Pada akhir tahun 2024 saat ini, curah hujan yang tinggi di Surabaya menyebabkan banjir besar di sejumlah wilayah kota. Peristiwa ini menarik perhatian publik, bukan hanya karena dampaknya yang berbahaya tetapi juga sebagai indikasi yang jelas mengenai ancaman mendesak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim. Meskipun banjir adalah hal yang lumrah terjadi di Surabaya, skala dan tingkat keparahan insiden ini menunjukkan bahwa kota terbesar kedua di Indonesia ini sangat membutuhkan tindakan antisipatsi yang lebih komprehensif.
Hujan deras pada 24 Desember 2024 terjadi dalam waktu singkat yang menyebabkan air meluap di beberapa titik kota. Kawasan Gubeng, Jemursari, dan Mulyorejo tercatat mengalami dampak yang signifikan, dengan ketinggian air yang mencapai hampir satu meter di beberapa tempat. Aktivitas ekonomi, sosial, dan pendidikan terhenti sementara. Kendaraan macet, akses ke beberapa kawasan terputus, dan banyak warga yang terjebak di rumahnya. Fenomena ini tentu menjadi tanda bahwa perlunya mengkaji ulang bagaimana kita membangun kota. Banjir tidak hanya dilihat sebagai kejadian musiman, melainkan akibat dari berbagai faktor yang saling berkaitan, termasuk perubahan pola cuaca dan kebijakan tata kota yang kurang memperhatikan aspek lingkungan.
Tidak lepas dari dampak perubahan iklim global yang kian mengubah pola cuaca di seluruh dunia. Sebagai negara tropis dengan curah hujan yang tinggi, Indonesia semakin merasakan dampak dari fenomena global ini. Pemanasan global yang disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca memperburuk perubahan iklim, yang kemudian menyebabkan intensitas hujan yang lebih tinggi, serta durasi kejadian yang semakin panjang. Menyadari fakta tersebut, kita tidak bisa lagi menunda-nunda upaya mitigasi perubahan iklim. Di tengah pesatnya perkembangan, Surabaya perlu meningkatkan kesiagaannya dalam menghadapi cuaca ekstrem. Tidak hanya dalam hal kesiapan infrastruktur, tetapi juga dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana alam lainnya, seperti banjir rob akibat naiknya permukaan air laut, yang semakin hari semakin terasa dampaknya.
Namun, tidak hanya difokuskan pada salah satu saja, karena salah satu masalah utama yang memperburuk banjir di Surabaya ialah infrastruktur kota yang masih belum memadai untuk mengatasi curah hujan yang semakin meningkat. Saluran drainase yang tersebar di banyak tempat sering kali tidak dapat mengalirkan air dengan cepat dan efisien. Proyek pembangunan yang berfokus pada pertumbuhan ekonomi dan infrastruktur fisik seperti jalan dan gedung-gedung bertingkat, sering kali mengabaikan pentingnya sistem drainase yang memadai.
Banjir ini menunjukkan bahwa sistem drainase di Surabaya belum dirancang untuk mengatasi curah hujan ekstrem dalam waktu singkat. Beberapa wilayah, seperti Gubeng dan Mulyorejo, yang semula memiliki drainase yang cukup baik, kini sering mengalami banjir yang mengganggu aktivitas warga. Salah satu penyebabnya adalah adanya pembangunan yang menutup lahan terbuka hijau, yang selama ini berfungsi sebagai resapan air.
Di sisi lain, pengelolaan sampah yang tidak tepat juga memperburuk kondisi ini. Sampah yang dibuang sembarangan ke saluran drainase seringkali menyebabkan sumbatan, sehingga air tidak dapat mengalir dengan lancar. Selain itu, banyak saluran air yang tidak terawat dengan baik, baik karena faktor usia atau ketidaksesuaian desainnya dengan perkembangan kota yang pesat.
Â
Untuk mencegah terulangnya banjir serupa di masa depan, Surabaya perlu mengambil langkah strategis dalam penataan ulang ruang kota. Salah satu langkah penting ialah meningkatkan dan memperluas ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan perkotaan. Ruang terbuka hijau tidak hanya berfungsi sebagai tempat rekreasi, tetapi juga sebagai penyerapan air hujan yang dapat mengurangi resiko banjir. Pemerintah kota Surabaya perlu memastikan bahwa setiap proyek pembangunan mengalokasikan ruang hijau yang memadai, bahkan di tengah pesatnya pembangunan infrastruktur dan perumahan.
Di samping itu, rehabilitasi drainase dan peningkatan kualitas saluran drainase harus menjadi prioritas. Pembangunan saluran air yang lebih besar dan lebih efisien, serta sistem pompa air yang dapat mengalirkan air lebih cepat ke sungai atau laut, dapat membantu mengurangi dampak banjir. Penggunaan teknologi seperti saluran drainase berteknologi tinggi yang dapat menangani debit air lebih banyak perlu dipertimbangkan.
Pemerintah juga harus bekerja sama dengan masyarakat dalam melakukan upaya pemeliharaan dan kebersihan saluran air. Edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya tidak membuang sampah di saluran drainase harus diperkuat, karena sampah yang menyumbat saluran air adalah salah satu penyebab utama terjadinya banjir.