep kebebasan karena cenderung bergantung pada laki-laki yang dianggapnya lebih kuat untuk menciptakan rasa aman. Dari sejak kecil, perempuan telah terbiasa dengan kasih sayang dan kehadiran orang tua yang menjadikan mereka sebagai figur yang dapat memberikan perhatian dan perlindungan dalam hidupnya.
Laki-laki pun juga mendapatkan hal yang sama, namun laki-laki lebih banyak terlatih dan dididik untuk menjadi individu yang mandiri sehingga mereka cenderung tidak terpengaruh oleh rasa takut dan memiliki kebebasan yang lebih besar.
Cinderella Complex membuat perempuan percaya bahwa mereka adalah "gadis yang kesulitan" sehingga membutuhkan penyelamat dari seorang pria seperti pada dongeng Cinderella yang menunggu kedatangan pangeran tampan untuk menyelamatkan dan melindunginya dari ibu tiri dan saudara tiri yang jahat.
Tokoh fiktif tersebut seolah-olah memberikan kesan kepada perempuan bahwa mereka hanya perlu menunggu seorang 'pria' untuk datang dan mengambil alih kendali atas hidup mereka, sehingga mereka bisa hidup di belakang pasangan pria mereka dengan perasaan bahagia.
Perempuan yang mengalami sindrom Cinderella juga cenderung yakin bahwa mereka tidak mampu menangani segalanya sendiri, melainkan bahwa hanya orang lain, terutama laki-laki yang dapat membantu mereka (Sneha Saha & Tanishka S. Safri, 2016).