Mengingat kerugian negara yang dikemukakan oleh Direktur Pelaksana Bank Dunia, Sri Mulyani, pada sektor maritim yang mencapai USD 20 milliar, Indonesia terus melakukan upaya untuk menyelamatkan wilayah maritim Indonesia dari ancaman domestik maupun internasional (Solopos, 2015).
Dengan adanya Pasal 69 UU No. 45/2009 tentang Perikanan, Indonesia mempunyai payung hukum yang kokoh untuk mengambil tindakan terhadap kapal-kapal asing yang melakukan illegal fishing dan perilaku anomali di wilayah Kedaulatan RI. Dan mengapa tidak? Dilihat dari rekam jejak negara-negara tetangga yang tak sungkan menenggelamkan ataupun membakar kapal nelayan asal Indonesia apabila melewati batas perairan tanpa izin.
Seperti contoh, nasib menyedihkan dialami oleh 10 nelayan asal Merauke saat mencari teripang namun tanpa sadarnya telah berada tepat di perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Tanpa peringatan lebih lanjut, kapal nelayan tersebut pun dibakar, dan para awak kapal nelayan dipaksa berenang ditengah lautan menuju daratan dan sudah siap ditahan oleh Tentara Papua Nugini.
Source:Â http://www.batasnegeri.com/kapal-kapal-nelayan-indonesia-yang-dibakar-negara-tetangga/
Pada tahun 2014, Angkatan Laut Australia memusnahkan tiga kapal nelayan Indonesia berdasarkan penilaian bahwa kapal-kapal tersebut tidak layak berlayar dan dianggap mengancam lingkungan. Adapun nelayan Indonesia yang ditembak mati oleh polisi Malaysia karena dugaan melanggar kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (Muhammad, 2014).Â
Tidaklah asing kita mengetahui bahwa nelayan Indonesia kerap berlayar secara sederhana. Berlayar mencari ikan dengan kapal seadanya tanpa alat-alat canggih selain jaring penangkap ikan dan pengalaman serta naluri yang dimiliki. Namun dengan demikian, keadilan bersifat buta. Pedoman itulah yang patut dicontoh oleh negara bahari terbesar di dunia seperti Indonesia. Indonesia pun membutuhkan sebuah sistem keamanan guna menjamin keselamatan para nelayannya.
Dengan kewajiban internasional yang ditetapkan oleh International Maritime Organization, segala jenis kapal mulai dari kapal penangkap ikan hingga kapal tanker pun diwajibkan untuk menggunakan alat pengaman Automatic Identification System (AIS). Terdapat dua tipe AIS yang beredar di pasaran, AIS Class A dan Class B. Berbeda dengan AIS Class A yang menggunakan teknologi satelit, AIS Class B menggunakan sistem terestrial yang dapat mendeteksi kapal sejauh 50 nautical mile (nm). AIS Class B dibuat dengan mengutamakan kemampuan para nelayan, baik dari segi teknis maupun ekonomi.
Dengan adanya AIS Class B, kini para nelayan diseluruh Indonesia dapat mengamankan tidak hanya kapal mereka, namun juga diri mereka sendiri. Alat pengaman dengan tenaga sebesar 2.5 watt ini memungkinkan para nelayan untuk melakukan pemasangan tanpa khawatir bahwa alat tersebut melampaui kapasitas tenaga listrik kapal. Kemajuan teknologi dengan pasaran harga yang ekonomis memungkinkan para nelayan di Indonesia untuk terus berlayar dengan lebih aman oleh sistem yang terpercaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H