Mohon tunggu...
Nadifa Silvia Maharani
Nadifa Silvia Maharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nadifa Silvia is a fifth-semester student in the Faculty of Economics and Business, majoring in Management. My hobbies include running and reading, and I thoroughly enjoy writing and observing topics related to lifestyle and history.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gadis Kretek dan Sejarah Industri Kretek di Pulau Jawa

2 Desember 2023   15:24 Diperbarui: 2 Desember 2023   16:10 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Film Gadis Kretek menjadi salah satu bahan pembicaraan akhir akhir ini, film yang mengisahkan mengenai kisah cinta dengan latar belakang tahun 60an ini sukses memikat banyak penyuka film hingga menjadi top series di Netflix. Banyak kisah menarik yang dilihat dari sudut pandang budaya dalam film ini salah satunya adalah industri kretek pada zaman tersebut.

Kretek atau keretek menurut KBBI adalah rokok yang dicampur cengkeh, industri kretek pada zaman Hindia Belanda sangat menjamur karena produk ini menjadi kebutuhan pokok para pribumi kala itu, bahkan industri ini mampu bertahan diantara perusahaan Hindia Belanda yang terkena dampak krisis malaise tahun 1930-an

Dalam film tersebut juga bisa dilihat bahwa kretek memiliki persaingan yang cukup tinggi di kalangan industri rumahan, aroma khas dan ramuan saus tiap industri menjadi bahan kompetitif untuk memenangkan penjualan di pasaran.Pulau Jawa sendiri menjadi sentra industri kretek terbesar pada kala itu khususnya di Jawa Tengah hal ini juga dibuktikan dengan adanya musim ketiak yang terletak di salah satu kota di Jawa tengah yakni Kudus, bahkan kota tersebut dijuluki juluki kota kretek, lantas bagaimana budaya kretek ini menjalar di pulau ini?

Budaya mengkonsumsi kretek sejatinya sudah ada sejak zaman Hindia Belanda, dalam catatan Thomas Stamford Raffles disebutkan bahwa kretek menjadi kebutuhan hidup kaum pribumi Indonesia khususnya masyarakat di Pulau Jawa hingga kebiasan tersebut menyebar ke seluruh nusantara. Pada awalnya kretek ini dibuat oleh seorang bernama H. Djamhari yang memiliki penyakit asma kemudian beliau inisiatif untuk menggunakan minyak cengkeh dengan campuran tembakau kemudian penyakit yang ia derita mulai membaik. 

Kabar mengenai kesembuhannya pun menyebar di kalangan masyarakat dan ketika menghisap rokok buatan Djamhari masyarakat merasakan suatu kenikmatan kretek tersebut. Kemudian beliau mendirikan pabrik produksi pembuatan kretek kecil kecilan, Kala itu, kretek dibungkus dengan daun jagung kering dan dijajakan berisikan 10 linting. Tidak dipungkiri bahwa produksi nya digemari oleh masyarakat pribumi. Berkembangnya rokok ini memotivasi banyak masyarakat khususnya masyarakat kudus untuk memproduksi kretek tak hanya itu dengan berkembangnya jenis jenis rokok juga meningkatkan kompetisi pada produsennya. Hal ini juga tercermin dalam film Gadis Kretek dimana ketatnya persaingan industri rokok mulai dari jenis tembakau dan rasa sausnya yang beragam.

Salah satu masyarakat yang termotivasi dalam mendirikan produksi kretek ada Nitisemito yang juga dijuluki oleh Bapak Kretek, beliau tidak hanya berhasil dalam memproduksi kretek namu juga berhasil memasarkan kretek buatan Kudus serta menerapkan manajemen pengembangan rokok kretek yang dijalankannya secara modern. Nitisemito bahkan menyewa pesawat fokker untuk menyebarkan pamflet sebagai teknik pemasarannya di daerah Jakarta dan Jawa barat. Oleh karena keberhasilannya itu, Nitisemito kemudian sangat terkenal sebagai pengusaha pribumi yang sangat sukses dan berhasil menjadi tonggak berkembanganya industri kretek di Indonesia.

Perkembangan kretek ini juga memiliki dampak yang signifikan bagi terserapnya tenaga kerja khususnya perempuan, dimana perempuan ditugaskan dalam "melinting" kretek, namun berkembangnya industri kretek juga memunculkan stigma negatif pada perempuan bahwa perempuan tidak memiliki hak dalam meracik saus karena dipercaya bahwa tangan perempuan yang meracik saus akan menimbulkan rasa tidak enak dan asam pada kretek. Hal ini juga diulas dalam film tersebut dimana Jeng Yah yang diperankan oleh Dian Sastro dilarang masuk ke ruangan peracik saus karena gender nya perempuan, hal ini menyebabkan jeng yah yang memiliki ambisi dan kemampuan dalam meracik saus harus melakukan nya secara diam diam.

Dalam perkembangannya Kretek mengalami inovasi rasa dan bentuk hingga saat ini kretek atau rokok menjadi salah satu barang yang menyumbang kekayaan negara dan menjadi salah satu sektor ekonomi terbesar di Indonesia. Perusahaan-perusahaan besar seperti Djarum, Gudang Garam, dan Sampoerna menjadi pionir dalam inovasi dan promosi produk kretek di dalam dan luar negeri. Rokok kretek kini juga menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat Indonesia. Bahkan cukai rokok adalah salah satu penyumbang terbesar keuangan negara. Industri rokok turut menggerakan roda ekonomi, menyediakan lapangan pekerjaan hingga pemasaran, menghidupi tembakau dan pengembangan sumberdaya melalui yayasan yayasan yang dikelola oleh perusahaan kretek modern.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun