Mohon tunggu...
Nadia Alya Raissa
Nadia Alya Raissa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Pendidikan Indonesia

Mahasiswi Manajemen Pemasaran Pariwisata di Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Sosial Pariwisata terhadap Transformasi Budaya di Pulau Bali

13 Maret 2024   05:33 Diperbarui: 13 Maret 2024   18:50 1534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pulau Bali tentunya sudah tidak asing lagi dikenal oleh banyak masyarakat baik mulai dari masyarakat lokal mau pun mancanegara. Dimulai dari keindahan alam dan keunikan budayanya. Di Pulau Dewata ini, adat istiadat asli nenek moyang Indonesia masih terjaga dan terlestarikan dengan rapi. Pulau Bali merupakan salah satu pulau dari lebih dari 17.000 kepulauan yang ada tersebar di Indonesia. 

Provinsi Bali terdiri atas pulau Bali, pulau Nusa Penida, dan pulau-pulau kecil lainnya yang jika ditotal memiliki wilayah seluas 5.632,86 km2 atau sekitar 0,29% dari luas seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terdapat sekitar 4 juta jiwa lebih masyarakat penduduk yang tinggal di Bali, dengan mayoritas sekitar 92,3% masyarakat menganut agama Hindu. Sisanya menganut agama lain yaitu Buddha, Islam, Protestan, dan Katolik. 

Pulau Bali dengan provinsi yang ber-ibukota di Denpasar ini ialah ikon pariwisata Indonesia di mata dunia. Bali dapat dikatakan sebagai daerah pariwisata terdepan dan menjadi pusat pariwisata di Indonesia yang juga sebagai salah satu daerah tujuan wisata terkemuka di dunia. Para wisatawan bisa mengenal pulau Bali karena Bali memiliki potensi alam yang sangat indah antara lain, mempunyai iklim tropis, hutan yang hijau dan asri, gunung dan pegunungan, danau, sungai, hamparan sawah yang luas serta deretan pantai-pantai indah dengan beragam pasir putih mau pun hitam. 

Selain itu, pulau Bali lebih dikenal juga atas perpaduan alam dan manusia juga adat kebudayaannya yang unik dan masih terjaga, yang berlandaskan pada konsep keserasian dan keselarasan yang telah mewujudkan sebuah kondisi estetika yang ideal dan bermutu tinggi. 

Pertumbuhan sektor pariwisata di Bali tentunya tidak luput menimbulkan dampak sosial yang telah mengubah Bali dalam kurun waktu sekitar 4 dekade terakhir. Apabila dilihat dari sisi positif, terdapat pertumbuhan pesat ekonomi di pulau Bali yang telah mengubah struktur ekonomi Bali yang asalnya agraris menjadi industri jasa. 

Namun, di balik angka-angka pertumbuhan ekonomi tersebut, ternyata ada juga dampak negatif yang ditimbulkan oleh para perilaku wisatawan yang datang ke pulau Bali. Beberapa di antaranya adalah menguatnya paham materialism, kemacetan dan kriminalitas, perubahan gaya hidup, wilayah-wilayah publik yang eksklusif, dan citra-citra bentukan pariwisata Bali. 

Masyarakat penduduk Bali kontemporer ditandai dengan menguatnya motif ekonomi (materialisme, paham yang masuk lewat globalisasi). Melonjaknya jumlah wisatawan yang datang ke Bali telah mengubah masyarakat yang awalnya komunal dan immaterial menjadi lebih individualis dan materialis. 

Hal ini dapat dibuktikan dalam bidang seni, saat ini pertunjukkan kegiatan seni tidak lagi bertujuan untuk mengolah rasa melainkan untuk mendulang emas dan dollar. Padahal, di masa lalu kegiatan menari dilakukan secara sukarela sebagai bakti pada Tuhan Yang Maha Esa dalam acara-acara keagamaan atau acara panca yadnya lainnya. 

Saat ini, dengan melihat ada banyaknya wisatawan yang datang untuk melihat kebudayaan masyarakat Bali, setiap dedikasi bernilai dan dihargai dengan sejumlah uang. Para penari, tukang tabuh, mau pun seniman lainnya lebih memilih untuk mematok harga sebagai imbalan atas jerih payah mereka. Walaupun ekspoitasi yang bersifat bisnis terjadi dalam ranah seni budaya, fakta lain menunjukkan adanya dampak konservasi budaya. 

Dalam perspektif budayawan skulturalis, komersialisasi budaya identik dengan pedangkalan makna, profanisasi dan banalisasi budaya tinggi (Ardika, 2003). Perilaku wisatawan yang terkesan selalu bersedia untuk mengeluarkan uang turut mengubah perilaku masyarakat dan menyebabkan pergeseran nilai dalam masyarakat Bali. Seharusnya penduduk setempat pulau Bali lebih bisa mengedukasi wisatawan yang datang sehingga mereka dapat mengetahui tujuan dan makna aslinya, bukan semata-mata hanya sebagai sarana hiburan dan tontonan saja. 

Persoalan lain yang dapat ditemukan di pulau Bali adalah kemacetan lalu lintas. Para wisatawan yang sedang berwisata di Bali kebanyakan lebih memilih untuk menyewa kendaraan bermotor pribadi. Jumlah wisatawan yang tidak jarang membludak dan ketaatan wisatawan terhadap peraturan lalu lintas yang rendah menimbulkan kemacetan parah. Bahkan masalah kemacetan di Bali khususnya di wilayah Bali Selatan ini sempat menjadi sorotan dunia internasional. 

Dari perspektif budaya, kemacetan di pulau Bali merupakan penanda perubahan sosial masyarakat yang dulunya sebagai masyarakat rural (pedesaan) menjadi masyarakat urban (perkotaan). Beberapa daerah di pulau Bali seperti Kuta, Seminyak, dan Legian yang tadinya adalah wilayah desa dan persawahan yang sepi dalam tiga dekade berubah menjadi daerah yang padat, sibuk, dan macet. 

Langkah yang dapat diambil untuk mengatasi masalah kemacetan yang ada di pulau Bali ini bisa mulai dilaksanakan oleh masyarakat penduduk Bali itu sendiri. Seperti untuk para pengusaha sewa kendaraan bermotor, sebaiknya sebelum mereka menyewakan kendaraan kepada wisatawan, pihak pemilik sewa memberi tahukan apa saja peraturan-peraturan lalu lintas di Bali yang perlu dipatuhi dan tidak boleh dilanggar agar para wisatawan mengetahui akan adanya peraturanperaturan tersebut. 

Pihak polisi dan pengatur jalan lalu lintas pun sebaiknya berani untuk menindak tegas para pelanggar lalu lintas. Dengan penerapan sanksi yang tegas, diharapkan itu dapat membuat pelanggar lalu lintas jera dan tidak mau mengulanginya lagi. Yang terakhir dan yang paling penting, untuk mengatasi masalah kemacetan yang ada di pulau Bali ini, masih sangat diperlukan kesadaran dari para wisatawan itu sendiri. Wisatawan mau tidak mau harus mau ikut mematuhi seluruh aturan berlalu lintas yang ditetapkan di daerah Bali. 

Wisatawan juga harus mengetahui apakah mereka benar-benar butuh menggunakan kendaraan saat perjalanannya atau tidak. Apabila jarak tempat destinasi yang akan dituju cukup dekat, sebaiknya wisatawan pergi dengan berjalan kaki saja. 

Mengamati perkembangan pariwisata di Bali, terlihat jelas bahwa trend pariwisata di Bali bergerak mengikuti trend wisata dunia. Wilayah Selatan Bali adalah sebuah kasus di mana pariwisata berkembang mengikuti selera pasar yakni selera wisatawan atau turis barat. Tumbuhnya pusat-pusat hiburan seperti night club, cafe, dan sejenisnya membuktikan dunia malam atau night life sudah menggejala di Bali Selatan. 

Sebuah keadaan yang sangat berbeda dengan kondisi tiga puluh tahun lalu. Dulu masyarakat penduduk Bali yang bersahaja tidak memiliki banyak aktivitas di malam hari. Kaum Wanita tinggal di rumah, para pria berkumpul menghabiskan waktu untuk sekedar mengobrol atau membahas lontar. 

Saat ini suasana seperti itu sudah sulit ditemukan di pulau Bali. Malam yang dulunya sepi dan tenang kini berubah menjadi gemerlap cahaya lampu-lampu diskotik dan suara hingar binger musik sebagai penanda kehidupan malam di Bali. Jelas bahwa gaya hidup yang ditunjukkan oleh masyarakat Bali kontemporer bukan berasal dari budaya asli tradisional Bali, melainkan karena adanya pengaruh budaya asing yang lebih menonjolkan permukaan diri dari pada sisi ini. 

Alangkah baik jika para wisatawan asing yang datang untuk berwisata ke pulau Bali dapat menempatkan diri dan menyadari akan kebudayaan asli tradisional Bali yang jelas berbeda dengan kebudayaan mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun