Mohon tunggu...
Nadiva AmaliaSabdana
Nadiva AmaliaSabdana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN "Veteran" Yogyakarta

Hi! Iam Nadiva and im ready for my next journey.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Antara Etika atau Profit : FinTech Syariah atau FinTech Konvensional?

20 Desember 2024   08:35 Diperbarui: 20 Desember 2024   08:35 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai keuangan syariah, pasti terlintas beberapa masalah dalam pengaplikasiannya terutama di Indonesia. Masalah tersebut seperti literasi mengenai keuangan syariah yang rendah, pangsa pasar yang masih kecil, atau terbatasnya Inovasi produk.

Padahal, keuangan syariah juga mengikuti perkembangan zaman. Hal ini ditunjukkan dengan adanya 'FinTech Syariah' atau Financial Technology Syariah. FinTech Syariah merupakan bentuk inovasi finansial yang berbasis teknologi yang menghasilkan model bisnis, aplikasi, proses, atau produk baru (aktivitas bisnis) yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Contohnya adalah :

  • Digital Payment, merupakan layanan jasa keuangan yang menggunakan teknologi sebagai platform dalam penyediaan pembayaran transaksi secara online. Contoh perusahaan start-up ini adalah Linkaja Syariah, Zipay Syariah, Kaspro, dan Paytren.
  • Peer-to-peer Financing, merupakan layanan jasa keuangan dengan elektronik (online) untuk mempertemukan pemberi dana dengan penerima dana dalam melakukan pendanaan secara langsung berdasarkan prinsip syariah. Contoh perusahaan start-up ini adalah Alami, Ethis, Dana Syariah, Qazwa, Ammana, Duha Syariah, dsb.
  • Securities Crowfunding, merupakan penawaran efek (saham dan sukuk) melalui layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi yang dilakukan oleh penerbit untuk menjual efek secara langsung kepada pemodal melalui jaringan sistem elektronik yang bersifat terbuka. Contoh perusahaan start-upnya adalah Shafiq, Vestora, FundEx, dan Urun-RI (Imani et al., 2023).

Menelaah dari fungsi dasarnya, FinTech konvensional dan FinTech Syariah memiliki fungsi dasar yang sama yakni lembaga keuangan berbasis teknologi. Fungsi-fungsi tersebut adalah sebagai perantara keuangan dengan peer-to-peer lending, pemanfaatan teknologi digital, dukungan dalam inklusi keuangan, penawaran produk pembiayaan dan investasi, regulasi oleh otoritas keuangan, serta berfokus pada kemudahan dan kecepatan layanan.

Meskipun memiliki persamaan dalam fungsi dasarnya, terdapat perbedaan mendasar dalam operasionalnya. Perbedaan tersebut adalah :

  • FinTech Syariah menggunakan akad syariah (mudharabah, musyarakah, ijarah, dll) dan berbasis aset nyata pada setiap transaksinya. Sedangkan FinTech non-syariah berbasis utang dengan bunga tetap atas transaksinya.
  • Dari segi pengelolaan dananya, FinTech Syariah hanya boleh digunakan untuk aktivitas usaha yang halal (melarang investasi di industri alcohol, perjudian, atau riba) dan diperlukan transparansi tinggi. Sedangkan FinTech nom-syariah, dana dapat digunakan untuk aktivitas apapun yang menguntungkan dan tidak ada kewajiban atas prinsip halal.
  • Dari segi pengawasan, FinTech Syariah diawasi oleh OJK dan DPS (Dewan Pengawas Syariah) sehingga semua aspek operasionalnya dan akuntabilitas benar-benar dipastikan mematuhi prinsip Syariah. Sementara itu, FinTech non-Syariah hanya dilakukan oleh OJK atau BI dalam memastikan kepatuhan regulasinya saja.
  • Dari sisi penanganan resiko, FinTech Syariah sudah pasti menghindari resiko spekulasi tinggi (hanya berbasis aset nyata) dan jika terjadi resiko maka risiko tersebut dibagi secara adil antara pihak yang terlibat sesuai dengan akad syariah. Sedangkan, FinTech non-Syariah transaksinya tidak harus berbasis aset nyata, dapat investasi derivatif atau leverage sehingga resiko spekulasinya tinggi. Jika terjadi suatu risiko, maka risiko tersebut ditanggung oleh nasabah (bunga yang tinggi).

Oleh karena itu, dari segi operasionalnya FinTech Syariah sangat terikat dengan prinsip-prinsip syariah, melibatkan akad-akad yang adil, pengelolaan dana halal, dan pengawasan tambahan dari Dewan Pengawas Syariah. Sementara itu, FinTech non-Syariah lebih fleksibel, berorientasi keuntungan, dan tidak terikat pada aturan berbasis agama, sehingga memungkinkan pengembangan produk yang lebih cepat tetapi berisiko tinggi terhadap spekulasi. Meskipun begitu, FinTech Syariah dan FinTech non-Syariah juga memiliki beberapa persamaan dalam operasionalnya, terutama terkait fungsi dasar mereka sebagai lembaga keuangan berbasis teknologi.

Sumber :

https://sis.binus.ac.id/2019/09/26/mengenal-perbedaan-fintech-syariah-dan-fintech-konvensional/?utm_source=chatgpt.com

Imani, S., Hasanah, M., Ika, A., Kartawinata Rustandi, B., Jarullah, Riyaldi, M. H., Qamaruddin, M., Muhammad, H., Mahriani, E., Febriyani, D., Lucky, N., Sari, N., Yetti, F., & Febrianty, M. L. (2023). Fintech Syari'ah. 1--23.

Yudhira, A. (2021). Analisis Perkembangan Financial Technology (Fintech) Syariah Pada Masa Pandemi Covid-19 Di Indonesia. Value, 2(1), 13--28. https://doi.org/10.36490/value.v2i1.118

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun