Belakangan ini, istilah penyakit autoimun ramai diperbincangkan di dunia maya setelah artis ternama Indonesia, Ashanty, dikabarkan sedang menjalani pengobatan untuk penyakit autoimun yang dideritanya. Penyakit autoimun sendiri memiliki jenis dan gejala yang sangat beragam, beberapa darinya dapat menyerang organ-organ tubuh secara spesifik tergantung pada antigen yang terdapat pada masing-masing organ (organ-specific), tetapi ada juga yang dapat menyerang tubuh secara keseluruhan (sistemik). Ciri khas dari penyakit autoimun adalah adanya serangan antibodi terhadap antigen yang diekspresikan pada sel diri sendiri. Hal ini berbeda dengan inflamasi pada umumnya yang ditandai dengan adanya serangan antibodi terhadap antigen asing yang berasal dari luar tubuh. Contoh penyakit autoimun yang terkenal adalah systemic lupus erythematosus (SLE) dan multiple sclerosis.
Seperti yang sudah dibahas tadi, terdapat berbagai jenis penyakit autoimun dengan gejala yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, proses diagnosisnya umumnya tidak hanya menggunakan satu jenis uji saja, melainkan serangkaian uji yang bertujuan untuk mendeterminasi penyakit autoimun yang diidap pasien. Salah satu uji yang seringkali dilibatkan dalam proses diagnosis penyakit autoimun adalah antinuclear antibody (ANA) testing. Pastinya teman-teman penasaran, 'kan? Yuk, simak penjelasan berikut ini!
      Â
Apa itu uji ANA?
Uji ANA adalah uji yang bertujuan untuk mengukur kadar antibodi antinuklir dalam darah. Antibodi antinuklir sendiri merupakan antibodi yang mengikat pada antigen yang terdapat pada komponen-komponen inti sel darah putih. Uji ANA sendiri tidak dapat mendiagnosis penyakit autoimun. Akan tetapi, apabila disertai uji lainnya, maka hasil uji ANA dapat digunakan untuk mendukung hasil uji lainnya.
Cara kerja uji ANA
Metode yang paling sering digunakan untuk uji ANA adalah immunofluorescence microscopy. Prinsip metode ini adalah interaksi antara antibodi antinuklir pada serum darah pasien dengan antigen pada substrat. Substrat yang digunakan berasal dari tumor sel epitel manusia (HEp-2) yang bersifat identik sehingga dapat digunakan sebagai substrat yang terstandardisasi. Antibodi antinuklir akan diberi label berupa fluorescent tag sehingga nantinya antibodi yang berinteraksi dengan komponen dalam inti sel darah putih dapat diobservasi di bawah mikroskop untuk melihat intensitas dan pola dari fluoresens (Gambar 1). Pola yang terbentuk dapat mengindikasikan jenis antibodi antinuklir apa yang terdapat dalam serum pasien.
Hasil uji ANA
Hasil uji ANA yang positif ditandai dengan terdeteksinya antibodi antinuklir pada serum pasien, sedangkan hasil uji ANA yang negatif ditandai dengan tidak terdeteksinya antibodi antinuklir pada serum pasien. Hasil positif harus disertai titer, yaitu tingkat pengenceran serum darah pasien yang masih menunjukkan adanya intensitas fluoresens yang signifikan. Titer juga mengindikasikan kadar antibodi antinuklir yang terkandung dalam darah. Semakin tinggi titer, maka kadar antibodi antinuklir yang terkandung dalam serum juga semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. Hasil positif juga disertai dengan pola yang terbentuk dari interaksi antibodi antinuklir dengan antigen yang terdapat pada komponen inti sel darah putih. Pola yang terbentuk dapat berupa homogenous, speckled, peripheral, nucleolar, dan centromere (Gambar 2). Antibodi antinuklir yang berperan dalam tiap penyakit autoimun juga bervariasi dan setiap jenis antibodi antinuklir memiliki target antigen yang berbeda sehingga hanya menyerang komponen inti sel darah putih tertentu saja. Berikut ini adalah antigen yang dapat diindikasikan berdasarkan pola yang terbentuk dari uji ANA:
- Homogenous: dsDNA (DNA untai ganda), histon, Topo-1 (topoisomerase-1)
- Speckled: Ku, Mi-2, RNA polymerase II/III, Sm, SSA, SSB, Topo-1, U1-RNP
- Atypic speckled: SSA, SSB
- Nucleolar: Fibrillarin, NOR-90, PM/Scl (75 dan 100), RNA polymerase I, To/Th
- Centromere: CENP-A, CENP-B, CENP-C
- Cytoplasmic: tRNA sintetase (Jo-1, PL-7, dan PL-12), protein RibP (P0, P1, dan P2), SRP, serta organel dalam sel, seperti mitokondria, lisosom, dan badan golgi
Oleh karena pola yang dihasilkan dapat mengindikasikan antibodi antinuklir yang terkandung dalam serum pasien, maka hasil tersebut dapat digunakan untuk menduga penyakit autoimun yang diidap pasien. Berikut ini adalah beberapa contoh penyakit autoimun dan antibodi antinuklir yang berperan di dalamnya:
- SLE: anti-Sm
- Sindrom Sjhgren: anti-SSA, anti-SSB
- Sklerosis sistemik: anti-Topo-1
Kesimpulan
Uji ANA dapat digunakan dalam membantu proses diagnosis penyakit autoimun, seperti SLE dan juga sklerosis sitemik. Akan tetapi, hasil uji ANA sendiri tidak dapat berdiri sendiri dan harus disertai serangkaian uji lainnya untuk mendukung hasil diagnosis.
Sumber:
Damoiseaux JGMC, Tervaert JWC. 2005. From ANA to ENA: how to proceed?. J Autoimmune Reviews. 5(2006): 10-17.
Marrack P, Kappler J, Kotzin BL. 2001. Autoimmune disease: why and where it occurs. Nature Medicine. 7(8): 899-905.
Solomon DH, Kavanaugh AJ, Schur PH. 2002. Evidence-based guidelines for the use of immunologic tests: antinuclear antibody testing. J Arthritis & Rheumatism. 47(4): 434-444.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H