Mohon tunggu...
Nadia Aulia
Nadia Aulia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pasal 33 UUD 1945: Bumi, Air, dan Kekayaan Alam untuk Siapa?

3 Februari 2025   21:18 Diperbarui: 3 Februari 2025   21:18 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Alam Indonesia (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

   Pasal 33 UUD 1945 merupakan landasan bagi perekonomian Indonesia. Pasal ini menekankan konsep keadilan sosial, terutama mengenai pengelolaan sumber daya alam (SDA) untuk kemakmuran rakyat. Pasal tersebut menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Walaupun pasal tersebut menunjukkan idealisme yang tepat, realita di lapangan tidak sesuai dengan idealisme itu. Justru, SDA di Indonesia masih lebih banyak dimanfaatkan oleh perusahaan besar, termasuk perusahaan asing. Sementara, rakyat hanya mendapatkan dampak negatif dari efek samping pengerukan SDA berupa kerusakan lingkungan dan kehilangan akses terhadap sumber daya tersebut. Dominasi swasta dalam sektor strategis, eksploitasi berlebihan, dan lemahnya kuasa hukum menjadi bukti akan kelemahan implementasi Pasal 33 UUD 1945.

   Pasal 33 menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak harusnya dikuasai oleh negara. Namun, kenyataannya banyak sektor pengelolaan SDA yang didominasi oleh perusahaan swasta dan asing. Salah satu kasus yang terkait yaitu kasus pertambangan nikel di Pulau Kabaena. Di Kabaena, lebih dari 3.700 hektar (9.140 hektar) hutan, termasuk hutan lindung, ditebang oleh perusahaan pertambangan antara tahun 2001 hingga 2023, menurut analisis data oleh organisasi lingkungan hidup internasional, Mighty Earth. Aktivitas pertambangan ini menyebabkan pencemaran laut, menurunkan populasi ikan, dan merusak ekosistem. Pencemaran air ini berdampak negatif pada warga lokal, terutama nelayan dan petani yang memerlukan air untuk irigasi. Seharusnya, menurut pasal 33, pengelolaan SDA dilakukan dengan mengutamakan kemakmuran rakyat, bukan mengutamakan keuntungan perusahaan. Apalagi jika keuntungan perusahaan tersebut malah merugikan bagi rakyat.

   Tak hanya untuk perusahaan swasta, di Indonesia juga marak terjadi deforestasi untuk memenuhi permintaan pasar asing. Menurut AP News, pemerintah telah mengeluarkan izin bagi lebih dari 1,4 juta hektar hutan tanaman energi, di mana lebih dari sepertiganya merupakan hutan yang masih alami. Selain itu, lebih dari setengah wilayah tersebut menjadi habitat bagi spesies andalah seperti badak Sumatra, orangutan, dan harimau. Sejak 2021, hampir seluruh biomassa dari hutan yang dihancurkan untuk produksi pelet kayu telah diekspor ke Korea Selatan dan Jepang. Data pemerintah menunjukkan bahwa antara 2021 hingga 2023, 61% pelet kayu dari Indonesia dikirim ke Korea Selatan, dan 38% masuk ke Jepang. Padahal, pasal 33 menekankan penggunaan SDA sudah seharusnya untuk kemakmuran rakyat, bukan untuk kemakmuran asing yang malah menghancurkan ekosistem yang penting bagi satwa di Indonesia.

   Selain itu, pasal 33 menegaskan bahwa SDA harus dimanfaatkan untuk kemakmuran rakyat dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Namun, realitanya banyak terjadi eksploitasi lingkungan tanpa batas yang tidak memikirkan efek jangka panjangnya. Menurut data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, deforestasi Indonesia tahun 2021 -2022 adalah sebesar 104 ribu hektare. Walaupun angka ini turun dari tahun sebelumnya, ini masih belum ideal untuk jangka panjang. Menurut Universitas Islam Indonesia, eksploitasi SDA tanpa perencanaan yang baik menyebabkan kerusakan lingkungan luas dan pelanggaran tata ruang. Seharusnya, SDA dikelola secara berkelanjutan agar manfaatnya bisa dirasakan jangka panjang oleh rakyat.

   Lalu, pasal 33 juga mengandung prinsip bahwa negara memiliki kendali penuh atas SDA. Namun, dalam praktiknya, lemahnya penegakan hukum justru membuat SDA dikuasai oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Salah satu contoh yang sering terjadi yaitu korupsi dan penyalahgunaan izin tambang. Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan bahwa SDA sering kali dikelola dengan perilaku koruptif, dengan banyak izin tambang dikeluarkan tanpa pertimbangan lingkungan atau kepentingan rakyat. Hal ini bertentangan dengan Pasal 33 yang menegaskan bahwa pengelolaan SDA harus membawa manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. Untuk bisa menegakkan hukum yang berlaku, korupsi yang mengakar di budaya Indonesia ini harus diberantas terlebih dahulu.

   Meskipun Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa SDA harus dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan prinsip-prinsip yang sesuai, realita di lapangan justru menunjukkan bahwa sumber daya ini lebih banyak dikelola oleh perusahaan besar dan asing. Eksploitasi berlebihan, deforestasi, pencemaran lingkungan, serta lemahnya penegakan hukum membuat manfaat kekayaan SDA Indonesia nyaris dirasakan oleh rakyat secara adil. Tanpa reformasi kebijakan dan penegakan hukum yang lebih tegas, prinsip Pasal 33 akan terus dilanggar, sementara rakyat tetap menjadi pihak yang terus merugi. Melihat minimnya penanganan yang efektif untuk permasalahan pengelolaan SDA, ditambah dengan respon pemerintah yang masih kurang memuaskan, sudah sepantasnya rakyat tidak tinggal diam. Solusi terbaik untuk permasalahan ini dapat dilakukan dengan menyampaikan kritik kepada lembaga pemerintahan yang masih menyepelekan kerusakan ekosistem atau ikut berkontribusi dalam organisasi yang menyuarakan kepentingan lingkungan. Cinta pada negeri ini tidak dibuktikan dengan diam menonton pertiwi yang dicintai hancur untuk kepentingan pihak yang tidak pantas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun