Mohon tunggu...
nadiradira
nadiradira Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Membaca

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Luka Tak Terlihat Yang Menghancurkan

6 Januari 2025   22:05 Diperbarui: 6 Januari 2025   22:05 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Kekerasan verbal mencakup berbagai bentuk ucapan yang menyakiti, seperti penghinaan, ancaman, cercaan, atau kata-kata kasar yang bertujuan menjatuhkan harga diri seseorang. Kekerasan ini dapat terjadi di lingkungan keluarga, tempat kerja, sekolah, atau bahkan di media sosial.

Meski tidak tampak, kekerasan verbal memiliki dampak jangka panjang yang serius. Korban dapat mengalami trauma psikologis, kehilangan rasa percaya diri, hingga masalah kesehatan mental seperti depresi dan kecemasan.

Budaya yang Membiarkan Kekerasan Verbal
Sayangnya, dalam beberapa budaya, kekerasan verbal dianggap hal biasa. Ucapan seperti "itu hanya bercanda" sering digunakan untuk meremehkan dampak kata-kata yang menyakitkan. Namun, lelucon yang diajukan tetaplah bentuk kekerasan. Apalagi, ketika dilakukan secara terus-menerus, hal ini dapat merusak hubungan dan kesehatan mental korban.

Selain itu, di era digital, media sosial menjadi lahan subur bagi kekerasan verbal. Anonimitas internet sering kali mendorong orang untuk melontarkan komentar kasar tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain.

Psikologis : Korban sering kali merasa rendah diri, tidak berharga, atau malu. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menyebabkan gangguan kejiwaan.
Hubungan Sosial : Kekerasan verbal dapat menghancurkan hubungan, baik dalam keluarga, pertemanan, maupun tempat kerja.
Kinerja : Di lingkungan kerja atau pendidikan, korban sering kehilangan motivasi dan produktivitas akibat kata-kata yang menyakitkan.
Langkah Mengatasi Kekerasan Verbal
Edukasi Diri dan Orang Lain : Masyarakat harus diberikan pemahaman bahwa kata-kata memiliki kekuatan besar untuk menyembuhkan atau melukai.
Berani Bersikap Tegas : Korban kekerasan verbal harus didukung untuk berbicara dan melawan kekerasan ini dengan cara yang sehat.
Regulasi Media Sosial : Platform digital harus memperketat aturan terhadap kebencian dan kekerasan verbal.
Lingkungan Aman : Ciptakan lingkungan yang mendukung dialog sehat dan bebas dari kekerasan.

Kekerasan verbal bukan sekedar kata-kata; ia adalah senjata yang mampu meninggalkan bekas luka tak terlihat namun sangat mendalam. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk lebih peka terhadap ucapan kita sendiri, serta mendukung korban kekerasan verbal. Kata-kata seharusnya menjadi alat untuk membangun, bukan menghancurkan.

Sebagai individu dan masyarakat, kita mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan dunia yang lebih ramah dan empatik. Dimulai dari diri sendiri, mari kita menggunakan kata-kata sebagai kekuatan untuk kebaikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun