Kontrak Sosial
Dalam buku ini, rousseau berusaha menjawab pertanyaan dalam bidang filsafat politik yakni tentang keabsahaan dan kekuasaan. Dalam kenyataan nya sekelompok orang memerintah orang lain untuk mematuhi perintahnya yang dianggap oleh masyarakat sebagai penguasa dan telah melakukan tindakan yang semena-mena. Sesungguhnya jika di tinjau dari sudut hokum atas dasar hak yang mana otoritas para pemimpin dilaksanakan, dan kewajiban apa yang menjadi dasar kepatuhan sipil tunduk kepada penguasa. Pada zaman roussea, tuhan dianggap sumber kekuasaan dan kepatuhan sipil adalah kewajiban bagi umat kresten, Masyarakat mempercayai pikiran agama, sebagai dasar yang kuat untuk menentukan kebijakan system, seluruh penguasa dianggap oleh rakyat mendapatkan kekuasaan dari tuhan sehingga rakyat menjadikan raja atau penguasa wakil tuhan di dunia dan segala keputusan nya tidak dapat di ganggu gugat oleh rakyat karena rakyat telah menyerahkan kepercayaannya kepada raja.
Dengan demikian perkembangan pemikiran dan pengetahuan manusia dengan kemajuan ilmu dan teknologi bertambah pula kekuasaan rakyat banyak di luar gereja dan feodalisme, dengan berkembangnya pemikiran itu rakyat semakin mempertanyakan dan mempersoalkan tentang pengetahuan raja, dengan melihat perkembangan rakyat raja mulai menyusun perwakilan golongan rakyat sebagai penasihat ata pembantu raja dalam ppemerintahannya, yang berasal dari golongan bangsawan, wakil geraja dan wakil rakyat biasa.
Pemikiran – pemikiran pada abad ke – 16 , ke – 17 dan ke – 18, merupakan abad dimana pemikiran – pemikiran itu bermunculan dan berkembang, tidak banyak orang menganggab pada zaman itu pada zaman pencerahan, didahului oleh, Grotius (1583 – 1646), Pufendorf (1632 – 1694), Hobes (1588 – 1679) dan Locke (1632 – 1704). Mengakui bahwa rakyat mengikat diri untuk mematuhi yang berkuasa untuk mendapatkan keamanan dan kesejahteraan yang diberikan oleh penguasa dengan tidak mempunyai hak yang absolut, pada Hobes kontrak itu agak lebih. Dalam pemandangan bahwa masyarakat manusia mulanya bersifat “ Bellum Omnium contra Omnes” yaitu peperangan segala lawan yang tidak dapat ditahankan maka orang – orang dalam Negara membuat kontark sesamanya untuk tunduk dan patuh kepada penguasa demikian dapat perlindungan kemungkinan kehidupan yang manusiawi.
Du Contrat Social Rousseau menentukan bahwa perjanjian atau kontark itu berlaku bersama dengan seluruh masyarakat yang tiap tiap individu adalah anggotanya yang sederajat, sehingga dengan demikian suara, pikiran dan keputusan seluruh kelompok masyarakat itu adalah suara, pikiran dan keputusan individu dalam masyaraka tanpa terkecuali.
Seperti kita ketahui perjuangan yang memuncak dalam Du Contrat Social itu terutama mengenai hak dan kewajiban politik yang dalam system teori – teori termasuk nilai kuasa , disisi itu terdapat nilai - nilai lain dan yang terpenting diantaranya ialah nilai ekonomi yang merupakan dasar yang pertama hidup manusia daripadanya berkembang individualism dan kapitalisme yang memeras rakyat banyak , maka bangkitlah gerakan sosialisme di Perancis seperti Saint simon (1760-1825), Fourier (1772-1835) , Prodon (1809-1845), gerakan sosialis itu memuncak dalam sosialisme Marx dan engels yang kemudian menjadi gerakan komunisme, yang menggemukan kekuasan kaum prolettar dibawah pimpinan Lenin Di rusia, seperti kita tahu dewasa ini komunisme dibawah Gorbachev mengalami krisis pula dan rupanya akan mendekat kepada cita – cita Walfare State yang liberal.
Sementara itu jelas, bahwa dalam revolusi perancis, adan demikian juga dalam filsafat kontark social rousseau, pikiran dan tanggung jawab, masih berputar sekitar kelompok manusiayang terpecah pecah dalam Negara Negara . apalagi rousseau pada permulaan buku contrat social berkata, bahwa manusia itu lahir bebas, tetapi diman mana ia terbelenggu maka jelaslah, bahwa terbelenggu itu adalah belenggu politik dalam Negara satu kesatuan.
Ringkasan
Sumbangan pemikiran-pemikiran Hobbes, Locke dan Rousseau di atas bisa membantu analisis terhadap kehidupan dan perilaku politik, baik pihak pemerintah maupun pihak rakyat yang diperintah. Dalam praktik kehidupan perilaku politik, masing-masing sumbangan pemikiran itu sering mewarnai kehidupan dan perilaku politik.
Amerika Serikat, misalnya, walaupun secara tegas mengoper teori kontrak sosial dari Locke, akan tetapi tidak jarang praktik-praktik politik pemerintahnya diwarnai oleh teori kontrak sosial dari Hobbes dan Rousseau. Teori Hobbes yang mengandung dasar-dasar teori kekuasaan prerogatif, paling tidak telah mewarnai tindakan-tindakan Presiden Abraham Lincoln, Woodrow Wilson, Franklin Delano Roosevelt, dan Richard Nixon.
Lincoln, Wilson dan Roosevelt bahkan berhasil menikmati praktik-praktik politik yang lebih dekat dengan teori Hobbes daripada teori Locke karena keadaan darurat (Perang Saudara, Perang Dunia I, dan Perang Dunia II) memang memberi peluang “Leviathan memanfaatkan hak prerogatifnya.” Nixon, sebaliknya, harus kalah karena ia memamerkan praksis teori Hobbes pada saat masyarakat sedang menggandrungi praksis teori Rousseau. [Basis Susilo, “The Constitutional Role of the US President in Foreign Policy,” makalah 1985, tidak diterbitkan.]
Walaupun teori kontrak sosial mendasari pemikiran politik suatu masyarakat, akan tetapi dinamika kehidupan dan perilaku masing-masing harus dibedakan apakah yang mewarnai Hobbes, Locke atau Rousseau. Apabila yang lebih mewarnai adalah Hobbes, maka kehidupan dan praktik perilaku politik rakyat hanya ditandai dengan kewajiban untuk taat dan tunduk pada penguasa, sementara penguasa akan merasa leluasa untuk bertindak tanpa memperhatikan aspirasi dan tuntutan politik dari rakyatnya.
Apabila yang lebih mewarnai adalah teori kontrak sosial dari Locke, maka kehidupan dan perilaku politik masyarakat tentu mengandung ciri-ciri tertentu, seperti pemerintah berhati-hati dalam melakukan tugas-tugasnya, parlemen amat vokal dalam mengontrol dan berperan dalam politik, dan masyarakat tidak segan-segan untuk melakukan kritik-kritik.
Upaya untuk memahami dan menjelaskan kehidupan dan perilaku politik atau kebudayaan politik suatu entitas tertentu dapat menggunakan pola-pola pemikiran politik untuk dijadikan salah satu pokok analisis. Konsep-konsep dasar tentang sumber kewenangan dan pengoperasian yang mana yang berada di benak suatu masyarakat, atau yang “mengalir di dalam darah” masyarakat itu? Apakah teori kontrak sosial, atau bukan? Apabila teori kontrak sosial, yang mana? Dari Hobbes, Locke, Rousseau, Hume, atau lainnya?
Pemanfaatan analisis tentang bekerjanya teori-teori tentang asal negara dan sumber kewenangan untuk menjelaskan kehidupan, perilaku, atau kebudayaan politik sampai saat ini belum dikembangkan. Barangkali, ada kesulitan untuk mengukur bekerjanya teori-teori asal-mula negara dan sumber kewenangan di dalam suatu masyarakat, karena sifatnya yang amat abstrak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H