Mohon tunggu...
Nadia Maratus Solekhah
Nadia Maratus Solekhah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswi PGSD

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

How to Stop Being a People-Pleaser

4 November 2024   10:01 Diperbarui: 4 November 2024   10:07 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kita semua memiliki keinginan untuk disukai dan diterima. Meskipun kita mungkin berpura-pura tidak peduli dengan apa yang dipikirkan orang lain, namun rasanya tidak dapat disangkal ketika seseorang memuji kita, menertawakan lelucon kita, atau secara umum tampak menyetujui kita. Namun, terkadang kita bisa kecanduan dengan perasaan senang karena disukai. Ketika kecanduan tersebut mulai mendikte perilaku dan hubungan kita, kita dapat dengan mudah terjebak dalam perangkap untuk people-pleasing.

Menurut kamus Merriam-Webster, people-pleaser adalah;

Orang yang memiliki kebutuhan emosional untuk menyenangkan orang lain, sering kali dengan mengorbankan kebutuhan atau keinginannya sendiri.

Ketika kita jatuh ke dalam perangkap sikap people-pleasing, baik di tempat kerja maupun dalam hubungan, kita berjuang untuk menegaskan keinginan dan kebutuhan kita, dan sering kali mengorbankan apa yang kita inginkan demi membahagiakan orang lain. Dengan demikian, sikap people-pleasing dapat menimbulkan rasa ketidakberdayaan dalam hubungan dan ketidakotentikan dalam perilaku kita sendiri. Diri yang kita tunjukkan kepada dunia bukanlah cerminan sejati dari diri kita yang sebenarnya dan apa yang kita inginkan. Terbukti, rasa bersalah dan takut adalah alasan utama mengapa kita jatuh ke dalam perangkap untuk menyenangkan orang lain, terutama di tempat kerja ataupun di lingkup pertemanan.

Kemampuan untuk menolak, menolak atau langsung mengatakan 'tidak' adalah elemen penting untuk berhenti menjadi orang yang suka people-pleasing dalam suatu hubungan. Namun seringkali, mengatakan 'tidak' pada orang yang paling dekat dengan kita adalah hal yang paling sulit. Kita lebih suka merepotkan atau membuat diri kita sendiri stres daripada berpotensi mengganggu, mengecewakan, atau menyakiti orang yang kita cintai dan kita sayangi.

Berlatihlah untuk bersikap tegas dengan mengatakan 'tidak'. 'tidak' adalah kata yang kuat, dan harus digunakan dengan hati-hati dan penuh pertimbangan. Kenyataannya adalah ketika kita menolak seseorang, hal itu berdampak pada mereka, dan tentu saja pada hubungan kita. Namun, kemampuan untuk mengatakan 'tidak' juga merupakan tanda rasa hormat dan kesetaraan dalam suatu hubungan, terutama ketika 'tidak' digunakan untuk menunjukkan nilai-nilai pribadi dirimu.

Dalam sebuah penelitian ditemukan bahwa dalam sebuah hubungan  kemampuan untuk mengatakan 'tidak' dengan tegas berkorelasi dengan tingkat kepercayaan dan keintiman yang lebih tinggi. Jadi, ketika kita menghindari mengatakan tidak, atau menyembunyikan apa yang sebenarnya kita inginkan dan rasakan, kita sebenarnya sedang menciptakan penghalang dalam hubungan kita, dan bukannya membangun kepercayaan.

Ketika kita mulai membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai pribadi kita, dan bukan berdasarkan apa yang orang lain inginkan, kita membebaskan diri kita dari sikap menyenangkan orang lain. Hanya dengan begitu kita dapat mulai menjalani hidup yang terarah pada nilai dan otentik.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun