Mohon tunggu...
Nadia Andjani
Nadia Andjani Mohon Tunggu... -

Jujur & Bertanggungjawab

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Batu Akik dan Ciri-ciri Fisik Pengidap HIV/AIDS

12 September 2015   07:13 Diperbarui: 12 September 2015   07:13 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pasar batu akik di kawasan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, menarik perhatian banyak orang. Pasar batu akik ini buka mulai pukul sembilan malam sampai pukul satu tengah malam melayani transaksi jual-beli dan pemolesan batu akik. Batu akik sisik naga, kalimaya, red rafflesia, cincin anggur, pirus besi, giok, bacan, spritus, bulu macam dan lain-lainnya menjadi pajangan yang sangat indah.

Aku luangkan waktu untuk berkunjung ke pasar tersebut. Langkah kakiku menghampiri seorang laki-laki, sebut saja Jono “Jono”. Laki-laki beristri ini  berusia 43 tahun dan sering berkunjung di pasar akik tsb.

“Mas bagaimana kabarnya,” tegur aku.

“Baik-baik saja, ayo duduk sini lho!,” ajak Jono.

Aku mendekatkan diri untuk duduk berdua di bangku kayu yang hanya cukup untuk duduk berdua. Tanganku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan dengan sengaja menjatuhkan kondom di depannya.

“Mbak barangnya ada yang jatuh,” kata Jono.

Jono mengambilnya dan memperhatikan kondom tersebut.

“Wuuiiii, buat apa ini?,” tanya Jono.

“Ini adalah  pengaman yang harus kita pakai saat melakukan hubungan intim terutama kalau kita sering ganti-ganti pasangan,” kataku dengan serius.

“Setiap ‘jajan’ aku tidak pernah memakai pengaman, aku ‘kan bayar mereka jadi aku ingin puas. Kalau pakai pengaman aku tidak akan pernah puas,” kata Jono juga dengan nas serius.

“Apa mas tidak takut tertular penyakit menular seks, misalnya HIV/AIDS?,” tanya aku.

“Setiap habis melakukan hubungan intim, aku selalu mandi jadi aman,” kata Jono dengan nada yakin.

“Kita tertular HIV di saat kita melakukan hubungan intim, di situlah terjadi pertukaran cairan yaitu cairan sperma dan cairan vagina,” kataku memberikan pemahaman. Aku memberikan pengetahuan tentang HIV/AIDS serta penularan, penyebaran dan pencegahannya kepada Jono.

“Kalau aku tertular HIV, otomatis istriku juga akan tertular ya?,” tanya Jono dengan nada ketakutan.

“Apa mas sayang sama istri?,” tanyaku pula.

“Aku sangat sayang sama istri dan anak-anak,” jawab Jono.

“Mulai saat ini cobalah melakukan seks yang aman, pakailah pengaman di saat ‘jajan’ lagian  pengaman mudah kita dapat,” kataku sambil menunjukkan kondom kepadana.

Tidak terasa udara malam mulai menusuk kulit tulangku. Mataku langsung tertuju pada penjual bakso.  Pria bujang ini berusia 26 tahun, setiap hari dia menjajakan bakso di lingkungan pasar akik tersebut, sebut saja Dul. Sudah lebih satu tahun dia berjualan di situ.

“Mas, bakso campur satu ya!,” kataku.

“Mau baksonya atau penjualnya?,” canda Dul.

Penjual bakso ini sangat genit dan selalu mencari perhatian, kalau ada kesempatan dia selalu berkata-kata nakal. Aku mulai menyantap bakso sambil duduk di kursi plastik yang disediakan. Dul mulai menghampiriku dan duduk di sebelahku.

“Malam-malam dari mana non?,” tanya Dul.

“Liat-liat batu akik, siapa tahu ada yang cocok,” jawabku.

Dul mulai merayu dan menggeserkan kursinya deket dengan kursi yang aku duduki.

“Aku pingin pacaran sama waria,” rayu Dul.

“Mas sudah punya pacar?,” tanyaku.

“Saat ini aku tidak punya pacar api aku sering melakukan hubungan intim dengan waria baik secara oral maupun anal,” kata Dul membuka diri.

“Aku akan puas kalau berhubungan intim dengan waria daripada sama wanita, dan aku sering ganti-ganti pasangan,” kata Dul dengan nada bangga.

“Apa mas selalu pakai pengaman saat melakukan seks oral maupun seks anal?,” aku mulai bertanya.

“Pakai pengaman rasanya tidak enak dan licin, pernah aku memakainya dan langsung aku lepas,” jelas Dul.

“Itu sangat berisiko tertular penyakit seks menular terutama HIV/AIDS,” kataku dengan nada serius.

“Aku selalu memilih pasangan yang penampilannya bersih dan aku selalu berpikiran yang positif saja,” kata Dul membela diri.

Dul tidak memiliki pengetahuan tentang HIV/AIDS karena dia belum pernah mendapatkan pengetahuan tersebut. Dia mempunyai pandangan kalau orang yang berpenampilan bersih tidak terinfeksi HIV/AIDS.

“Bagaimana cara kita mengetahui batu akik yang bagus?,” aku mulai memancing.

“Pasti dilihat dalamnya dengan senter dan batu akik yang kelihatannya baik belum tentu batu akik itu bagus,” jelas Dul.

“Sama seperti orang yang sudah kena HIV/AIDS, kita tidak bisa hanya melihat dari fisiknya saja,” jelasku.

Sama dengan Jono tadi, aku mulai memberikan informasi tentang HIV/AIDS serta penularan dan pencegahannya.

“Jadi aku sangat berisiko tertular HIV ya?,” tanya Dul.

“Kita melakukan hubungan intim dengan tidak aman, kita termasuk orang yang sangat berisiko tertular HIV/AIDS,” jelasku.

“Trus apa yang harus aku lakukan?,” tanya Dul.

“Mulailah menggunakan pengaman saat melakukan hubungan intim dan kalau ada waktu silakan mas datang ke pusat layanan untuk tes HIV,” jawabku.

Dul mulai sadar kalau perilakunya selama ini sangat berisiko dan dia minta diantar untuk mengakses layananan IMS dan VCT.

Informasi dan pengetahuan tentang HIV/AIDS sangat diperlukan oleh orang-orang yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS karena banyak di antara mereka yang belum terpapar program dari Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) yaitu pencegahan penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Harapan kita agar di Pernas AIDS V Makassar dapat didiskusikan dan ditemukan metode penjangkauan bagi pria yang berisiko tinggi terhadap penularan dan penyebaran HIV/AIDS. *

Ilustrasi: Repro www.datesafeproject.org

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun