Mohon tunggu...
Nadia Safira Putri
Nadia Safira Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Music

Perilaku Fanatisme Penggemar Girlband JKT 48

5 Januari 2024   21:27 Diperbarui: 7 Januari 2024   09:19 5821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musik. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Industri permusikan di Indonesia ikut berkembang dengan seiringnya perkembangan teknologi. Macam-macam genre musik memiliki peminatnya masing-masing dan memiliki cara tersendiri untuk menikmatinya. Berbekal internet penikmat musik dapat menonton dan mendengarkan musik yang mereka sukai, selain itu informasi mengenai musik pun dapat diakses melalui internet. Mendengarkan musik dapat menjadi alternatif untuk mengurangi stres dan penambah semangat (moodbooster). Ketertarikan peminat terhadap musik tak hanya menciptakan kepopuleran bagi penyanyi atau grup musik, tetapi dapat melahirkan budaya fanatisme yang meningkat pesat. Salah satu contoh budaya fanatisme terjadi pada penggemar girlband JKT 48 di Indonesia. Perilaku fanatisme penggemar girlband JKT 48 menggambarkan antusiasme terhadap musik membuat hubungan yang kompleks antara seni pertunjukan, identitas, dan kehidupan sehari-hari dalam konteks budaya populer. Fenomena ini juga memperlihatkan bahwa pertunjukan seni musik memiliki peranan yang tak hanya menyenangkan, tetapi juga menceritakan sisi emosional dan kultural dari masyarakat.

 JKT 48 merupakan sebuah girlband yang bergenre musik idola, mengadaptasi konsep girlband asal jepang lalu diinterpretasikan dalam budaya Indonesia, grup ini pertama kali dibentuk pada tahun 2011 dan memiliki anggota yang berasal dari berbagai kota di Indonesia. JKT 48 sebagai girlband yang mengusung konsep idola di Indonesia, berhasil menciptakan basis penggemar yang besar dan beragam. Selama perjalanannya, JKT 48 bukan hanya sebuah grup musik, tetapi juga fenomena budaya populer yang menciptakan penggemar dengan dedikasi yang tinggi yang merujuk ke arah fanatisme.  Di balik kecintaan yang tulus terhadap musik dan performa mereka, muncul perilaku fanatisme yang kadang-kadang dapat menjadi kontroversial. Fanatisme ini mencakup berbagai aspek, mulai dari pembentukan kelompok penggemar yang sangat terorganisir, ekspresi kecintaan yang intens melalui media sosial, hingga kontroversi terkait kompetisi di antara grup musik sejenis. Perlu diingat bahwa fanatisme penggemar bukanlah sebuah fenomena baru dalam dunia hiburan. Namun dalam konteks penggemar girlband JKT 48, fanatisme muncul sebagai manifestasi dari perubahan interaksi sosial dalam era digital. Media sosial menjadi alat utama bagi para penggemar untuk mengekspresikan dedikasi mereka, namun seringkali juga menjadi wadah untuk konflik antar kelompok penggemar yang bersaing. Fanatisme yang terjadi pada penggemar JKT 48 telah mengubah perilaku dan kebiasaan mereka pada kehidupan sehari-hari, contohnya seorang mahasiswa di Yogyakarta yang sangat mengidolakan Freya salah satu member JKT 48, mengharuskan dirinya untuk tidur bersama foto sang idol dikarenakan kefanatikannya.

Fanatisme penggemar girlband JKT 48 sudah menjadi bagian integral dari budaya populer. Budaya populer tak hanya mencerminkan tren dan gaya hidup, tetapi juga menjadi wadah untuk ekspresi identitas dan komunitas. Dilansir dari Kumparan News, penggemar fanatik JKT 48 yang disebut Wota cenderung berjenis kelamin pria. Kefanatikan dari penggemar JKT 48 membuat perilaku agresif yang terjadi saat adanya kontak dengan JKT 48. Misalnya saat konser offline, penggemarnya akan meneriakan chant mix (yel-yel) dengan gerakan yang agresif seperti gerakan memukul ke arah bawah. Menurut John Fiske (1992) para penggemar yang meneriakan sorakan kepada tim kebanggaannya bukan hanya untuk mendukung mereka, akan tetapi juga turut merasakan apa yang terjadi dalam sebuah permainan tersebut. Penggemar JKT 48 tak hanya mendukung musik dan pertunjukannya saja, mereka juga membentuk kelompok-kelompok sosial yang isinya orang-orang dengan minat yang sama. Dengan adanya kelompok sosial mereka dapat membagikan dan mendapatkan informasi yang terkait dengan JKT 48.

Fenomena budaya populer dari girlband JKT 48 dapat menimbulkan perilaku fanatisme yang memiliki dampak negatif bagi penggemarnya. Seperti gangguan perilaku yang mengorientasikan keputusan individu kepada keputusan grup girlband JKT 48, fanatisme penggemar JKT 48 dapat menimbulkan fenomena penggemar untuk mengikuti kebijakan girlband JKT 48 dan menganggap bahwa keputusan tersebut benar. Hal ini dapat mengakibatkan penggemar untuk mengambil tindakan yang tidak seimbang dan dapat merugikan dirinya sendiri. Perilaku fanatisme penggemar Girlband JKT48 mencerminkan bagaimana budaya pop dapat menjadi kekuatan sosial yang memengaruhi identitas individu dan kolektif. Seiring dengan meningkatnya interaksi online, konsep keidolaan semakin mengakar dalam kehidupan sehari-hari, memperkuat identifikasi diri para penggemar dengan grup musik idola mereka.

Sikap fanatisme akan mengubah perilaku seseorang dalam kehidupan sehari-harinya, serta dapat menimbulkan kecacatan identitas seseorang. Orang yang fanatik pada suatu subjek cenderung ingin mengikuti gaya ataupun kebiasaan dari subjek tersebut. Pada kasus JKT 48 sikap fanatisme dapat menjadi sebuah masalah dikehidupan sosial jika penggemar JKT 48 terlampau batas mengikuti gaya atau kebiasaan dari idolanya. Cacat identitas dapat terjadi pada  penggemar JKT 48 yang isinya cenderung pria, rasa fanatisme terhadap sang idol dapat menimbulkan pemikiran-pemikiran yang tidak sesuai kaidahnya. Misalnya penggemar JKT 48 yang berjenis kelamin pria menjadi feminim atau berperilaku tidak sesuai norma dikarenakan melihat idolanya yang berpenampilan anggun dan feminim. Menurut Marimaa (2011) penggemar yang memiliki paham fanatsime cenderung mengaitkan dirinya dengan idolanya. Peristiwa tersebut dapat menjadi faktor pendorong bahwa sikap fanatisme dapat menimbulkan kecacatan identitas seseorang. Perubahan kultur pun dapat terjadi kepada para penggemar JKT 48, karena konsep dari girlband JKT 48 ini mengadopsi dari konsep girlband AKB 48 yang merupakan girlband asal Jepang. JKT 48 tidak hanya menjadi fenomena musik, tetapi juga memainkan peran penting dalam membentuk budaya populer di Indonesia, menciptakan ikon dan pengalaman yang tidak hanya dinikmati oleh para penggemar, tetapi juga memengaruhi dinamika budaya populer di tingkat nasional.

Menghadapi perilaku fanatisme penggemar girlband JKT 48 sebagai bagian dari budaya populer filterisasi perlu dilakukan agar menyaring budaya luar yang tidak sejalan dengan budaya yang ada di Indonesia, serta memerlukan pendekatan yang cermat untuk menjaga keseimbangan antara antusiasme positif dan potensi dampak negatif. Salah satu pendekatan dengan langkah-langkah proaktif agar terciptanya penggemar yang positif dan mencegah terjadinya potensi konflik yaitu mengintegrasikan pendidikan agar terciptanya penggemar yang teredukasi, manajemen komunitas mengusung nilai-nilai positif, dan kolaborasi antar kelompok penggemar dapat membantu menciptakan budaya populer yang lebih seimbang, positif, dan ramah masyarakat. Dengan pendekatan ini, dapat diharapkan bahwa fenomena ini tidak hanya memenuhi kebutuhan hiburan, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakat secara luas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun