Mohon tunggu...
Nadia Andjani
Nadia Andjani Mohon Tunggu... -

Jujur & Bertanggungjawab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Menunggu Odha Waria Merdeka dari Diskriminasi

21 Agustus 2015   15:55 Diperbarui: 21 Agustus 2015   15:55 476
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Waria Malang Raya Peduli AIDS (Wamarapa) berdiri dilatarbelakangi permasalahan kesehatan, khususnya persoalan HIV/AIDS, yang ditujukan pada komunitas waria dan masyarakat yang termasuk dalam perilaku berisiko tinggi. Dan juga adanya keinginan dan kepedulian bagi komunitas waria agar bisa diterima di masyarakat umum tanpa mengalami stigma (cap buruk) dan diskriminasi (membedakan perlakuan) dengan prinsip persamaan hak dan kewajiban.

Visi dari Wamarapa adalah mencapai kondisi komunitas yang berdaya berdasarkan keadilan dengan menekankan prinsip-prinsip keadilan, partisipasif dan inisiatif dalam segala bidang dengan tanpa membedakan latar belakang suku, golongan, agama dan kepercayaan. Salah satu yang menjadi misi dari Wamarapa adalah melakukan pencegahan dan penyadaran bagi kaum waria dan pasangannya dalam masalah kesehatan seksual (IMS dan HIV/AIDS) melalui program permberdayaan kesehatan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS serta memberikan dukungan kepada Odha (Orang dengan HIV/AIDS). Wamarapa berkantor di Jl  Raya Sawojajar XVII A/2, Kota Malang, Jawa Timur.

Saya sangat senang dapat bertemu dengan ketua Wamarapa, Chenchen Dharmawan. Dalam kesempatan ini saya melakukan mewawancara Chenchen tentang diskriminasi Odha yang ada di komunitas waria. “Diskriminasi yang ada di komunitas, hampir sama dengan diskriminasi yang ada di masyarakat umum,” kata Chenchen di awal wawancara. Banyak hal yang menyebabkan timbulnya diskriminasi terhadap Odha waria dan kalau hal ini tidak segera diminimalisir, akan berdampak semakin buruk (segi kesehatan dan psikologi) terhadap Odha itu sendiri. “Pemahaman dan pengetahuan masyarakat yang minim terhadap HIV/AIDS, inilah yang akan mendorong munculnya diskriminasi,” ujar Chenchen memberikan gambaran. Bahkan, menurut Chenchen, “Masyarakat beranggapan bahwa kaum waria adalah penyumbang terbesar untuk kasus penyebaran dan penularan HIV/AIDS.”

Diskriminasi tidak hanya muncul dari masyarakat tapi juga dari komunitas itu sendiri. Diskriminasi muncul juga disebabkan oleh komunitas sendiri, misalnya waria yang sudah mengetahui status HIV-nya positif, tidak bersedia bahkan menolak untuk melakukan pengobatan serta perawatan. “Persaingan di dalam komunitas yaitu dengan cara saling menjatuhkan apabila mengetahui temannya yang HIV-positif dan pemahaman komunitas yang kurang terhadap pengetahuan HIV/AIDS,” ujar Chenchen. Persoalan seperti ini yang harus segera diselesaikan, agar tidak semakin berkembang.

“Diskriminasi juga terjadi di lingkungan layanan kesehatan dan terjadi pula ‘double discrimination’ dari petugas medis,” kata Chenchen. Double discrimination (diskriminasi ganda) adalah hal yang menarik dan yang perlu kita ketahui yaitu diskriminasi terhadap sosok seorang waria dan diskriminasi terhadap waria tsb. karena status HIV-nya. Double discrimination muncul karena tidak mau menerima keberadaan seorang waria dan status HIV-nya. Hal inilah yang sering muncul di tempat layanan kesehatan dan juga di  masyarakat.

“Untuk meminimalisir diskriminasi yang ada, langkah pertama yaitu penguatan di komunitas terlebih dahulu,” ujar Chenchen. Banyak hal yang harus dilakukan untuk penguatan di komunitas dan semuanya butuh  proses. Misalnya, Pembentukan Kelompok Dukungan Sebaya (KDS). Tujuan pembentukan KDS yaitu saling memberikan dukungan dan motivasi sesama Odha. Hal ini dilakukan agar Odha tetap sehat dan mau mengakses perawatan dan pengobatan.

“Dengan kondisi Odha yang sehat, mereka akan ‘survive’ dengan kondisi yang seperti ini dan masyarakat tidak akan memandang mereka dengan sebelah mata dan diskriminasi dapat terminimalisir,” kata Chenchen dengan ada yakin. Pada akhirnya, Odha sudah tidak menjadi sesuatu yang menakutkan bagi masyarakat.

“Memberikan pelatihan kepada komunitas tentang pengetahuan HIV/AIDS dan melibatkan komunitas dalam kegiatan masyarakat dan pemerintah setempat, hal ini dilakukan supaya diskriminasi yang ada di komunitas dan masyarakat dapat terminimalisir. “Harapan kita agar Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN) segera menemukan motede yang tepat untuk meminimalisir diskriminasi terhadap Odha waria, “Sebab tanpa campur tangan lembaga pemerintahan kita akan kesulitan untuk meminimalisir diskriminasi tersebut,” kata Chenchen

Di Pernas AIDS V Makassar kita berharap “double discrimination” yang berkembang di tempat layanan dan masyarakat didiskusikan untuk memberikan solusi yang terbaik, agar hal ini segera dapat teratasi dan tidak berdampak pada munculnya diskriminasi-diskriminasi yang baru lagi.

Dukungan diperlukan agar Odha merdeka dari stigma dan diskriminasi. ***

Foto: Suasana pertemuan di kantor Wamarapa (dokpri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun