Pasar batu akik di kawasan Sukun, Kota Malang, Jawa Timur, menarik perhatian banyak orang. Pasar batu akik ini buka mulai pukul sembilan malam sampai pukul satu tengah malam melayani transaksi jual-beli dan pemolesan batu akik. Batu akik sisik naga, kalimaya, red rafflesia, cincin anggur, pirus besi, giok, bacan, spritus, bulu macam dan lain-lainnya menjadi pajangan yang sangat indah.
Aku luangkan waktu untuk berkunjung ke pasar tersebut. Langkah kakiku menghampiri seorang laki-laki, sebut saja Jono “Jono”. Laki-laki beristri ini berusia 43 tahun dan sering berkunjung di pasar akik tsb.
“Mas bagaimana kabarnya,” tegur aku.
“Baik-baik saja, ayo duduk sini lho!,” ajak Jono.
Aku mendekatkan diri untuk duduk berdua di bangku kayu yang hanya cukup untuk duduk berdua. Tanganku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan dengan sengaja menjatuhkan kondom di depannya.
“Mbak barangnya ada yang jatuh,” kata Jono.
Jono mengambilnya dan memperhatikan kondom tersebut.
“Wuuiiii, buat apa ini?,” tanya Jono.
“Ini adalah pengaman yang harus kita pakai saat melakukan hubungan intim terutama kalau kita sering ganti-ganti pasangan,” kataku dengan serius.
“Setiap ‘jajan’ aku tidak pernah memakai pengaman, aku ‘kan bayar mereka jadi aku ingin puas. Kalau pakai pengaman aku tidak akan pernah puas,” kata Jono juga dengan nas serius.
“Apa mas tidak takut tertular penyakit menular seks, misalnya HIV/AIDS?,” tanya aku.