Sebagai bagian dari tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan, saya berkesempatan melakukan observasi di SMA Soebono Mantofani. Tugas ini bertujuan untuk memahami lebih dalam bagaimana konsep diri siswa terbentuk dan bagaimana pengalaman mereka di sekolah memengaruhi cara mereka memandang diri sendiri. Dalam kesempatan ini, saya mewawancarai Jasmine, seorang siswi kelas 12 IPA, yang berbagi banyak wawasan menarik tentang perjalanan konsep dirinya.
Konsep Diri Positif: Menumbuhkan Kepercayaan Diri di Lingkungan Sekolah
Jasmine menggambarkan bahwa pengalamannya selama di SMA Soebono Mantofani sangat positif. "Pengalaman aku di sini bagus-bagus saja, bikin aku jadi lebih percaya diri dan berani untuk all-out di sekolah," ungkap Jasmine dengan antusias. Lingkungan sekolah yang mendukung, teman-teman yang akrab, serta guru yang inspiratif menjadi faktor penting dalam membantu Jasmine membangun kepercayaan diri.
Namun, Jasmine juga menyebutkan bahwa penilaian dari orang lain, termasuk guru, teman, dan orang tua, kadang bisa berdampak negatif. Misalnya, ketika ia mendapat kritik terkait nilai pelajaran seperti fisika, Jasmine melihatnya sebagai motivasi untuk belajar lebih baik. "Aku jadi harus lebih improve lagi, biar enggak dapat komentar negatif," katanya.
Konsep Diri Negatif: Pengaruh Pengalaman Masa Kecil dan Lingkungan
Saat ditanya apakah pengalaman masa kecil yang kurang mendukung dapat menyebabkan konsep diri negatif, Jasmine setuju. "Masa lalu itu membentuk karakter kita di masa depan. Kalau masa kecilnya kurang mendukung, itu bisa bikin seseorang jadi punya konsep diri negatif," jelasnya.
Jasmine mendeskripsikan konsep diri negatif sebagai cara memandang diri secara rendah, pesimis, dan sering merasa tidak mampu. Dalam perjalanan pendidikannya, ia mengakui ada kritik yang memengaruhi rasa percaya dirinya. Namun, ia selalu berusaha untuk melihat kritik itu sebagai saran membangun.
Strategi Membangun Kepercayaan Diri
Jasmine berbagi caranya menjaga dan meningkatkan rasa percaya diri, yaitu melalui afirmasi positif kepada diri sendiri dan tidak terlalu mempedulikan komentar negatif dari orang lain. "Ambil aja yang positif, terus percaya sama diri sendiri," ujarnya. Selain itu, Jasmine merasa peran keluarga, terutama orang tua, turut memengaruhi konsep dirinya.
Namun, Jasmine mengingat ada kalanya hobi dan minatnya kurang mendapat dukungan penuh. "Aku suka gambar, tapi pernah dibilang jangan terlalu fokus ke gambar karena dianggap prospeknya kurang. Itu sempat bikin aku sedih, tapi sekarang aku tetap lanjut gambar karena aku suka," cerita Jasmine.
Pentingnya Penerimaan Sosial di Sekolah
Bagi Jasmine, diterima oleh teman-temannya di sekolah adalah hal yang penting. Ia merasa aman dan nyaman berbicara di depan kelas karena sudah mengenal baik lingkungan dan teman-temannya. Namun, ia juga mengakui bahwa jika teman-temannya tidak menyukainya, hal itu akan memengaruhi pikirannya.
Ketika menghadapi masalah dengan teman atau guru, Jasmine mencoba menyelesaikannya sendiri. Ia menyadari pentingnya menyeimbangkan waktu antara belajar, hobi, dan bersosialisasi untuk menjaga kesehatan mental dan hubungannya dengan orang lain.
Kesimpulan: Menemukan Diri di Tengah Lingkungan Sekolah yang Mendukung
Pengalaman Jasmine memberikan gambaran nyata bagaimana konsep diri siswa terbentuk melalui pengalaman sehari-hari, baik dari lingkungan sekolah, keluarga, maupun teman-teman. Pengaruh lingkungan yang mendukung dan kritik yang membangun dapat membantu siswa mengembangkan rasa percaya diri dan memandang diri secara positif.
Melalui wawancara ini, saya peneliti belajar bahwa membangun konsep diri adalah proses yang melibatkan berbagai faktor, mulai dari pengalaman masa kecil hingga interaksi sosial sehari-hari. Dengan adanya bimbingan dan dukungan dari orang-orang di sekitar, siswa seperti Jasmine dapat mengatasi tantangan dan berkembang menjadi pribadi yang percaya diri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H