Fenomena diskriminasi terhadap masyarakat disabilitas menjadi hal yang masih kerap terjadi dalam kehidupan bersosial. Adanya paradigma yang memandang bahwa masyarakat disabilitas berada di posisi yang lebih rendah, menjadikan disabilitas dipandang sebelah mata dengan alasan ketidaksempurnaan secara fisik atau mentalnya. Pada dasarnya, pandangan seperti itu bukanlah pandangan yang tepat. Apalagi dalam kehidupan bersosial, yang mana notabennya antara masyarakat satu dengan lainnya merupakan makhluk sosial yang saling membutuhkan. Hal tersebut sudah menjadi hal yang mutlak seperti yang dikatakan oleh Aristoteles dalam teorinya mengenai Zoon Politicon.
Akibat dari fenomena tersebut, maka akan muncul kesenjangan sosial bagi masyarakat disabilitas. Edy Supriyanto, salah satu masyarakat disabilitas daksa, memiliki kegigihan untuk memperjuangkan hak disabilitas dan memperoleh keadilan dalam bersosial. Beliau mendirikan paguyuban berbasis kepedulian terhadap masyarakat disabilitas, dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman yang selama ini beliau dapatkan dari pelatihan dan kegiatan terkait. Setelah berhasil mendirikan Paguyuban SEHATI Sukoharjo, Edy Supriyanto merekrut masyarakat lainnya sebagai staf, baik disabilitas maupun non disabilitas.
Paguyuban SEHATI Sukoharjo memiliki slogan yaitu “Satu Hati Satu Tujuan” dengan mengutamakan asas kekeluargaan. Adanya kerja sama dan profesionalitas kerja yang tinggi, Paguyuban SEHATI Sukoharjo mengalami perkembangan yang terus menuju ke kurva keberhasilan. Program kerja yang dirancang mengarah pada bidang sosial, dimana memberikan perhatian serta kepedulian kepada masyarakat disabilitas di Sukoharjo. Tidak jarang Paguyuban SEHATI Sukoharjo juga melakukan kerja sama dengan pihak lokal maupun mancanegara.
Hal tersebut kemudian menjadi daya tarik tersendiri bagi mahasiswa magang UIN Raden Mas Said Surakarta, prodi Bimbingan dan Konseling Islam, untuk mencari pengalaman tugas sekaligus mengasah pola pikir, khususnya perspektif terhadap disabilitas. Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa magang di Paguyuban SEHATI Sukoharjo tidak monoton dan menarik untuk dilakukan, seperti pendampingan disabilitas beserta keluarganya, penguatan motivasi, pemberdayaan disabilitas, dan lain-lain. Mendampingi masyarakat disabilitas bukanlah hal yang mudah. Pengetahuan mengenai latar belakang, termasuk impuls yang membuatnya tidak nyaman, harus sangat diperhatikan. Antara pendamping dan disabilitas yang didampingi harus melakukan pendekatan untuk mendapatkan kemistri bersama.
Motivasi diberikan kepada masyarakat disabilitas yang didampingi, mulai dari disabilitas daksa, mental, intelektual, dan tunarungu. Salah satu isu yang diangkat sebagai center dalam pelaksanaan pendampingan yaitu motivasi pengembangan minat dan bakat bagi disabilitas tunarungu. Dimana terdapat salah satu disabilitas tunarungu dengan bakat menari berusia kurang lebih 15 tahun. Secara nonverbal, orang tuanya sangat mendung dan memprioritaskannya. Namun, motivasi secara verbal kurang diberikan karena keterbatasan bahasa isyarat.
Treatment yang diberikan yaitu berupa pembuatan mading dengan tema “Langit Motivasi” sebagai sarana penyampaian motivasi kepada disabilitas tunarungu tersebut. Berbagai kalimat motivasi dituangkan dalam mading tersebut dengan tujuan dapat memberikan dorongan positif ketika membacanya. Salah satu penelitian menyebutkan bahwa pada dasarnya, disabilitas memiliki potensi yang dapat dikembangkan dan dituangkan dalam aktivitas yang positif meskipun memiliki hambatan yang dirasa dapat menjadi penghalang dalam pengembangan potensi tersebut (Sukawati, & Budisetyani, 2018).
Pembuatan video motivasi juga digencarkan untuk menyampaikan energi positif bagi masyarakat disabilitas. Topiknya seputar produktivitas, penerimaan diri, hingga vaksinasi Covid-19. Pendampingan vaksinasi terhadap disabilitas juga dilakukan sebagai bentuk perhatian dan dukungan kepada disabilitas itu sendiri. Dengan demikian, disabilitas tidak merasa terasingkan dan tetap mendapatkan haknya sebagai manusia dalam konteks kesehatan. Bukan tanpa adanya alasan, kegiatan tersebut dilakukan sebagai realisasi salah satu program kerja dari Paguyban SEHATI Sukoharjo dalam memberikan motivasi dan kepedulian secara verbal maupun nonverbal.
Segala kepedulian yang diberikan semata-mata untuk menciptakan adanya kebermaknaan hidup dalam diri disabilitas. Kebermaknaan hidup merupakan suatu penghayatan terhadap nilai-nilai dalam penglaman penting hidupnya agar tercipta suatu keberhargaan diri untuk mencapai tujuan yang diharapkan (Adhi, 2017). Tentu hal tersebut menjadi urgensi tersendiri bagi disabilitas dalam keberlangsungan hidupnya. Peran masyarakat sekitar dan keluarga juga menjadi hal penting dalam efektivitas terciptanya kebermaknaan hidup bagi disabilitas.
Sayangnya, pandangan sebelah mata terkadang membuat disabilitas kehilangan haknya. Seperti contoh kasus yang ditemukan di lapangan yaitu pelecehan seksual oleh masyarakat setempat terhadap peremnpuan disabilitas mental. Korban tidak mendapat penanganan yang minim dan justru mendapat respon yang kurang baik. Karena dianggap tidak adanya bukti yang kuat, maka kasus tersebut ditutup dan tidak ditindak lanjuti. Berangkat dari kasus serupa, pembentukan SHG (Self Help Group) oleh Paguyuban SEHATI Sukoharjo menjadi salah satu wadah aspirasi dan memberikan kepedulian bagi masyarakat disabilitas.
Tidak mudah bagi disabilitas menjalani kehidupannya di tengah stigma masyarakat yang mendiskriminasi (Mumpuni, & Zainudin, 2020). Hakikatnya, peran masyarakat sebagai makhluk sosial harusnya diterapkan dalam kehidupan bersosial tanpa adanya penentangan berdasarkan keegoisan semata. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan bahwa disabilitas merupakan bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki hak untuk tidak mendapatkan perlakuan diskriminasi (Farmawati, 2020).
Salah satu pemicu kerentanan diskriminasi bagi disabilitas yaitu adanya pembeda strata sosial bagi disabilitas (Ayuningtyas, Mumpuni, & Suhud, 2019). Paguyuban SEHATI Sukoharjo bertekad untuk memberikan sosialisai kepada masyarakat setempat mengenai pandangan dan respon yang seharusnya diberikan kepada disabilitas. Selain itu, Paguyuban SEHATI Sukoharjo melakukan pendataan bantuan sosial terhadap masyarakat disabilitas. Kegiatan tersebut juga dilakukan bersama mahasiswa magang. Setelahnya, diadakan kegiatan pemantauan bantuan sosial yang dilaksanakan di setiap wilayah.
Sebagai kegiatan akhir, mahasiswa magang UIN Raden Mas Said Surakarta berkolaborasi dengan Paguyuban SEHATI Sukoharjo mengadakan webinar bertemakan “Ketahanan Keluarga dengan Disabilitas: (Pentingnya) Perlindungan Psikologis Perempuan Disabilitas Berbasis Kesetaraan Gender” dengan mengacu pada temuan lapangan. Kegiatan tersebut menjadi salah satu upaya untuk mereaalisasikan langkah awal dalam menciptakan peran masyarakat sebagai makhluk sosial dan perspektifnya terhadap disabilitas. Sehingga, akan tercipta kehidupan sosial yang harmonis berlandaskan kepedulian dan toleransi antar sesama masyarakat, baik disabilitas maupun non disabilitas.
Referensi
Adhi, N. K. J. (2017). Efektivitas Konseling Eksistensi Humanistik dengan Kebermaknaan Hidup pada Tunanetra. Jurnal Psikologi Mandala, 1(1), 42-52.
Ayuningtyas, P. A., Mumpuni, S. D., & Suhud, A. (2019). “Upaya Meningkatkan Self-Esteem pada Penampilan Difabel Melalui Konseling Rational Emotive Behavior Therapy di Difabel Slawi Mandiri Kabupaten Tegal”. SULUH: Jurnal Bimbingan dan Konseling, 4(2), 21-27.
Farmawati, C. (2020). “Being a Good Multicultural Counselor for Persons with Disabilities”. Jurnal Konseling Religi, 11(1), 1-17.
Mumpuni, S. D., & Zainudin, A. (2020). “Penerapan Konseling Life-Skills dalam Meningkatkan Kebahagiaan Kinerja bagi Difabel”. Pendagogik: Jurnal Pendidikan, 15(1), 90-101.
Sukawati, C. I. R. M. P., & Budisetyani, I. G. A. P. W. (2018). Motivasi Berprestasi Remaja Tunanetra Perolehan di Yayasan Pendidikan Dria Raba Denpasar. Jurnal Psikologi Udayana, 5(2), 403-417.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H