Mohon tunggu...
Nadia Faiza Az Zahra
Nadia Faiza Az Zahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Universitas Negeri Semarang

Saat ini saya mahasiswi semester 2 jurusan Ekonomi dan Keuangan Islam di Universitas Negeri Semarang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dari Timur Tengah ke Dunia: Krisis Gaza Mengguncang Ekonomi Global

26 Mei 2024   23:46 Diperbarui: 26 Mei 2024   23:46 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Konflik di jalur Gaza telah menyebabkan banyak kematian dimulai sejak Oktober 2023. Akibat konflik terhadap ekonomi Palestina mencakup korban jiwa, kerusakan aset tetap, dan penurunan aliran produksi di seluruh Palestina. Sebagian masyarakat dunia menganggap bahwa konflik yang terjadi antara israel dan Palestina merupakan konflik agama. Namun konflik ini terjadi akibat adanya perebutan tanah di wilayah Palestina. Konflik terjadi karena orang Yahudi mendirikan Nasional Home mereka di Palestina, yang mereka anggap sebagai tanah yang dijanjikan, dan mereka percaya bahwa Yerusalem harus kembali. Menjadi ibu kota orang Yahudi dan mengembalikan hak-hak mereka yang telah tertindas. Kekalahan Turki Utsmani dalam perang menyebabkan Inggris memperoleh wilayah Palestina setelah menguasai nya cukup lama. Hal ini malah menguntungkan kaum Yahudi yang ingin Israel menjadi Nasional Home di Palestina. Deklarasi  Balfour terbukti memberikan jaminan kepada orang Yahudi bahwa mereka akan dapat memmbangun tanah air mereka sendiri di Palestina.

Krisis Gaza yang sedang berlangsung telah memiliki dampak signifikan yang melampaui wilayah sekitar dan berdampak pada ekonomi global. Konflik ini telah mengurangi aktivitas ekonomi, terutama di negara-negara yang memiliki hubungan ekonomi erat dengan Timur Tengah. Analisis ini melihat bagaimana Krisis Gaza berdampak pada banyak negara, dengan penekanan khusus pada dampak negatifnya terhadap perekonomian mereka. Agustin Carstens mengatakan bahwa konflik perang dapat meningkatkan kekhawatiran perekonomian global. Harga minyak mentah naik sebesar 4% pada perdagangan, dan instrumen seperti emas dan dolar AS juga naik di tengah memanasnya perang Israel-Palestina. Perang dapat mengakibatkan kenaikan harga energi, salah satunya minyak harga minyak dunia diperkirakan akan naik tajam jika konflik  Palestina-Israel meluas ke wilayah sekitar atau bahkan melibatkan negara-negara besar. Harga bahan pokok,  seperti makanan dan bahan baku industri, akan meningkat karena kenaikan harga minyak dunia. Sayangnya, Indonesia saat ini masih bergantung pada banyak impor dari luar negeri, termasuk beras. Jika harga minyak dunia meroket tajam, pasti tidak akan menguntungkan Indonesia.

Dilansir dari Antara News, konflik yang terjadi antara Palestina-Israel telah mendorong investor untuk beralih ke aset yang lebih aman seperti dolar AS, tentunya akan melemahkan nilai tukar rupiah. Akibatnya, harga barang impor naik yang dapat menyebabkan harga barang kebutuhan pokok dalam negeri naik. Inflasi harga barang dan jasa di Indonesia terus meningkat. Dengan meningkatnya produk lokal, warga Indonesia mendukung Palestina sekarang meminta boikot Israel dan barang-barang yang mendukungnya. Konsekuensi lain mungkin terjadi peningkatan angka pengangguran karena sebagian besar karyawan pasti akan kehilangan pekerjaan mereka.

Dampak di negara tertentu yang berdampak signifikan

Beberapa minggu setelah konflik, efek ekonomi yang nyata telah mulai terwujud, dengan industri dan perusahaan utama mulai menyadari dampak yang cukup besar. Terutama pada sektor Food and Beverage yang sangat merasakan dampaknya. Dipicu oleh kemarahan di Barat upaya mereka yang tidak bersemangat untuk membentuk menghentikan serangan di Gaza, pelanggan mengecam merek asing, yang menyebabkan berkurangnya penjualan dan penataan iklan. Beberapa menghadapi teguran konsumen yang dianggap pro-israel telah terpukul keras setelah konflik Palestina. 

Menurut Salaam Gateway, Laba American Restaurants International anjlok pada kuartal pertama 2024, karena pelanggan terus menolak merk-merk Barat sebagai tanggapan atas konflik Gaza. Perusahaan yang mengoperasikan merk seperti KFC, Pizza Hut, dan Krispy Kreme di seluruh wilayah MENA, memangkas hampir 100 pekerjaan di tengah restrukturisasi internal dan pelepasan konsumen. 

Opini tentang krisis dan penilaian terhadap tanggapan internasional

Konflik yang sedang berlangsung di Gaza telah memicu reaksi global yang signifikan. Boikot sebagai bentuk aktivisme konsumen telah digunakan secara efektif dalam berbagai konteks untuk mengadvokasi isu-isu sosial dan politik Internasional. Keberhasilan boikot konsumen terhadap merek-merek AS terkait konflik Gaza merupakan demonstrasi kuat dari kekuatan konsumen dalam ekonomi global. Dalam upaya untuk mencapai keadilan, perdamaian dan memanfaatkan peluang. Diperlukan keputusan yang lebih holistik untuk memastikan bahwa semua pihak yang terlibat dapat menemukan solusi yang adil dan manusiawi. 

Dari situasi ini, Merek halal harus menghadirkan peluang dengan menyusun strategi di luar ranah agama untuk menarik tempat konsumen yang lebih luas. Ini akan membantuk membangun basis konsumen Muslim serta memperluas lebih jauh untuk memberi isyarat kepada pelanggan non-Muslim yang merasa kuat pada elemen kesehatan, keadilan sosial, dan perdamaian. Salah satu argumen paling kuat bagi merek halal untuk memanfaatkan peluang ini adalah potensi untuk memberdayakan ekonomi lokal. Merek halal terlebih produk lokal halal harus mempromosikan diri tidak hanya sebagai alternatif tetapi sebagai pilihan unggul yang mewujudkan nilai-nilai etika dan relevansi budaya. 

Ini adalah demonstrasi yang kuat tentang bagaimana pilihan konsumen dapat mempengaruhi dinamika pasar dan menciptakan ruang bagi pemain baru. Akan tetapi, merek halal harus memastikan bahwa startegi ini didorong oleh pertimbanga etis yang tulus dan bukan hanya motif oportunistik. 

Ringkasan dan Prediksi

Sebagai respons terhadap keberhasilan boikot konsumen terhadap merek-merek AS yang dianggap mendukung Israel, konsumen di negara-negara dengan mayoritas Muslim beralih ke produk halal sebagai bentuk dukungan terhadap nilai-nilai keadilan sosial, hak asasi manusia, dan solidaritas terhadap Palestina. Dampaknya adalah peningkatan permintaan yang signifikan terhadap produk halal, mendorong produsen untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pasar yang berkembang.

Di masa depan, industri halal food diprediksi akan mengalami pertumbuhan yang substansial dan mampu bersaing dengan perusahaan besar yang telah mapan. Ini dapat terwujud jika produsen terus memperluas dan mendiversifikasi produk mereka untuk memenuhi permintaan yang semakin beragam dari konsumen global. Produk baru, inovatif, dan berkualitas tinggi akan menjadi daya tarik utama dalam menarik perhatian konsumen.

Namun, industri halal food juga akan menghadapi sejumlah tantangan yang perlu diatasi. Salah satunya adalah menjaga standar dan sertifikasi halal untuk mempertahankan kepercayaan konsumen. Produsen halal food harus memastikan bahwa setiap langkah dalam rantai pasokan mereka memenuhi standar halal yang ketat. Dengan komitmen terhadap kualitas, kehalalan, dan transparansi, industri halal food memiliki potensi untuk menjadi pemain utama dalam pasar global yang semakin kompetitif.

Penulis : 

Nayla Wiraz Salsabila Azwar 

Raya Hafid 

Nadia Faiza Az Zahra 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun