Mohon tunggu...
nadira zahira
nadira zahira Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

people leave you, Allah doesn't

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Perubahan Proses Asosiasi Masyarakat di Tengah Pandemi Covid-19 (Relevansi Teori Ruang Sosial Georg Simmel)

15 November 2020   17:54 Diperbarui: 15 November 2020   18:08 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Nadira Zahira Pratiwi

(Mahasiswa Pendidikan Sosiologi UNJ)

Sudah hampir 10 bulan seluruh masyarakat Indonesia bertahan di tengah situasi pandemi Covid-19. Setelah awal kemunculannya pada awal bulan maret silam, Covid-19 tidak pernah hilang dari pemberitaan media baik itu media cetak, televisi ataupun media sosial. Untuk mengingat kembali, Corona Virus Disease 19 (Covid-19) adalah sebuah virus yang dugaan awalnya ditularkan dari hewan ke manusia, namun kemudian diketahui lebih lanjut bahwa virus ini juga dapat menular dari manusia ke manusia. Virus ini dapat menyebar dan menularkan lewat sentuhan secara fisik yang nantinya bisa menginfeksi sistem pernapasan, sampai pada akhirnya dapat mematikan banyak manusia. Penyebaran virus yang dapat terjadi lewat sentuhan ini mengakibatkan seluruh masyarakat khawatir, terlebih saat pertama kali virus ini telah masuk ke Indonesia.

Salah satu strategi pemerintah dalam menekan penyebaran Covid-19 di Indonesia adalah dengan menerapkan kebijakan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar). Dalam Permenkes No. 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Covid-19, Pembatasan Sosial Berskala Besar adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran Corona Virus Disease 2019. Kebijakan ini yang pada akhirnya menjadi sebuah jurang pemisah antara masyarakat satu dengan yang lainnya. Karena dalam aturan pelaksanaannya, tercantum dalam pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), masyarakat dihimbau untuk melakukan peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan moda transportasi dan pembatasan kegiatan lainnya yang terkait dengan aspek pertahanan dan keamanan.

Akibat dari keganasan virus inilah yang memaksa masyarakat menghadapi situasi sulit. Banyak masyarakat terkena dampak dari adanya kebijakan PSBB. Salah satu dampak yang paling signifikan terjadi adalah perubahan dalam aspek sosial dimana proses asosiasi di masyarakat mengalami perubahan. Dalam mengkaji perubahan proses asosiasi di masyarakat pada saat pandemi Covid-19 berlangsung, penulis memilih menggunakan konsep ruang sosial dari Georg Simmel sebagai teori dasar untuk membahas tema dari artikel ini. Sebelum membahas lebih lanjut, kita perlu mengetahui lebih dalam tentang tokoh yang memiliki konsep ruang sosial ini terlebih dahulu.

Lalu, siapa itu Georg Simmel?

Georg Simmel merupakan seorang filsuf dari Jerman dan juga tokoh yang bersumbangsih besar dalam perkembangan keilmuan sosiologi. Simmel lahir pada 1 Maret 1858 di Berlin, Jerman. Simmel berkuliah di Universitas Berlin pada tahun 1876 dengan mempelajari berbagai macam cabang ilmu pengetahuan dan menerima gelar doctor filsafat tahun 1881. Salah satu karya besar pemikiran Simmel adalah "The Philosophy of Money" tahun 1900. Georg Simmel sangat terkenal di kalangan akademis Jerman, dan mempunyai pengikut internasional salah satunya Amerika. Sehingga karya-karya Simmel memiliki pengaruh besar dalam usaha melahirkan sosiologi. Dalam mengkaji sosiologi, Simmel lebih cenderung membahas masalah berskala kecil, terutama tindakan dan interaksi individu. Dua bentuk asosiasi yang ditulisnya adalah bentuk makroskopis dan mikroskopis. Tokoh yang berpengaruh dalam pemikiran Simmel adalah seorang filsuf German yaitu Immanuel Kant. Dari perspektif Kant, Georg Simmel menyadari bahwa setiap manusia itu unik dan berbeda satu sama lain. 

Konsep Ruang Sosial Georg Simmel? Apa itu?

Konsep pemikiran Simmel yang paling utama tentang kajian mengenai ruang sosial. Ruang (Space) menjadi objek kajian dalam sosiologi, berdasarkan pemikiran Georg Simmel. Simmel memberikan tiga kategori dalam kajian Sosiologi. Dimana konsep ruang sendiri ditempatkan sebagai bagian dari kajian dalam Pure atau Formal Sociology. Dalam Prasetyo (2013), Space merupakan ruang bagi relasi antar individu. Oleh sebab itu, konsepsi space dalam pengertian Simmel merupakan usaha memecahkan perdebatan epistimologis antara perspektif realis dan perspektif nominalis.

Georg Simmel dalam pemikiran tentang ruang sosial ini berusaha menjelaskan aspek relasionis dari masyarakat. Artinya bahwa ciri-ciri dari masyarakat itu ditentukan dari bagaimana produksi dan reproduksi ruang sosial diciptakan. Menurut Simmel, kajian sosiologi ruang sosial ini merupakan studi tentang proses dari asosiasi. Asosiasi yang dimaksud adalah proses interaksi yang didalamnya terlibat menjadi anggota masyarakat. Bagaimana anggota masyarakat bisa melebur, menyatu, begaul, berinteraksi, serta melakukan kontak sosial dengan masyarakat sehingga kemudian diterima menjadi anggota dalam masyarakat.

Menurut Simmel, terdapat dua hal yang mendasari terjadinya proses asosiasi pada masyarakat. Kedua hal yang mendasari asosiasi itu adalah kebudayaan dan uang. Kebudayaan yang dimaksud dalam hal ini adalah tradisi. Dimana setiap masyarakat memiliki tradisi yang berbeda-beda satu sama lain. Terlebih pada masyarakat Indonesia yang merupakan masyarakat multikultural. Sebagai contoh kecil, terdapat perbedaan tradisi antara masyarakat yang bermukim di kompleks dan yang bermukim di perkampungan. Perbedaan dari kedua masyarakat tersebut terbentuk karena adanya proses produksi dan reproduksi ruang sosial di masyarakat yang berbeda juga. Selanjutnya, uang sebagai dasar terjadinya proses asosiasi. Uang dalam hal ini sebagai nilai transaksi dari proses interaksi antara satu individu atau anggota masyarakat di dalam proses ruang sosial. Dari penjelasan diatas, artinya kebudayaan dan uang adalah konteks yang melekat dalam proses asosiasi.

Covid-19 mengubah proses asosiasi masyarakat? Mengapa?

Dalam ruang lingkup sosial, sebuah masyarakat pada hakikatnya melakukan interaksi sosial, baik antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok. Sebuah masyarakat dalam konteks kajian ruang sosial dikatakan memiliki proses asosiasi yang dimana hal itu merupakan proses interaksi. Bagaimana anggota masyarakat bisa melebur, menyatu, begaul, berinteraksi, serta melakukan kontak sosial dengan anggota masyarakat lainnya. Adanya pandemi Covid-19 yang terjadi sampai hari ini menyebabkan pergeseran atau perubahan  proses asosiasi yang ada di masyarakat. Hal itu terjadi karena adanya kebijakan dari pemerintah khususnya pemerintah Indonesia untuk membatasi ataupun meniadakan kegiatan-kegiatan sosial ataupun budaya yang menyebabkan terjadinya kerumunan. Hal ini dilakukan tentu tidak lain sebagai upaya untuk menekan angka penyebaran Covid-19 di seluruh wilayah Indonesia.

Dalam Harahap (2020), dijelaskan bahwa Covid-19 dan  proses  sosial  memiliki  hubungan  yang  erat  kaitannya  dengan  interaksi sosial pada saat pandemi konflik ini. Banyak yang terjadi akibat pandemi ini. Pergeseran sosial termasuk  didalamnya. Yang pada mulanya proses sosial secara langsung dapat  menimbulkan interaksi  sosial  secara  langsung  kini  banyak  yang  mengalami  perubahan.  Bahkan kemahiran seseorang dalam memainkan perannya pada masa pandemi ini menentukan nasib nya kedepan.

Dalam dinamika yang terjadi di masyarakat ini, berbagai kegiatan sosial dan kegiatan lingkungan pasti akan terus dilakukan di dalam masyarakat. Namun, di tengah situasi pandemi seperti sekarang ini, membuat pola asosiasi dari masyarakat ini berubah. Salah satunya dengan tidak diizinkannya mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang memicu kerumunan sehingga dapat memicu penyebaran Covid-19. Misalnya, salah satu bentuk dari proses asosiasi yang ada di masyarakat adalah kerja bakti. Kerja bakti merupakan kegiatan sosial yang dilakukan dengan membersihkan lingkungan tempat tinggal secara bersama-sama atau gotong royong. Kerja bakti pada umumnya biasa dilakukan pada hari minggu. Dilaksanakannya kerja bakti juga dapat dikatakan sebagai kegiatan yang mengasosiasikan masyarakat untuk saling berinteraksi dan bekerja sama dengan masyarakat lain. Namun, sementara ini dalam situasi pandemi, kerja bakti tidak boleh dilaksanakan. Karena mengingat pelaksanaannya dilakukan dengan berkerumun sehingga rentan menjadi cluster baru penyebaran Covid-19.

Tidak hanya kegiatan sosial yang dilarang dalam pelaksanaan Peraturan Sosial Berskala Besar (PSBB), tetapi kegiatan keagamaan dan budaya lainnya juga dikurangi atau bahkan tidak diizinkan. Misalnya pada awal penerapan PSBB di Jakarta, masyarakat dihimbau untuk tidak melakukan kegiatan keagamaan yang memicu kerumunan. Salah satu contohnya, kegiatan pengajian rutin yang biasa setiap minggunya ditiadakan untuk sementara waktu. Karena kegiatan tersebut dianggap memicu kerumunan masyarakat. Namun, setelah beberapa bulan berjalan dan kebijakan PSBB sudah berganti menjadi New Normal. Kegiatan-kegiatan keagamaan pada akhirnya boleh dilakukan tetapi tetap menaati protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker pada saat melakukan kegiatan.

Selain kegiatan-kegiatan diatas, tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Misalnya, pada saat Hari Raya Idul Fitri atau yang lebih dikenal dengan Lebaran yang dilakukan oleh masyarkat muslim. Hari Raya Idul Fitri pada umumnya identik dengan saling mengunjungi rumah kerabat, saudara, tetangga, untuk bersilaturahmi diiringi dengan proses saling berjabat tangan sebagai tanda atau simbol permohonan maaf. Berkunjung dan berjabat tangan disini merupakan salah satu bentuk interaksi masyarakat pada saat perayaan Lebaran. Namun, di tahun 2020 ini dikarenakan adanya pandemi Covid-19 ini membuat masyarakat khawatir sehingga tradisi yang biasa dilakukan tersebut tidak diutamakan di tahun ini. Masyarakat kebanyakan lebih memilih melakukan silaturahmi lewat jejaring sosial baik itu Video Call, Facetime, ataupun lewat media sosial lainnya. Bersilaturahmi lewat video call ini merupakan salah satu jalan alternatif yang diambil masyarakat agar tetap dapat mempertahankan tradisi-tradisi yang biasa dilakukannya setiap perayaan lebaran.

Kemudian, tradisi mudik atau pulang kampung juga menjadi salah satu kegiatan yang dilarang oleh pemerintah. Padahal tradisi mudik ini biasanya setiap tahunnya dilakukan oleh masyarakat muslim yang ingin merayakan hari lebaran di wilayah asal mereka. Pelarangan kegiatan mudik ini juga lagi-lagi dikarenakan adanya pandemi Covid-19. Pemerintah khawatir apabila masyarakat kota yang kembali ke desa mereka membawa penyakit atau virus kepada keluarga mereka yang berada di desa. Sehingga himbauan untuk tidak melakukan tradisi pulang kampung dilakukan.

Dari beberapa perubahan proses asosiasi diatas dapat disimpulkan bahwa hadirnya pandemi Covid-19 ini menyebabkan proses asosiasi dalam ruang sosial masyarakat di Indonesia mengalami perubahan yang signifikan karena adanya kebijakan-kebijakan yang mewajibkan masyarakat melakukan jaga jarak sosial.  

Referensi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun