Hari raya Idul Fitri kembali terasa ramai dan hangat setelah dua tahun korona melanda dunia. Pembatasan kegiatan sosial untuk mencegah penyebaran virus korona membuat banyak hal harus berubah, terutama dalam perayaan hari Idul Fitri. Namun, pada tahun ini jalanan menjelang hari raya terlihat padat sebab pemerintah sudah mengizinkan masyarakat untuk mudik melepas rindu dengan kampung halaman.
Gegap gempita nuansa lebaran pada tahun ini pun lebih terasa hidup mulai di setiap sudut kota-kota besar bahkan hingga ke daerah perkampungan. Tidak hanya jalan raya yang padat oleh orang-orang yang mudik, toko-toko, tempat makan, dan pusat perbelanjaan pun dipenuhi pengunjung Sangat terlihat bahwa umat muslim di negara kita menyambut hari raya tahun ini dengan penuh suka cita.
Tradisi-tradisi daerah yang sebelumnya tidak dapat dilaksanakan pun turut memeriahkan lebaran tahun ini. Mulai dari tradisi sebelum hari raya hingga seminggu setelahnya. Setiap daerah di Indonesia memiliki warna yang berbeda-beda dalam menyambut dan meramaikan Idul Fitri. Salah satunya seperti yang dilakukan oleh warga Kota Pekalongan, Jawa Tengah.
Tradisi Malam Takbir
Pada tahun ini malam hari raya kembali diramaikan dengan berbagai macam tradisi, diantaranya ada takbir keliling. Mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang tua menjalankan tradisi ini. Mereka semua bersatu padu turun ke jalanan dengan membawa obor untuk penerangan sambil menyerukan takbir bersama mengelilingi kota diiringi suara beduk yang dibawa dengan gerobak dorong. Banyak masyarakat yang menonton ketika rombongan ini melewati rumah mereka sehingga semua bisa merasakan ramainya malam takbir  tanpa harus ikut berkeliling. Memang takbir keliling ini terkadang menyebabkan kemacetan, tetapi bukankah nuansa ramai ini yang sangat kita rindu. Melihat lautan manusia berkumpul menjadi satu tanpa memandang usia dan latar belakang, pemandangan yang tidak bisa kita temui setiap hari.
Tradisi Syawal
Seminggu setelah hari raya, masyarakat Kota Pekalongan biasa melaksanakan tradisi yang disebut Syawal. Tradisi yang terkenal di daerah ini adalah pembuatan kue lopis raksasa dan melepas balon udara. Setelah dua tahun tidak dilaksanakan, pada tahun ini tradisi khas daerah ini disambut lebih meriah oleh masyarakat setempat.
Lopis adalah makanan yang dibuat dari ketan dibungkus oleh daun pisang kemudian di kukus. Bentuknya seperti lontong, tetapi tekstur lopis lebih kenyal dan lengket. Kemudian, makanan biasanya disajikan dengan gula merah cair dan kelapa parut. Namun, pada tradisi ini lopis dibuat dalam ukuran yang sangat besar. Pada tahun ini ada dua lopis raksasa yang dibuat di Kelurahan Krapyak, Pekalongan. Lopis satu memiliki berat 2.300 kilogram dengan tinggi 160 cm dan diameter 320 cm. Sedangkan yang kedua beratnya mencapai 1.820 kilogram dengan tinggi 222 cm dan diameter 250 cm. Lopis raksasa ini nantinya akan dipotong-potong dan dibagikan secara gratis kepada masyarakat setempat.
Tradisi lopis raksasa ini dipercaya dapat mendatangkan berkah atau keberuntungan dan juga mempererat tali silaturahmi. Debi (50), warga setempat, merasa senang karena tradisi kembali diadakan tahun ini. Ia pun sengaja datang ke Kampung Batik Krapyak, tempat pemotongan lopis raksasa, untuk mendapatkan bagian dari lopis tersebut. Ia berharap dengan kembalinya diadakan tradisi ini mampu menjadi pertanda baik bagi kita di tahun ini.