Mohon tunggu...
nadiatun nabila
nadiatun nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswi

hobi membaca dan menulis puisi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Penurunan Angka Pernikahan Di Indonesia: Menyusutnya Tradisi Di Era Modern

7 Januari 2025   18:26 Diperbarui: 7 Januari 2025   18:26 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
WhatsApp Image 2025-01-07 at 18.06.24.jpeg

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menyaksikan tren yang mencolok: penurunan angka pernikahan. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah pernikahan di Indonesia menurun hingga 2 juta. Pada tahun 2018 sebanyak 2 juta lalu menurun pada tahun-tahun berikuntnya sampai pada 2023 yang ber jumlah 1.577.255. Fenomena ini tidak hanya mencerminkan perubahan dalam perilaku sosial, tetapi juga menunjukkan pergeseran nilai-nilai budaya yang telah lama mengakar. Mengapa hal ini bisa mengorbankan nilai-nilai kebudayaan pernikahan? Dalam konteks ini, saya beranggapan bahwa pernikahan merupakan institusi sosial yang memiliki akar budaya di berbagai Masyarakat seluruh dunia termasuk Indonesia.

Dasar pernikahan sebagai budaya ini dapat dilihat dari berbagai aspek penting yang mencakup nilai-nilai, tradisi dan norma yang mengatur hubungan antar individu dalam konterks pernikahan. Seperti dalam moral dan nilai- nilai sosial, Pernikahan sering kali dianggap sebagai fondasi dari struktur keluarga dan Masyarakat. Dalam banyak budaya, pernikahan tidak hanya melibatkan dua individu melainkan, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai sosial seperti komitmen, tanggung jawab, dan saling menghormati.

Nah dalam kasus ini saya akan membahas beberapa faktor yang menurut saya berkontribusi dalam penurunan angka pernikahan di indonesia, serta implementasinya terhadap tradisi dan Masyarakat:

1. Faktor pengaruh penurunan angka pernikahan.

 

a. Perubahan Sosial dan Ekonomi

 

Salah satu faktor utama yang menyebabkan penurunan angka pernikahan adalah perubahan sosial dan ekonomi. Generasi muda saat ini lebih memilih untuk fokus pada pendidikan dan karier sebelum memutuskan untuk menikah. Dengan meningkatnya akses ke pendidikan, terutama bagi perempuan, banyak yang memilih untuk melanjutkan studi hingga tingkat yang lebih tinggi. Menurut laporan BPS, partisipasi perempuan dalam pendidikan tinggi meningkat secara signifikan, yang berimplikasi pada penundaan pernikahan. Banyak individu merasa bahwa mereka perlu mencapai stabilitas finansial dan profesional sebelum memasuki kehidupan pernikahan.

Hal ini juga terkait dengan meningkatnya biaya hidup dan kebutuhan ekonomi yang semakin kompleks. Di kota-kota besar seperti Jakarta, biaya untuk menikah dan membangun sebuah keluarga semakin tinggi. Dari biaya pernikahan yang bisa mencapai ratusan juta hingga kebutuhan akan tempat tinggal dan pendidikan anak, banyak pasangan muda yang merasa tertekan untuk menunda pernikahan hingga kondisi ekonomi mereka lebih baik.

b. Pengaruh Teknologi dan Media Sosial

 

Pengaruh teknologi dan media sosial juga tidak bisa diabaikan dalam konteks penurunan angka pernikahan. Generasi muda saat ini lebih sering berinteraksi melalui platform digital, yang mengubah cara mereka menjalin hubungan. Dengan adanya aplikasi kencan dan media sosial, banyak orang lebih memilih untuk menjalin hubungan secara daring. Namun, hubungan yang dibangun melalui media sosial sering kali tidak berujung pada pernikahan. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang dibangun secara daring cenderung lebih tidak stabil dan kurang komitmen dibandingkan dengan hubungan yang dibangun secara langsung.

Fenomena ini juga berkaitan dengan adanya pilihan yang lebih banyak. Dengan mudahnya mengakses berbagai profil dan pilihan pasangan secara online, sering kali individu merasa bahwa mereka dapat menemukan "yang lebih baik" dan, akibatnya, menunda keputusan untuk menikah. Dalam banyak kasus, hubungan jangka panjang yang tidak berujung pada pernikahan menjadi hal yang umum, yang selanjutnya mengurangi angka pernikahan secara keseluruhan.

c. Perubahan Nilai dan Norma

 

Sosial Selain faktor-faktor di atas, perubahan nilai dan norma sosial juga berperan penting dalam penurunan angka pernikahan. Di era modern ini, banyak orang yang mulai mempertanyakan institusi pernikahan dan nilai-nilai yang menyertainya. Banyak yang beranggapan bahwa pernikahan bukanlah satu-satunya cara untuk membangun hubungan yang sehat dan bahagia. Dengan meningkatnya kesadaran akan hak-hak individu dan pilihan hidup, semakin banyak orang yang memilih untuk hidup bersama tanpa menikah atau memilih untuk tidak menikah sama sekali.

Perubahan ini juga terlihat dalam cara pandang masyarakat terhadap perceraian. Dengan semakin terbukanya masyarakat terhadap isu-isu perceraian, banyak individu yang lebih memilih untuk tidak menikah ketimbang menghadapi kemungkinan perceraian yang dapat menimbulkan stigma sosial. Penurunan angka pernikahan ini mencerminkan bahwa masyarakat mulai menganggap hubungan yang tidak terikat secara resmi sebagai pilihan yang sah dan diterima.

2. Implikasi Terhadap Tradisi dan Budaya

 

a. Dampak pada Tradisi Pernikahan

 

Penurunan angka pernikahan ini membawa dampak yang signifikan terhadap tradisi dan budaya di Indonesia. Tradisi pernikahan yang kaya dan beragam, yang biasanya melibatkan ritual dan upacara yang megah, mulai kehilangan tempatnya. Banyak generasi muda yang merasa bahwa pernikahan adalah sesuatu yang tidak lagi relevan dengan gaya hidup mereka. Hal ini dapat menyebabkan hilangnya warisan budaya yang telah ada selama berabad-abad.

Dalam banyak budaya di Indonesia, pernikahan bukan hanya sekadar ikatan antara dua individu, tetapi juga melibatkan keluarga dan komunitas. Dengan menurunnya angka pernikahan, ada risiko bahwa nilai-nilai yang terkait dengan kebersamaan, solidaritas, dan dukungan komunitas akan mulai memudar. Ritual-ritual yang dulunya menjadi bagian penting dari kehidupan sosial, seperti pernikahan adat, mungkin akan semakin jarang dilakukan.

b. Perubahan Struktur Keluarga

Lebih jauh lagi, penurunan angka pernikahan dapat mempengaruhi struktur keluarga di Indonesia. Dengan semakin sedikitnya pasangan yang menikah, kita mungkin akan melihat peningkatan jumlah keluarga yang tidak terikat secara resmi, yang dapat berimplikasi pada stabilitas sosial dan ekonomi. Keluarga yang tidak terikat secara hukum sering kali menghadapi tantangan dalam hal hak dan perlindungan hukum, terutama dalam hal warisan dan tanggung jawab anak.

Anak-anak yang lahir dari hubungan yang tidak terikat secara resmi mungkin akan menghadapi stigma sosial dan kurangnya dukungan dari sistem hukum. Hal ini dapat menyebabkan masalah dalam pengasuhan dan pendidikan anak, serta meningkatkan risiko kemiskinan di kalangan keluarga-keluarga tersebut. Dalam jangka panjang, ini dapat berdampak pada perkembangan sosial dan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

c. Tantangan bagi Kebijakan Publik

 

Penurunan angka pernikahan juga menimbulkan tantangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan publik. Dengan semakin banyaknya individu yang memilih untuk tidak menikah, ada kebutuhan untuk menyesuaikan layanan sosial dan dukungan yang diberikan kepada keluarga. Pemerintah harus mempertimbangkan untuk menyediakan dukungan yang lebih besar bagi individu yang hidup dalam hubungan tidak resmi, termasuk dalam hal perlindungan hukum dan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan.

Closing statement terahir dari saya, bahwa dalam konteks ini menurut saya sangat penting untuk menyeimbangkan antara menghormati tradisi dan menerima perubahan yang dibawa oleh era modern. Masyarakat perlu menciptakan ruang untuk dialog tentang pernikahan yang tidak hanya berfokus pada angka, tetapi juga pada kualitas hubungan antar individu. Dengan cara ini, kita dapat menemukan jalan tengah yang menghargai warisan budaya sambil tetap membuka diri terhadap ide-ide baru yang lebih sesuai dengan zaman kita.Secara keseluruhan, penurunan angka pernikahan di Indonesia mencerminkan perubahan yang kompleks dan multidemensional. Ini adalah panggilan untuk kita semua agar lebih peka terhadap dinamika sosial di sekitar kita dan berani untuk beradaptasi tanpa kehilangan jati diri budaya kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun