Bapak Deny memberikan Tiongkok sebagai contoh negara yang mampu berkembang pesat karena sudah mengonsentrasikan technology use sedari lama. Teknologi yang negara lain ciptakan mereka observasi, pahami, kembangkan, dan bangun dengan kemampuan yang melebihi awal mulanya. Bahkan karena mereka sudah mampu mengontrol dan memonitor sesuatu tersebut dari segala aspek yang ada, Tiongkok bisa dengan mudah mengembangkan teknologi tersebut dalam jenis yang sama namun kemasan atau tampilan berbeda.
Alasan Bapak Deny W. Kurnia mementingkan poin ke-7 tersebut untuk diutamakan oleh masyarakat Indonesia ialah karena level kemajuan negara kita masih terbilang rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Jadi pekerjaan yang ada di depan mata, low hanging fruit, ialah penggunaan teknologi tadi, ujar beliau. Teknologi tersebut bisa berupa software; sistem, metode, alat berpikir, artificial intelligence, Instagram, atau mungkin Youtube, dan masih banyak lagi. Bisa juga hardware seperti mesin, pabrik, atau mobil contohnya.
Beliau memperjelas bahwa penggunaan teknologi itu bukan masalah bagaimana menciptakan si teknologinya tersebut, tapi bagaimana kita mampu memanfaatkannya. Tidak apa jika negara-negara maju yang menciptakan teknologi tersebut. Karena logikanya, Indonesia pada tahun 2025 masih pada tahap technology use. Kita mengikuti kenyataan di lapangannya saja. Ingat, 2025 sudah sangatlah dekat. 4 tahun lagi dari sekarang. Terlebih, dilansir dari laporan The Future of Jobs, sebanyak 43 persen perusahaan yang sudah mengikuti survei menyatakan bahwa mereka akan mengurangi tenaga kerja karena telah melakukan integrasi teknologi. Itu membuktikan bahwa yang mampu menguasai segala kemampuan yang bersangkutan dengan teknologi lah yang akan dicari perusahaan, baik yang besar dan kecil.
      Maka dari keseluruhan yang telah dibahas di atas, sekiranya kita bisa mulai dari sekarang untuk menguasai setidaknya satu poin dari sepuluh keahlian penting di tahun 2025 tersebut. Akan lebih menarik rasanya jika kita juga bisa ikut membantu memberikan pemahaman tersebut kepada sesama atau bahkan nanti ke depannya, membuka lapangan pekerjaan untuk menyeimbangkan arus persaingan. Jika kita mulai dengan keinginan yang kuat diikuti usaha yang maksimal, tentu hasil yang diciptakan tidak akan mengecewakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H