Di balik kehebohan FYP dan drama, sosial media juga menjadi alat yang kuat bagi Gen Z untuk menyuarakan perubahan. Di Indonesia, fenomena "sosial media activism" semakin terlihat, di mana banyak anak muda memanfaatkan platform ini untuk menggalang dukungan terhadap isu-isu sosial, politik, dan lingkungan.
Contohnya, kampanye lingkungan seperti #BreakFreeFromPlastic dan gerakan sosial seperti #PapuanLivesMatter mendapatkan perhatian besar berkat dukungan dari netizen. Di era di mana informasi bisa menyebar dengan cepat, sosial media memungkinkan Gen Z untuk menjadi agen perubahan, menyebarkan kesadaran, dan memobilisasi masyarakat dalam skala besar.
Namun, aktivisme digital ini juga membawa tantangan. Banyak yang khawatir bahwa gerakan ini hanya bersifat sementara, atau yang disebut sebagai "slacktivism"---di mana seseorang terlihat peduli hanya karena mereka mem-posting sesuatu, tanpa tindakan nyata di dunia nyata. Gen Z perlu memastikan bahwa dukungan mereka di sosial media diikuti dengan aksi konkret agar dampak dari gerakan tersebut benar-benar terasa.
5. Tantangan Post-Truth Era: Kebanjiran Informasi dan Disinformasi
Salah satu bahaya terbesar dari era sosial media adalah kebanjiran informasi yang tidak terfilter. Dengan banyaknya konten yang berlalu-lalang di FYP atau timeline, Gen Z sering kali sulit membedakan antara informasi yang valid dan hoaks. Di era post-truth ini, di mana fakta sering kali dibelokkan untuk mendukung agenda tertentu, Gen Z harus lebih kritis dalam menerima dan menyebarkan informasi.
Salah satu tren yang mengkhawatirkan adalah maraknya hoaks dan teori konspirasi yang menyebar cepat di sosial media. Ini bisa menciptakan kebingungan, bahkan membahayakan masyarakat jika informasi yang salah diterima mentah-mentah. Oleh karena itu, penting bagi anak muda untuk belajar literasi digital, memverifikasi sumber informasi, dan tidak ikut-ikutan menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya.
Fenomena pernetizenan di sosial media, khususnya budaya FYP, membawa banyak perubahan bagi cara Gen Z berinteraksi dan berpikir. Di satu sisi, sosial media memberikan platform untuk kreativitas, koneksi sosial, dan aktivisme. Namun, di sisi lain, tekanan untuk selalu viral, risiko drama yang berlebihan, serta tantangan informasi yang salah menjadi sisi gelap yang perlu dihadapi dengan bijak.
Bagi Gen Z, penting untuk menyadari bahwa meskipun sosial media memiliki kekuatan besar, kendali sebenarnya ada di tangan mereka sendiri. Dengan menggunakan platform ini secara positif dan bijak, mereka bisa membentuk masa depan yang lebih cerah, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H