Mohon tunggu...
Nadia Andjani
Nadia Andjani Mohon Tunggu... -

Jujur & Bertanggungjawab

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Dinkes Kota Malang Bersinergi dengan KPA untuk Meminimalisir Stigma Terhadap Odha

6 Agustus 2015   15:11 Diperbarui: 6 Agustus 2015   15:11 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Insiden infeksi atau penularan HIV baru terus terjadi, jumlah kasus kumulatif HIV/AIDS pun dari tahun ke tahun bertambah. Hal ini menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah Kota Malang, Jatim. Untuk itulah Pemerintah Kota Malang, Dinas Kesehatan Kota Malang bersama dengan KPA Kota Malang, LSM, serta lembaga donor bekerja sama untuk menanggulangi penyebaran dan penularan HIV/AIDS. Upaya dan usaha sudah dilakukan tapi hasilnya belum memuaskan.

Kasus HIV/AIDS  yang terdeteksi semakin banyak, stigma masyarakat terhadap Odha (Orang dengan HIV/AIDS) juga akan kian banyak pula. Stigma yang berasal dari lingkungan sosial dapat menghambat proses penanggulangan HIV/AIDS. Odha akan cemas terhadap stigma yang ada di dalam dirinya sehingga dapat berdampak kepada proses layanan kesehatan dan pengobatan. Odha akan menutup diri terhadap masyarakat, keluarga bahkan kepada pasangannya sendiri.

Apalah kita bisa membayangkan apa yang akan terjadi apabila Odha semakin menutup diri?

Dua tugas dan tanggungjawab yang menjadi beban bagi Dinas Kesehatan, KPA, aktivis HIV/AIDS dan masyarakat peduli HIV/AIDS Kota Malang yaitu menanggulangi HIV/AIDS dan meminimalisir stigma masyarakat terhadap Odha.

Stigma masyarakat Kota Malang terhadap Odha untuk saat ini sudah dapat diminimalisir dibandingkan dengan 3 atau 4 tahun yang lalu. Hal ini disampaikan oleh Pudji Lestari, BSc, selaku Kasie Pemberantasan Penyakit di Dinas Kesehatan Kota Malang. Beliau menyampaikan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya stigma di masyarakat, yaitu:

  • Odha minta di eksklusifkan di dalam layanan
  • Odha meminta pelayanan secara khusus
  • Odha mengstigma dirinya sendiri

Stigma terhadap Odha yang berkembang di masyarakat dan layanan yaitu:

  • Odha hanya menunggu waktu untuk “mati” saja
  • Opini negatif dan memperlakukan Odha
  • Tempat layanan memberikan mutu pelayanan yang kurang bagus bagi Odha
  • Petugas layanan takut terhadap Odha

Stigma yang berkembang dan tidak segera diminimalisir akan berdampak diskriminasi (perlakuan berbeda) terhadap Odha, dan hal tersebut akan memicu timbulnya pelanggaran HAM bagi Odha. Stigma juga akan menghambat  program yang sudah dibuat Komisi Penanggulangan AIDS Nasional (KPAN). Epidemi HIV/AIDS akan semakin parah serta dapat menghambat proses pengobatan dan perawatan Odha. Pudji juga memberikan strategi-strategi untuk meminimalisir stigma terhadap Odha, yaitu:

  • Memberikan sosislaisasi stigma terhadap petugas layananan
  • Memberikan pelatihan kepada petugas layanan dan masyarkat
  • Pembentukan Warga Peduli AIDS (WPA)

Sri Laksmi Astuti, SH, Sekretaris KPA Kota Malang, juga memberikan solusi untuk mencegah stigma terhadap Odha di masyarkat, solusi yang diberikan beliau adalah:

  • Membentuk Warga Peduli AIDS di setiap kelurahan
  • Sosialisasi pengetahuan HIV/AIDS di kalangan pelajar baik tingkat SMU maupun perguruan tinggi

Strategi-strategi yang dijalankan oleh Dinas Kesehatan dan KPA sangatlah bagus dan berguna untuk meminimalisir stigma masyarakat terhadap Odha. Meminimalisir stigma terhadap Odha tidak hanya menjadi tugas dari Dinas Kesehatan maupun KPA, tapi masyakat juga harus peduli untuk itu.

Timbul pertanyaan bagi saya, yaitu masyarakat yang bagaimana yang bisa membantu program dan strategi yang sudah dibuat?

Saya akan memberikan beberapa solusi besar harapan saya dapat membantu program oleh Dinas Kesehatan dan KPA Malang. Bebarapa solusi dan masukan yang saya rumuskan, yaitu:

  • Upaya untuk meminimalisir stigma terhadap Odha yaitu meningkatkan pemahaman tentang HIV/AIDS di masyakarat dengan gaya dan bahasa yang dapat dimengerti dan dipahami. Masyakarat yang berada di wilayah Malang juga masyarakat yang majemuk, tidak hanya masyakat asli Malang saja tapi ada juga masyakaat yang berasal dari suku-suku yang lain. Hendaknya kita mulai membuat metode yang tepat agar semua warga masyakat dapat paham dengan baik dan benar tentang HIV/AIDS.
  • Langkah bagus yang sudah dijalankan oleh Dinas Kesehatan dan KPA untuk pembentukan Warga Peduli AIDS (WPA), alangkah lebih bagus kalau pembentukan WPA dilakukan secara merata di tingkat keluruhan-kelurahan yang ada dan melibatkan satu masyarakat di RW. Hal ini dilakukan agar penyampaian informasi tentang HIV/AIDS bisa diterima hingga tingkat rukun tetangga (RT).
  • Pembentukan kader HIV/AIDS di perguruan tinggi. Malang adalah salah satu kota pelajar terbesar yang ada di Indonesia. Setiap tahun ajaran baru banyak dijumpai mahasiswa-mahasiswa baru yang berada di Malang, alangkah baiknya jika setiap universitas mempunyai kader-kader yang menyebarkan informasi HIV/AIDS, khususnya kepada mahasiswa. Hal ini juga memerlukan suatu metode yang khusus. Dan harapan kita agar di Pernas AIDS V Makasar 2015 perlu dibahas metode khusus penyampaian informasi yang baik dan benar di kalangan pelajar dan mahasiswa.

Semakin banyak masyarakat yang peduli dan sadar akan penanggulangan HIV/AIDS maka stigma terhadap Odha  juga dapat diminimalisir. *

Foto: Ilustrasi (Repro: unspokenpolitics.net)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun