Mohon tunggu...
Nadia Istikomatuzzulfa
Nadia Istikomatuzzulfa Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Hai, aku Copywriter & SEO Content Writer yang ingin membagikan cuitan lepas.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Krisis Penghuni Kos Cuek dengan Kewajiban Ibadah Bersama

20 Mei 2024   19:13 Diperbarui: 20 Mei 2024   19:45 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dakwah memiliki pengertian secara umum yakni mengajak manusia untuk melakukan kebaikan. Tentu saja hal ini berlaku pada setiap tindakan yang merujuk pada sebuah ajakan sekalipun pada aktivitas sederhana. Sejak zaman dahulu kala dakwah selalu berkembang dan mengalami revolusi yang sangat signifikan. Dulunya, para pemuka agama hanya bisa menyiarkan syariat melalui pengajian, door to door, bahkan zaman Nabi Muhammad SAW awal menyebarkan islam dilakukan sembunyi-sembunyi. 

Akan tetapi, saat ini sudah sangat berbeda, dari berbagai platform social media, masyarakat dimudahkan dengan adanya hilirisasi informasi yang mudah sekali mencuat ke permukaan. Kita, bahkan bisa mencari berbagai data dan sumber seputar hukum di agama Islam tanpa perlu membuka buku. 

Ketidak-sahihan inilah yang membuat perspektif tiap orang berbeda-beda. Contohnya saja, ada yang mengatakan ziarah itu haram dilakukan. Namun, jika melihat dari mazhab lain tentu saja ziarah bagian yang diperbolehkan karena bukan kegiatan yang melenceng agama. Publik ketika membaca hukum hanya berdasarkan fenomena sosial, misalnya saat kondisi psikis merasa dibenarkan dengan berita maka akan dianut.

Tantangan seperti itu, kerap kali membuat kita tidak bisa memilah informasi yang benar dan yang salah.Pentingnya, komunikasi dengan orang lain secara langsung dapat menimbulkan berbagai sudut pandang lain yang bisa kita pertimbangkan. Jadi, bukan hanya semata-mata karena internet yang dipercaya sebagai mesin pencari nomor satu.

Ada lagi, kasus yang bisa diambil baru-baru ini muncul berbagai aliran yang hanya menimbulkan perpecahan bahkan minim toleransi. Dalam agama kita, tidak ada satupun hal yang mengajarkan kebencian apalagi mengagungkan madzhab seseorang. Jika diperhatikan dari fenomena sosial banyak anak muda yang saat ini selalu acuh terhadap kemasyarakatan sehingga mereka mudah termakan hoax dan kurang mementingkan syariat yang benar. 

Zaman dahulu, sebelum gadget dan internet tercipta semua orang bersosialiasai, anak mengaji di masjid, remaja pergi ke pondok, orang tua melakukan pekerjaannya di ladang maupun sawah. Sehingga, intensitas untuk saling menyapa dan bertanya kabar semakin tinggi. Keuntungan dari bermasyarakat inilah yang menjadikan seseorang tidak mengabaikan apa yang penting dan tidak karena selalu di awasi moral dan adat secara langsung. 

Apabila melanggarnya, bisa mendapat teguran langsung seperti cemooh, hinaan, bahkan pengasingan dari masyarakat. Tetapi, dengan berkembangnya teknologi, sikap individualis kian memuncak. Banyak sekali anak muda sampai orang tua yang memilih menghabiskan waktu didepan layar tanpa mengingat waktu yang sudah dihabiskan. 

Bahaya dari anti sosial sendiri bisa menimbulkan stress, depresi, suka berpikir negatif, dan cenderung kesepian. Dimana seharusnya pada fase produktif banyak menghabiskan waktu dengan orang lain untuk memperluas relasi justru sebaliknya. Alhasil kita akan kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial. 

Secara fisik pun akan terlihat perbedaannya, orang yang suka berkumpul memiliki badan lebih bugar karena terpapar sinar matahari. Dilain hal, kita mudah menyelaraskan diri dengan kebudayaan dan norma yang berlaku. Karena orang yang penyendiri cenderung egois, ia tidak akan mendengarkan berbagai masukan baik. Bahkan, mungkin ia akan menganggapnya sebagai sindiran ketika dinasehati. 

Perbuatan-perbuatan seperti itu sebenarnya sekarang mudah sekali kita temui. Individualis tak terlepas karena kegemaran seseorang untuk mengurung dirinya jauh dari keramaian dan masyarakat. Segala peraturan tidak terlalu penting baginya, hanya dirinya dan dunianya yang di nomor satukan. 

Sebenarnya ada beragam cara untuk mengantisipasi kita jauh dari hal yang baik atau norma sosial yang telah ditegakkan demi kenyamanan bersama, Tapi, pada hakikatnya manusia akan selalu menuruti hawa nafsu terhadap apa yang dicintainya, termasuk dalam bermalas-malasan, menunda kegiatan, dan tidak patuh pada syariat agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun