Selain tak memiliki apa-apa, ada juga pandangan Bujangan/mBok sebagai orang rendahan terhadap kewajaran laki-laki dalam melakukan kekerasan terhadap perempuan. Seolah-olah perempuan memang terlahir untuk menjadi objek untuk pelampiasan nafsu semata. Untuk urusan makan pun saat itu Gadis Pantai menggunakan peralatan makan bekas Bendoro.Â
Saat mengandung, bayi yang diharapkan adalah berjenis kelamin lelaki---supaya dapat melanjutkan sebagai priyai katanya. Ketika Bendoro mengetahui jenis kelaminnya adalah perempuan, adanya perubahan sikap yang ditunjukkan. Setelah melahirkan pun, bayi yang seharusnya dimiliki oleh kedua orang tuanya, malah bertakdir untuk diserahkan pada Bendoro, sedangkan Gadis Pantai dicerai dan diusir dari rumah, bahkan sangat dilarang untuk menginjakkan kembali kakinya ke kota.
Kekuasaan dan keadilan hanya berpihak pada kalangan atas saja, sedangkan untuk kalangan bawah atau orang rendahan sudah selayaknya budak yang selalu---mau tak mau---mengabdi pada atasannya dan menerima nasibnya.Â
Selain itu, penggambaran kekuasaan dan keadilan juga bergantung pada strata atau tingkatan kekayaan dan kemiskinan. Bendoro---yang berkuasa di rumah tersebut, memiliki kekayaan yang lebih daripada orang bawahan. Kekayaan tersebut membuatnya memiliki kuasa untuk melakukan perintah, mendapatkan koneksi orang yang "satu derajat", mudah memperoleh apapun yang ia inginkan, bahkan ia "membeli" Gadis Pantai dengan pakaian, makanan, perhiasan, dan tempat tinggal yang nyaman.
Dengan kekayaan, Bendoro juga dapat "membeli" anak dan kenangan. Beberapa bulan setelah melahirkan, Bendoro mengusir Gadis Pantai dari rumahnya dan memaksanya untuk meninggalkan anaknya. Gadis Pantai sebagai seorang ibu, tentunya tidak terima dengan keputusan tersebut.Â
Ia telah berubah, menjadi lebih dewasa dan bijaksana. Ia melakukan perjuangan seorang diri untuk memberikan anaknya pada Bendoro atau membawanya ke kampung. Hal itu ia lakukan, meskipun pada akhirnya tidak berhasil dan malah mendapatkan serangan dengan tuduhan maling.
Dalam novel tersebut, kekayaan dan kemiskinan juga dapat "menentukan" sifat dan karakter seseorang. Misalnya, setelah Gadis Pantai menjadi Mas Nganten, kehidupan dan derajatnya berubah---menjadi lebih baik dan lebih tinggi lagi. Hal itu membuat Gadis Pantai sudah tidak bisa lagi seperti dahulu---bermain-main, bermanja-manja, selayaknya anak berumur 14 tahun.Â
Ia harus bersikap lebih dewasa sebagai "wanita utama". Selain itu, terjadinya pandangan atau pemberian label yang buruk terhadap orang miskin. Orang rendahan/kampung memiliki label kotor, miskin, dan tidak pernah beribadah. Untuk hal tidak beribadah---dalam novel tersebut, mungkin dapat dikatakan benar adanya.
Namun, hal kotor dan miskin rupanya sedikit berbeda pandangan. Selama hidup di Kampung Nelayan, Gadis Pantai tidak pernah merasa mereka kotor dalam artian tidak menjaga kebersihan, melainkan mereka kotor dengan wajar sebagai pekerjamenjadi nelayan, sedangkan untuk miskin, Gadis Pantai tidak pernah pula merasakan hal tersebut selama tinggal di Kampung Nelayan.Â