Mohon tunggu...
Nadia Carolina
Nadia Carolina Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

Enjoy!

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bye-bye Sekolah Favorit!

19 Juli 2019   13:40 Diperbarui: 19 Juli 2019   13:54 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penerapan sistem zonasi mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing.
Peserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah, dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa tersebut.

Berdasarkan Permendikbud nomor 51/2018 diatur PPDB melalui zonasi. Seleksi calon peserta didik baru dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan.

Jarak tempat tinggal terdekat dimaksud adalah dihitung berdasarkan jarak tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan menuju ke sekolah. Jika jarak tempat tinggal sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang mendaftar lebih awal.


Kartu keluarga menjadi salah satu syarat utama sistem zonasi. Domisili calon peserta didik ini berdasarkan alamat pada KK yang diterbitkan paling singkat satu tahun sebelum pelaksanaan PPDB. KK ini bisa diganti dengan surat keterangan domisili dari rukun tetangga atau rukun warga yang dilegalisir oleh lurah atau kepala desa setempat.


Terdapat tiga jalur dalam PPDB tahun ini, yakni jalur zonasi, jalur prestasi, dan perpindahan tugas orang tua atau wali.  Melalui jalur zonasi, sekolah negeri wajib menerima calon peserta didik yang berdomisili sesuai zona yang ditetapkan oleh pemerintah daerah. Metode ini menggunakan radius terdekat dengan titik pusat zona pada masing-masing jenjang pendidikan yang memenuhi akreditasi A atau B di atas rata-rata nasional.


Melalui jalur prestasi, menerima calon peserta didik yang berprestasi, dan untuk jalur perpindahan tugas, menerima calon peserta didik jika orang tuanya dipindah tugasan ke kota atau daerah terserbut. Sistem zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang di terapkan pemerintah saat ini  ternyata tidak mampu memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengakses pendidikan yang berkualitas, masyarakat justru semakin bingung dengan di terapkan nya sistem ini.

Semrawutnya sistem pendidikan di negeri ini bukan sekedar permasalahan sistem zonasi saja, melainkan mengenai perhatian dan tanggung jawab negara dalam mewujudkan sistem pendidikan yang bermutu bagi seluruh masyarakat. Sistem kapitalisme yang di terapkan di negeri ini telah gagal mewujudkan pendidikan bermutu di negeri ini karena minimnya tanggung jawab pemerintah terhadap hak-hak rakyat nya. Sehingga harapan akan terpenuhinya hak pendidikan yang adil dan berkualitas yang notabene merupakan kewajiban negara untuk memenuhi.


Dengan adanya sistem Zonasi ini, para guru yang terbiasa nyaman mengajar di sekolah yang katanya favorit dan unggulan itu, pasti akan sedikit "terganggu". Setidaknya mengusik kenyamanan mereka mengajar para siswa selama ini yang notabene nilainya sudah tinggi, relatif homogen, berasal dari keluarga berkecukupan, dan mampu mengakses tempat bimbingan belajar berkelas.

Kini para guru dituntut untuk mengajar siswa yang nilainya heterogen, latar belakang kondisi ekonominya berbeda-beda, demikian pula keluarganya. Mampukah guru (yang katanya) "sekolah unggulan" itu mengajar anak-anak yang benar-benar heterogen dan unik? Akankah para peserta didik ini memperoleh nilai maksimal serta diterima di perguruan tinggi negeri seperti yang selama ini dibangga-banggakan?

Sistem zonasi juga dibuat agar semua peserta didik---terlepas dari kondisi ekonomi, kelas sosial, dan prestasinya---bisa bersekolah di sekolah yang jaraknya dekat dengan rumah. Sudah semestinya siswa bebas dari beban waktu dan jarak menuju sekolah yang bisa membenani secara psikologis. Padahal masih banyak pelajar yang rumahnya jauh dari jangkauan sekolah.

Sebaiknya sistem ini perlu di benahi kembali, atau jika memungkinkan pemerintah harus membuat sekolah lagi di lokasi yang masih jauh dari jangkauan sekolah, supaya kelak pelajar yang rumahnya jauh dengan sekolah bisa merasa adil, dan tingkat penduduk suatu wilayah juga akan merata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun