Mohon tunggu...
Nadila Aulia
Nadila Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah orang yang penasaran dan suka menjelajahi hal-hal baru. Saya selalu terbuka untuk mencoba pengalaman yang berbeda

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Gaya Komunikasi Gen Z dalam Membangun Clan Culture di Tempat Kerja

20 November 2024   09:00 Diperbarui: 20 November 2024   09:12 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Nadila Aulia

Mahasiswi Program Studi S1 Administrasi Rumah Sakit Universitas Singaperbangsa Karawang

Generasi Z kini mulai memasuki dunia kerja dan membawa perubahan besar terhadap budaya organisasi. Gen Z merupakan generasi pertama yang tumbuh dengan memanfaatkan teknologi digital di kehidupan sehari-hari. Hal ini mempengaruhi gaya interaksi dan komunikasi mereka yang cenderung ke arah informal, cepat, dan visual. Gen Z dikenal dengan generasi yang gemar menggunakan media sosial dan aplikasi pesan instan. Gen Z sangat menghargai transparansi dan umpan balik langsung, karena hal ini memungkinkan mereka untuk merasa terlibat dan berkembang. Gen Z cenderung berkomunikasi dengan cara egaliter dan santai. Mereka tidak terlalu peduli dengan hierarki formal dan lebih suka berkomunikasi secara terbuka, yang terkadang dapat menimbulkan konflik dengan generasi yang lebih tua. Namun, hal ini juga membuka ruang untuk hubungan yang lebih erat dan kooperatif.

Namun di sisi lain, clan culture sudah banyak diterapkan di berbagai organisasi karena menekankan pada kerja sama tim, ikatan keluarga, kepercayaan dan dukungan. Ciri utamanya ialah loyalitas, tradisi, susunan keluarga, dan struktur organisasi yang horizontal dan informal. Clan culture memiliki banyak keuntungan, termasuk komunikasi yang terbuka, kemampuan untuk beradaptasi, dan tingkat keterlibatan yang tinggi. Kekurangan dari clan culture ialah kesulitan untuk membuat keputusan. Namun, masalah utama pada clan culture ialah mempertahankan kerja sama dan komunikasi sambil menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi serta cara komunikasi baru yang dibawa Gen Z.

Pengaruh gaya komunikasi terbuka dan santai yang dikembangkan oleh Gen z dalam membangun clan culture yang inklusif dapat dilihat dari beberapa aspek penting. Komunikasi Gen Z yang lugas dan santai dapat meningkatkan keterlibatan karyawan dan berbagi ide, terutama dalam konteks clan culture di mana hubungan lebih mirip dengan keluarga. Jenis komunikasi ini memungkinkan hubungan yang santai di tempat kerja, meskipun penyesuaian diperlukan dalam konteks strategis untuk menghindari situasi yang tidak diinginkan. Singkatan Gen Z dalam berkomunikasi, bersama dengan emoji, mempercepat berbagai hal dalam lingkungan kerja yang sibuk. Namun, tetap penting untuk memeriksa kembali bahwa komunikasi formal tetap terjaga. Komunikasi virtual melalui platform online juga memfasilitasi manajemen tim yang bekerja dari jarak jauh, sementara kemampuan story telling mereka memperkuat ikatan dan keterlibatan tim dalam aspek pengambilan keputusan. Dengan memahami dan mengintegrasikan gaya komunikasi Gen Z secara efektif, clan culture dapat menjadi lebih dinamis, inklusif, dan efektif dalam meningkatkan keterlibatan karyawan serta memperkuat ikatan tim.

Strategi Membangun Clan Culture dengan Gaya Komunikasi Gen Z

Dalam membangun clan culture yang inklusif dengan gaya komunikasi Gen Z, dibutuhkan strategi yang fleksibel dan terintegrasi. Strategi utamanya adalah meningkatkan komunikasi terbuka dan santai. Gen Z lebih suka berbicara dengan santai dan menggunakan bahasa singkat, seperti teks singkat dan emoji. Namun, penting untuk memastikan bahwa komunikasi santai tidak mengurangi keseriusan dalam situasi tertentu. Oleh karena itu, gunakan emoji dan bahasa singkat dalam komunikasi informal, tetapi gunakan format yang formal ketika situasi serius. Penggunaan aplikasi komunikasi virtual, seperti grup chat, juga dapat membantu tim bekerja sama dan meningkatkan keterlibatan karyawan yang bekerja dari jarak jauh. Kemampuan storytelling penting dalam membangun clan culture yang inklusif. 

Untuk meningkatkan hubungan emosional dan memperdalam interaksi antar generasi Gen Z harus belajar Storytelling. Membuat Program pelatihan dan pengembangan untuk membantu Gen Z menyampaikan ide dan gagasan secara persuasif. Selain itu, ajarkan mereka cara menyesuaikan gaya komunikasi mereka dengan lawan bicara dan memahami pentingnya koneksi emosional dalam menyampaikan ide. Dengan demikian, mereka dapat berinteraksi dengan lebih efektif dan meningkatkan keterlibatan karyawan dalam proses pengambilan keputusan. Budaya kerja yang inklusif juga penting untuk membangun clan culture yang kuat. Gen Z sangat menghargai budaya kerja yang mengutamakan keberagaman, kolaborasi, dan hasil. Menciptakan tempat kerja yang menerima apa adanya dan menghargai perbedaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun