Dalam beberapa tahun terakhir, isu kesetaran gender atau gender equality menjadi perhatian utama. Banyak orang mulai menyadari bahwa kesetaraan hak dan perlakuan antara laki-laki dan Perempuan penting untuk diwujudkan. Namun, ditengah-tengah perdebatan ini, kadang-kadang terjadi ketidakadilan terhadap kelompok LGBT.
LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender) adalah fenomena global yang telah menjadi perbincangan dalam beberapa dekade terakhir. Dalam kajian hak asasi manusia di Indonesia (Putri, 2022), LGBT terdiri dari kelompok wanita yang secara fisik, emosional, dan/atau spiritual merasa tertarik dengan wanita lain (lesbi), kelompok laki-laki yang merasa tertarik dengan laki-laki (gay), kelompok yang merasa tertarik dengan kedua jenis kelamin (biseksual), dan kelompok yang merasa tidak nyaman dengan jenis kelamin biologisnya dan ingin mengubahnya (transgender).
Pelaku LGBT adalah orang-orang yang memiliki orientasi seksual atau identitas gender yang berbeda dari standar heteroseksual yang dianggap umum. Pelaku LGBT seringkali mengalami diskriminasi gender dan seksual. Sebagai contoh mereka sering kali dianggap tidak memenuhi standar maskulinitas atau feminitas yang diharapkan oleh masyarakat.
Diskriminasi yang mereka alami seringkali menyebabkan mereka menjadi sasaran pelecehan dan kekerasan. Pelaku LGBT seringkali merasa terisolasi dan kesepian karena sulit diterima oleh masyarakat sekitar. Hal ini dapat mempengaruhi Kesehatan mental mereka dan memicu masalah seperti depresi, kecemasan, bahkan bunuh diri.
Dalam perspektif psikologis dan teologis, perilaku LGBT masih menjadi perdebatan di kalangan ahli fikih (Mukhid, 2018). Namun, sebagai pendidik harus memahami konsep bahwa seorang siswa memiliki hak yang sama tanpa diskriminasi apapun, termasuk siswa LGBT. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi semua siswa.
Namun, dari perspektif gender equality, LGBT memiliki posisi yang penting dalam memperjuangkan kesetaraan gender (Tri et al., 2021). LGBT juga memiliki hak yang sama dengan heteroseksual dalam mendapatkan perlindungan hukum dan hak asasi manusia. Dalam pemberitaan media, penelitian menunjukkan bahwa representasi LGBT masih kurang dan seringkali terjadi diskriminasi dalam pemberitaan.
Pelaku LGBT juga berjuang untuk mendapatkan hak yang sama dengan orang lain. Mereka menginginkan hak untuk menikah, mengadopsi anak, dan mendapatkan perlindungan dari diskriminasi. Namun, banyak negara yang masih belum memberikan hak ini kepada mereka, salah staunya Indonesia.
Faktor penyebab masalah diskriminasi dan pelecehan yang dialami oleh pelaku LGBT adalah pandangan masyarakat yang masih belum memahami dan menerima perbedaan orientasi seksual dan identitas gender. Selain itu, tidak adanya dukungan dari pemerintah dan lembaga yang berwenang dalam melindungi hak-hak pelaku.
Solusi yang mungkin dapat mengatasi masalah ini adalah dengan meningkatkan kesadaran dan edukasi masyarakat tentang isu-isu LGBT. Diperlukan Upaya untuk mengubah pandangan masyarakat yang masih diskriminatif terhadap pelaku LGBT dengan memberikan informasi yang benar dan akurat tentang orientasi seksual dan identitas gender. Selain itu, pemerintah dan lembaga yang berwenang harus memberikan perlindungan dan hak-hak pelaku yang masih melekat pada mereka. Tindakan ini akan membawa kita pada Masyarakat yang lebih inklusif dan adil bagi semua orang.
Pada akhirnya, posisi pelaku LGBT pada gender equality adalah bergantung pada bagaimana masyarakat dan pemerintah memandang hak mereka. Jika hak mereka diakui dan dihormati, maka mereka akan dapat berkontribusi pada perjuangan kesetaraan gender.