Nadifa Umaima
Nim : 201102030002
Mengenai kasus UU Cipta Kerja 11/2020 ini banyak menimbulkan permasalahan- permasalahan yang muncul. Mulai dari seluruh masyarakat yang berangapan bahwa pengesahan yang dilakukan oleh pemerintah ini sangat lah tidak adil.
Mendengar isu ini, pada narasinya pak benny Harman dinarasinya Najwa Shihab selaku anggota badan legislasi fraksi partai Demokrat menurut beliau bahwa “undang-undang ini adalah undang-undang hantu”.
Yang kita ketahui, Dalam system presidensial Indonesia , tahapan yang paling penting itu adalah pembahasan dan persetujuan. Beda dengan system di amerika serikat. Maka menurut saya undang-undang yang dibuat ini terlalu Tergesa-gesa, akuntanble dll. dan menurut saya juga undang-undang ini cacat dari awalnya atau prosedurnya.
Melihat undang- undang ini ada perubahan antara naskah yang di kirimkan ke bapak presiden ( jokowi dodo) dan pada rapat paripurna itu ada banyak perubahan. Yang awlanya naskah tersebut ada 905 halaman menjadi 812 halaman.
Pada Undang-undang no 11/2020 tentang Cipta Kerja yang diusulkan pemerintah untuk mendukung investasi,tetapi malah menggunakan Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, dan Ketetapan MPR XVI/MPR/1998 tentang Perekonomian. Seolah hanya memperlakukannya sebagai satu paket. melewati 186 rumusan pasal, UU 11/2020 mengubah, menghapus, berbagai ketentuan yang terkandung dalam kurang lebihnya 89 UU dari bermacam sektor, termasuk pasal 156 ayat 2 dan 88A tentang UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 1 tentang UU Linkungan Hidup, pasal 14 ayat 2 tentan UU Perkebunan dan pasal 252 ayat 1 tentang UU Administrasi Pemerintahan.
Mahkamah Konstitusi memutuskan undang-undang 11/2020 cipta kerja inkonstitusional secara bersyarat. Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Menyatakan bahwa Undang-undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.
Permasalahannya, UU Cipta kerja 11/2020 ini dibuat karena kurangnya partisipasi masyarakat. Dan pemerintahan tidak memikirkan hal tersebut. Juga UU ini dinilai ada sesuatu ketertutupan oleh pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu, pemerintah harus berupaya bagaimana kita sebagai rakyat bisa mendapatkan keadilan dan kesejahteraan rakyatlah yang seharusnya dipikirkan.
Menurut menko polhukam di saat webinar bersama Universitas UGM membahas tentang undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja beliau mengatakan “apakah benar undang-undang cipta kerja ini dijadikan sebagai hukum yang ortodoks? “
Didalam disertasi itu, beliau membuat 2 rekomendasi 1. Apabila Hukum ingin baik maka konfigurasi politik harus berubah karena hukum adalah produk trisultan maka politik harus demokrasi. Apakah politik sekarang belum demokrasi? Maka kita ukur / kita lihat bagaimana politik saat ini. 2. Hukum ingin baik harus ada mahkamah konstitusi.
Dalam hal ini, omnibuslaw yang membuat panas masyarakat luas, membuat masyarakat bertanya-tanya mengapa omnibuslaw cipta kerja ini bersikeras di sahkan? Apa tujuan di balik hal tersebut?
Maka dari itu, pro kontra yang ditanggapi oleh masyarakat itu pasti ada. Omnibusllaw cipta kerja ini bisa menguntungkan dan merugikan. Siapa yang diuntungkan? Dan siapa yang dirugikan? Dalam hal itu apakah masyarakat mengalami dari UU cipta kerja tsb(?).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H