Mohon tunggu...
nadiaaulia
nadiaaulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi menulis dan menghitung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Lunturnya Budaya Gotong Royong: Tantangan Era Modern untuk Bangsa

24 November 2024   22:22 Diperbarui: 24 November 2024   22:26 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lunturnya Budaya Gotong Royong: Tantangan Era Modern Untuk Bangsa

 

Budaya gotong royong adalah salah satu warisan atau nilai luhur yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Tradisi ini menecerminkan semangat kebersamaan, solidaritas, dan kerja sama yang erat antara anggota Masyarakat. Contohnya seperti kerja sama dalam membangun rumah, membersihkan lingkungan, hingga menyelesaikan permasalahan bersama. Di masa lalu, gotong royong menjadi Solusi kolektif untuk berbagai tantangan mulai dari pembangunan infrastruktur desa hingga membantu tetangga yang membutuhkan. Namun, di era modern ini, budaya luhur tersebut perlahan memudar. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran, mengingat gotong royong adalah pondasi penting bagi keharmonisan dan solidaritas masyarakat.

Mengapa budaya gotong royong mulai pudar?, apa yang menyebabkan hal itu terjadi?

Individualisme dan gaya hidup modern. Semakin kuat pengaruh individualisme dalam kehidupan masyarakat adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan gotong royong berkurang. Dengan globalisasi, budaya luar negeri lebih cenderung memprioritaskan kesuksesan pribadi daripada kepentingan bersama. Misalnya, banyak orang di kota-kota besar lebih sibuk dengan pekerjaan dan kehidupan pribadi mereka sehingga sulit untuk meluangkan waktu untuk kegiatan sosial.

Urbanisasi. Struktur sosial masyarakat diubah oleh urbanisasi. Interaksi orang-orang di kota sering kali bersifat transaksional dan tidak terlalu emosional. Masyarakat perkotaan biasanya tinggal di ruang privat, seperti apartemen atau perumahan tertutup, yang membatasi komunikasi dan kerja sama.

Kemajuan teknologi. Meskipun kemajuan teknologi memiliki banyak manfaat, budaya gotong royong merosot sebagai akibatnya. Interaksi tatap muka semakin jarang karena penggunaan perangkat digital dan media sosial. Orang lebih cenderung berkomunikasi melalui layar daripada berpartisipasi dalam kegiatan secara langsung.

Kurangnya pemahaman nilai budaya. Ketika generasi muda tumbuh di era teknologi, mereka mungkin kurang memahami pentingnya gotong royong. Keluarga dan sekolah tidak lagi mengajarkan nilai-nilai ini secara menyeluruh. Akibatnya, mereka lebih memahami budaya individualisme daripada rasa kebersamaan yang telah menjadi kebiasaan bangsa.

Dampak lunturnya budaya gotong royong.

Kehidupan sosial sangat dipengaruhi oleh hilangnya budaya gotong royong. Salah satu efeknya adalah kurangnya solidaritas sosial. Tanpa kerja sama, sulit menyelesaikan masalah kolektif seperti kebersihan lingkungan atau penanganan bencana. Tidak adanya gotong royong menciptakan jarak sosial yang lebih besar antara individu, yang menghasilkan masyarakat yang lebih terfragmentasi dan kurang peduli terhadap sesama.
Rasa tanggung jawab yang lebih rendah terhadap komunitas adalah efek tambahan. Ketika gotong royong hilang, masyarakat cenderung merasa terisolasi dari sekitarnya. Hal ini dapat menyebabkan orang kurang terlibat dalam kegiatan sosial atau pembangunan lokal, yang menghambat kemajuan bersama.

Bisakah budaya gotong royong dihidupkan kembali?

Jika banyak orang berusaha keras, budaya gotong royong dapat dihidupkan kembali. Salah satunya adalah pendidikan. Keluarga dan sekolah sangat penting dalam mengajarkan nilai-nilai gotong royong kepada anak-anak. Misalnya, mengambil bagian dalam kegiatan kerja bakti di sekolah atau melibatkan anak-anak dalam kegiatan sosial di rumah.
Selain itu, penguatan peran komunitas lokal seperti RT dan RW juga penting. Mereka dapat menginisiasi kegiatan rutin seperti bersih-bersih lingkungan atau penggalangan dana untuk membantu warga yang membutuhkan. Teknologi juga bisa dimanfaatkan untuk tujuan positif. Kegiatan sosial seperti mengumpulkan donasi atau mengatur kerja bakti secara kolektif dapat dilakukan dengan platform digital.

Bagaimana menghidupkan Kembali budaya gotong royong?

Pendekatan dan pembelajaran nilai luhur. Keluarga dan sekolah sangat penting dalam menghidupkan kembali nilai-nilai gotong royong. Anak-anak harus dididik tentang pentingnya kerja sama dan solidaritas melalui contoh nyata, seperti kegiatan sosial atau kerja bakti. Nilai-nilai ini juga dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah untuk mengajarkan karakter yang didasarkan pada kebersamaan.

Penguatan peran komunitas lokasi. Kegiatan gotong royong harus didorong oleh komunitas lokal seperti RT, RW, atau kelompok masyarakat adat. Misalnya, dengan mengadakan kerja bakti rutin atau aktivitas lainnya yang melibatkan seluruh penduduk. Aktivitas ini meningkatkan hubungan sosial dan menyelesaikan masalah bersama.

Pemanfaatan teknologi untuk mendukung kolaborasi. Teknologi dapat meningkatkan kolaborasi. Kegiatan sosial seperti penggalangan dana, kerja bakti, atau kampanye solidaritas untuk membantu orang yang membutuhkan dapat dilakukan dengan platform digital.

Peningkatan kesadaran generasi muda. Memungkinkan generasi muda untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan berbasis komunitas adalah penting. Untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya gotong royong, program seperti bakti sosial, pengabdian masyarakat, atau pelatihan kerja sama dapat membantu.

Kesimpulan

Budaya gotong royong, yang merupakan warisan budaya bangsa Indonesia, menunjukkan rasa solidaritas, kebersamaan, dan kerja sama dalam komunitas. Namun, individualisme, urbanisasi, kemajuan teknologi, dan kurangnya pemahaman generasi muda tentang nilai-nilai budaya menyebabkan nilai-nilai ini semakin memudar di zaman sekarang. Akibatnya, solidaritas sosial menurun, masyarakat menjadi lebih terpecah, dan rasa tanggung jawab sosial menurun. Namun, budaya gotong royong masih dapat dihidupkan kembali melalui kerja sama. Langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan termasuk meningkatkan peran komunitas lokal, meningkatkan pendidikan keluarga dan sekolah, dan memanfaatkan teknologi untuk mendukung kolaborasi. Nilai-nilai luhur ini dapat kembali menjadi pondasi yang kokoh bagi keharmonisan dan kemajuan bangsa Indonesia dengan melibatkan generasi muda secara aktif dan membangun kesadaran akan pentingnya gotong royong.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun