2 Oktober 2018, mungkin bisa jadi adalah hari terkahir bagi jurnalis Washington Post, Jamal Khashoggi. Jurnalis Arab Saudi ini yang sedang tinggal di negeri Paman Sam ini sedang mengurus administrasi untuk urusan pernikahannya di Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki. Namun, setelah cukup lama menghilang tidak ada kabar, jurnalis yang sangat kritis terhadap pemerintah Arab Saudi, khususnya kebijakan liberalisasi di era Muhammad bin Salman sebagai pangeran ini dikabarkan telah tewas terbunuh yang dimana pelakunya adalah sekitar 15 hingga 20 orang dibawah perintah kerajaan.
Usut punya usut, selama pemerintahan presiden Donald Trump yang juga merupakan sekutu dekat Arab Saudi, rezim Trump selalu berusaha menutupi kasus pembunuhan ini yang dimana pangeran MBS "tidak bisa dikaitkan" dengan kasus pembunuhan Jamal Khashogi ini. Sehingga, dapat diartikan bahwasanya selama kurang lebih selama masa rezim pemerintahan Trump, kasus ini seolah-olah ditutup-tutupi yang dimana Pangeran MBS tidak terkait dengan kasus ini.
Namun, kasus pembunuhan jurnalis Washington Post ini memang diyakini ada keterlibatan Israel dalam kasus ini. Namun, Israel yang dimaksud adalah bukan negara atau pejabatnya, akan tetapi malware atau software yang bernama NSO Group (Pengelola Pegasus) dari Israel memiliki peran yang cukup besar untuk melacak dimana keberadaan Jamal Khashoggi ini. Sebelum tewas dibunuh, para pelaku yang dimana mereka semua adalah suruhan dari pemerintah Kerajaan melacak ponsel yang menunjukkan keberadaan Khashoggi di Istanbul.
Hal ini pertama kali dibongkar oleh mantan pembocor dokumen CIA, Edward Snowden yang saat ini menjadi buron. Lembaga penelitian Kanada, Citizen Lab, pertama kali melaporkan penggunaan perangkat lunak Israel  bulan lalu. Perangkat lunak spyware Pegasus milik NSO dilaporkan dipasang di ponsel Umar Abdulaziz, seorang warga negara Saudi yang diasingkan dan  rekan  Khashoggi.  Abdulaziz mengatakan dia dan Khashoggi sering menggunakan ponsel untuk mendiskusikan politik Saudi dan mereka telah mengerjakan sebuah proyek bersama beberapa bulan sebelum jurnalis Saudi itu terbunuh. Abdulaziz mengklaim ponselnya terus dipantau (kompas.com)
Namun, jauh sebelum kasus pembunuhan Jamal Khashoggi itu terjadi, para intelijen arab Saudi sudah berani melacak ponsel mantan istrinya hanya dengan satu klik. Ketika itu, mantan istrinya yang bekerja sebagai pramugari di maskapai Emirates, ditahan oleh otoritas UEA. Ketika itu, mantan istrinya yang bernama Hanan Elatul tidak menyadari kesalahannya dan harus menyerahkan dua  ponsel Android yang sudah diatur kata sandinya. Alih-alih menjelaskan atau bertanya tentang kesalahan yang mereka lakukan, petugas keamanan malah menghabiskan malam itu menanyakan segala hal kepada Erator tentang aktivitas suaminya, Jamal Khashoggi. Ponselnya tidak dikembalikan, malah disita dan di-instal aplikasi Pegasus dengan mengirim malware ke Chrome (tirto.id).
Pegasus, yang merupakan alat sadap mata-mata buatan Israel memang sudah mulai dikenal publik pada tahun 2019, yang dimana ketika ponsel pendiri Amazon, Jeff Bezos diretas. Memanfaatkan salah satu celah keamanan di aplikasi WhatsApp, Pegasus meretas ponsel  Bezos untuk memata-matainya hingga ia mengumumkan kepada dunia bahwa Bezos berselingkuh dengan Lauren Sanchez, yang pernah menjadi pembawa acara "So You Think You Can Dance" (tirto.id).
Di Indonesia, penggunaan Pegasus mulai dikenal ketika pada tahun 2021, sejumlah ponsel eks-pimpinan KPK mengalami peretasan seperti pemesanan makanan secara daring dan unggahan gambar-gambar tak senonoh pada aplikasi atau akun sosial media mereka. Aiman Witjaksono, yang pada saat itu masih menjadi jurnalis di Kompas, menuturkan bahwasanya alat untuk meretas ponsel-ponsel tersebut bisa jadi menggunakan alat buatan Israel, Pegasus. Ia dapat mengakses perangkat digital, baik itu ponsel atau laptop korban, serta melihat dan  mengakses apa yang biasa dilihat  korban di perangkatnya. Pegasus bahkan bisa menyalakan mikrofon dan video saat perangkat tidak digunakan. Jadi Anda bisa merekam semuanya tanpa sepengetahuan pemiliknya.
 Dalam wawancara Aiman dengan pakar keamanan siber, Ruby Alamsyah. Dia bertanya apa perbedaan antara spyware Pegasus dan Finfischer, karena harganya sangat berbeda. "Pegasus jauh lebih canggih baik dalam pembukaan akses maupun kemampuan mata-matanya. Pegasus diintegrasikan ke dalam perangkat korban sehingga korban tidak akan mengetahui bahwa perangkat mata-mata telah dikerahkan karena paket data dan baterai tidak terkuras secepatnya, seperti banyak perangkat yang lebih murah", dan aksesnya jauh lebih luas. Tidak masalah apakah Anda menggunakan ponsel Android atau iOS, semuanya dapat diakses," kata Ruby kepada Aiman pada 2021 silam (kompas.com)
Kepentingan Israel dan Amerika terhadap kasus Jamal Khashoggi
Sudah bukan rahasia lagi, apabila Arab Saudi adalah "boneka" dari Amerika Serikat. Amerika Serikat memanfaatkan minyak Saudi untuk kepentingan senjata AS yang disuplai ke Arab Saudi dan negara-negara sekutunya untuk perang di Timur Tengah khususnya di Yaman dan Palestina. Arab Saudi memang tidak memiliki hubungan diplomatic resmi dengan Israel, akan tetapi Riyadh memiliki hubungan khusus ataupun kerjasama intelijen yang terselubung dengan Tel Aviv. Semuanya dihadapkan untuk melawan Iran.
Karena Saudi merupakan "boneka" dari Amerika, maka tidak heran jika desakan masyarakat terutama aktivis hak asasi manusia terhadap Biden yang pada saat itu berjanji akan memberikan sanksi ke MBS setelah memenangkan Pemilu AS 2020 lalu diabaikan. Mantan Wakil Presiden pada masa pemerintahan Obama ini diyakini memberikan impunitas terhadap pangeran MBS. Hal ini diperkuat dengan putusan gugatan yang dilayangkan oleh mantan istrinya, Hatice Cengiz di Amerika setelah Washington memberikan putusan "kebal hukum" atas kasus pembunuhan ini (rmol.id).
Akan tetapi, setelah kurang lebih selama hampir 1 periode pemerintahan Biden-Harris, Kamala Harris yang saat ini menjabat sebagai wakil presiden akan maju sebagai calon presiden pada Pilpres AS 2024 yang dimana Kamala maju menggantikan Joe Biden yang mengundurkan diri dari pencalonan pada pertengahan tahun silam. Pangeran MBS, diyakini tak akan senang dengan kemenangan Kamala jika di pilpres nanti, karena khawatir kasus ini akan terbuka kembali setelah gugatan Washington memutuskan MbS kebal atas kasus ini (sindonews.com). Â
Dalam opini yang disampaikan oleh Hameed Abu Al-Azeez di Middle East Monitor, implikasi dari penemuan tersebut bermacam-macam dan menunjukkan bahwa Amerika Serikat mengetahui operasi rahasia ini dan menggunakan informasi sensitif ini untuk memberikan tekanan lebih besar pada Arab Saudi agar menormalisasi hubungan dengan Israel. Strategi ini tidak hanya terbatas pada langkah-langkah diplomatik tetapi juga mencakup penarikan baterai pertahanan udara Patriot dari Arab Saudi, yang menunjukkan bahwa perlindungan militer AS bergantung pada kesiapan Arab Saudi untuk melakukan normalisasi hubungan dengan negara jajahan tersebut atau tidak. Bentuk pemerasan diplomatik ini menyoroti kompleksitas dan kekhawatiran etika dalam memfasilitasi transaksi besar (middleeastmonitor.com)
Sejauh ini, sudah ada kurang lebih 5 negara Arab yang memutuskan untuk membuka hubungan diplomatic dengan Israel meskipun negara-negara Arab tersebut tergabung ke dalam organisasi kerjasama Islam atau OKI yang ditujukan untuk memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Mesir adalah negara Arab pertama yang melakukan pembukaan hubungan diplomatic dengan Israel pada tahun 1979 dengan dimediasi oleh Amerika Serikat yang pada saat itu dipimpin oleh Jimmy Carter. Yang kedua adalah Yordania yang membuka hubungan dengan Israel pada 1994 dan dimediasi oleh Bill Clinton, presiden AS ke-42 saat itu. Yang terbaru adalah UEA, Bahrain dan Maroko yang tergabung ke dalam perjanjian Abraham Accords oleh Donald Trump pada 2020 silam.
Ada pula perhitungan strategis tersembunyi AS. Fakta seputar keterlibatan Mossad dalam pembunuhan Khashoggi dan implikasinya terhadap hubungan Saudi-Turki menunjukkan adanya manuver geopolitik tingkat lain. Dengan mengisolasi para pembangkang Saudi yang bersekutu dengan Trkiye, Amerika Serikat tampaknya mendukung strategi  menekan Arab Saudi untuk bergerak menuju normalisasi hubungan, sementara membatasi pengaruh strategis Turki di Kerajaan Arab Saudi. Strategi ganda ini melayani kepentingan Amerika dan Israel,  memperkuat aliansi dan membatasi kekuatan strategis apa pun yang mungkin dimiliki Turki di Arab Saudi.
Sehingga, keterlibatan Israel dalam dan kepentingan Amerika pada kasus pembunuhan Jamal Khashoggi yang terjadi 6 tahun yang lalu memang diyakini pasti ada kepentingan dan benang merah dalam melakukan normalisasi hubungan Israel - Saudi. Hal ini diyakini agar Amerika dapat membujuk Arab Saudi untuk bisa melakukan normalisasi hubungan dengan Israel yang dimana Strategi tekanan Amerika Serikat, terkadang melalui latihan militer dan terkadang melalui eksploitasi informasi sensitif, mengungkapkan agenda yang lebih dalam dan lebih bersifat memaksa sehingga kerajaan tidak boleh ikut serta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H