Mungkin semasa pendekatan, semua serba dimengerti. Biar si calon tidak pergi kemana-mana. Eh begitu sudah sah barulah keluar semua sifat aslinya. Yang ini lah yang itu lah. Ketika terjadi yang diluar dugaan itulah peran kata "Sabar". Keduanya memiliki pemikiran "harus sabar, ini ladang pahala"
Tidak egois
Saya pernah merasakan memiliki pacar yang egois, baru pacar saja sudah bikin mumet apalagi kalau suami yang egois? Menikah kan yang menjalani dua orang. Sudah seharusnya ada sifat saling pengertian, ada saatnya mengalah. Lumayan melelahkan lho menghadapi seseorang yang egois.
Tidak hanya mau didengar tapi juga mau mendengarkan
Berkaitan dengan point diatas. Kalau hanya ingin didengar terus jadi bos saja jangan jadi suami. Bos saja yang hanya bertemu beberapa jam dan tidak seumur hidup harus mau mendengar saran dari karyawannya. Apalagi suami yang bisa 24/7 Â dan seumur hidup?
Sekali lagi point diatas itu pemikiran saya, kalau menurut pembaca bagaimana? Boleh lho kasih pendapat juga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H