Mohon tunggu...
Nadine Azzahra Syah
Nadine Azzahra Syah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Jurusan Hospitaliti dan Pariwisata di Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti, Penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud

Live a life to the fullest

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Sosial Media Vs Real Life

31 Agustus 2021   22:57 Diperbarui: 31 Agustus 2021   23:11 1138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: youthopia.sg

Pada zaman modern seperti sekarang ini, teknologi sudah semakin canggih sehingga segala aktivitas dapat dilakukan secara digital. Selain itu, dengan tersedianya koneksi jaringan internet dan berbagai jenis platform sosial media dapat menghubungkan orang-orang dari segala penjuru dunia untuk saling bertukar informasi. Akan tetapi, sosial media juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan mental kita. Kenapa? Karena banyak orang yang belomba-lomba berusaha untuk menunjukkan "sisi terbaik" mereka disosial media.

Sosial media sudah menjadi bagian dari aktivitas kehidupan sehari-hari bagi semua orang. Tidak ada seharipun tanpa membuka sosial media. Sedang kelas online dan bosen mendengarkan guru atau dosen menjelaskan materi? Buka Instagram, bahkan ketika sedang makan sambil scroll TikTok, rebahan sambil baca-baca cuitan netizen di Twitter, tugas kuliah/tugas sekolah menumpuk? Tidak dihiraukan dan lanjut bikin TikTok, kemudian scroll Instagram, mahasiswa dan anak sekolah cenderung lebih sering membaca Wattpad daripada membaca buku. Berkumpul dengan teman atau keluarga hanya untuk upload instastory dan post foto di instagram, waktu yang terbuang bukan habis karena saling berbincang dan bercerita tapi karena sibuk memilih foto yang paling bagus untuk di post. Hal ini adalah bukti bahwa teknologi dapat mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat.

Dulu saya adalah salah satu orang yang tidak pernah absen dari bermain sosial media. Setiap hari selalu upload instastory pada apapun kegiatan yang saya lakukan, mencari foto digaleri yang belum pernah saya upload di instagram untuk kemudian diupload. Pada saat itu saya merasa akun sosial media saya harus selalu update setiap harinya, agar bisa terlihat aktif seperti teman-teman saya yang lainnya. Sampai pada titik ketika saya melihat kehidupan orang lain di sosial media yang "terlihat" sangat bahagia, segala sesuatunya dapat digapai dengan mudah, keluarga yang harmonis, feed instagram dipenuhi dengan hal-hal yang aesthetic dan hal indah lainnya.

Lalu terbesit di pikiran saya pertanyaan 'kenapa hidup saya seperti ini? Sedangkan kehidupan mereka sangat mudah, kenapa mereka bisa terlihat begitu bahagia? Tapi kenapa kebahagiaan sulit untuk menghampiri saya'. Jika saya boleh berbicara jujur, saya merasa benci dengan kehidupan yang saya punya saat itu, selalu mempertanyakan segala hal yang terjadi dalam hidup saya, selalu membandingkan diri saya dengan orang-orang yang saya lihat di sosial media, selalu memikirkan apa yang akan dikatakan orang lain dan apa yang ingin dilihat orang lain sebelum saya mem-post sesuatu, dan berusaha untuk mengikuti hal-hal yang sedang trend agar dibilang tidak ketinggalan zaman.

Namun kemudian saya kembali bertanya kepada diri saya 'apakah kehidupan seperti itu yang saya inginkan? Hanya untuk terlihat bahagia dan bukan untuk merasa bahagia?' dan saya memutuskan berhenti bermain sosial media untuk sementara waktu. Terkadang sosial media dapat menjadi alat yang sangat berbahaya untuk menyakiti diri sendiri jika tidak tahu cara menggunakannya dengan baik, dan saya sadar bahwa telah menggunakan sosial media untuk menyakiti diri sendiri. Dari sosial media saya belajar bahwa apa yang terlihat tidak sama seperti apa yang sebenarnya terjadi, karena saat bermain sosial media setiap orang hanya menunjukkan apa yang ingin mereka tunjukkan dan hanya melihat apa yang ingin mereka lihat. Oleh sebab itu, kita tidak boleh menelan mentah-mentah segala sesuatu yang kita dapat dari sosial media, baik itu informasi, berita atau hal lainnya.

Setiap orang ingin terlihat sempurna di sosial media dan itu tidak salah sama sekali, karena setiap orang memiliki definisi 'Sempurna'-nya masing-masing. Yang salah adalah jika kita ingin terlihat sempurna hanya untuk mendapat banyak likes, atau berusaha terlihat sempurna dengan memaksakan diri menjadi orang lain sehingga bersikap terlalu keras kepada diri sendiri. Seperti memaksakan diri untuk terlihat kurus, putih dan mulus hanya untuk menyandang kata "Cantik", memposting segala prestasi yang di raih hanya agar mendapat gelar "Sukses" dari mulut netizen, selalu update segala kegiatan di instastory agar terlihat "Produktif" dan lain sebagainya. Berhenti bermain sosial media apabila kamu masih sering membandingkan diri sendiri dengan orang lain and start learning to love yourself.

Saya banyak menemukan content creator yang melakukan hal-hal aneh hanya untuk mendapatkan views, tapi ada banyak juga content creator yang membagikan hal-hal bermanfaat melalui kontennya. Sebagai pengguna sosial media yang bijak harus dapat memilih-milih mana konten yang dapat memberikan hal positif dan mana konten yang tidak pantas untuk dilihat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun