Mohon tunggu...
Nadia Nurhalija
Nadia Nurhalija Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Magister Ilmu Hukum

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Urgensi Pembaharuan Hukum Pidana Terhadap Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di Indonesia

6 Desember 2024   21:21 Diperbarui: 6 Desember 2024   21:22 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pekerja Rumah Tangga (PRT) merupakan salah satu jenis pekerjaan dengan angka tenaga kerja terbesar di Asia, tak terkecuali di Indonesia. Eksistensi PRT telah ada sejak zaman kerajaan, masa penjajahan hingga sesudah Indonesia merdeka. Dua faktor utama yang mendorong kehadiran PRT adalah kemiskinan dan faktor kebutuhan tenaga di sektor domestik. Pekerja rumah tangga telah dijamin perlindunganya oleh negara sebab merupakan bagian dari hak asasi manusia sesuai dengan yang ada di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan bahwa: "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", junto Pasal 28 D ayat (2) yang menyatakan bahwa "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja". Pengertian pekerja/buruh diatur dalam pasal 1 butir 3 UU Ketenagakerjaan. Dalam ketentuan tersebut, dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan pekerja adalah "Setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain".

Perlindungan hukum terhadap PRT sangat di butuhkan sebab regulasi yang ada belum memadai dalam memeberikan jaminan perlindungan hukum kepada PRT. Banyak nya kasus yang terjadi saat ini terkait kekerasan terhadap PRT sebagai bukti bahwa hukum yang ada saat ini belum memadai, sehingga perlu disahkanya UU PRT sesegera mungkin. Salah satu contoh kasus terkait kekerasan PRT oleh majikan ialah kasus Siti khotimah yang merupakan seorang pekerja rumah tangga yang menjadi korban penganiyaan majikannya sendiri Metty Kapantow. Salah satu perbuatan keji majikan ke PRT tersebut ialah dengan menyuruh orang untuk membalurkan sambal hingga ke alat vitalnya. Tak sampai disitu saja, Siti juga tidak mendapatkan upah gaji yang seharusnya di terima selama bekerja. Bahkan Ia tidak menerima makanan yang layak selama bekerja.

Perlindungan terhadap PRT sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah tangga (KDRT) diantaranya :

 a) Dalam Pasal 1 ayat (1) yang mengatur bahwa: "Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secar fisik, seksual, psikologis dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan pemaksaan, perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga".

 b) Dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c yang mengatur bahwa: "lingkup rumah tangga termasuk orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap didalam rumah tangga tersebut", sebagaimana huruf c dipandang sebagi anggota keluarga dalam jangka waktu tertentu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan.

c) Pasal 5 yang mengatur bahwa: "Kekerasan dalam rumah tangga bisa terjadi salah satu bentuknya adalah adanya penelantaran dalam rumah tangga, termasuk Pekerja Rumah Tangga". Jika terjadi kekerasan dalam rumah tangga termasuk ART maka Undang- Undang ini juga memberikan hak-hak bagi korban, bahwa korban berhak mendapatkan perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokad, lembaga sosial atau pihak lainnya, pelayanan kesehatan, dan sebagainya.

d) Dalam Pasal 9 ayat (1) yang mengatur bahwa: "Kewajiban memberi kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut sebagaimana disebut dalam Pasal 2".

Dalam UU ketenagakerjaan hubungan kerja yang diakui oleh UU Ketenagakerjaan adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja. Sementara pengguna jasa PRT umumnya adalah orang perorangan yang biasa disebut majikan dan bukan pengusaha. Meskipun majikan PRT bisa tergolong sebagai "pemberi kerja", namun tidak dapat dikategorikan sebagai bukan badan usaha. Atas dasar hal tersebut, majikan bukan termasuk pengusaha sebagaimana yang dimaksud oleh UU Ketenagakerjaan. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa eksistensi PRT tidak diakui oleh UU Ketenagakerjaan sehingga secara otomatis juga tidak mendapatkan perlindungan hukum.

Pembaharuan hukum sebagai suatu urgensi dalam perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga, mengingat bahwa pekerja rumah tangga sering kali berada dalam situasi yang rentan dan tidak mendapatkan perlindungan yang memadai terhadap hak-hak dasar mereka. Dalam banyak kasus, mereka dihadapkan pada kondisi kerja yang tidak layak, kurangnya akses terhadap jaminan sosial, dan perlakuan diskriminatif yang dapat merugikan kesejahteraan fisik dan mental mereka. Oleh karena itu, upaya untuk mereformasi undang-undang yang mengatur status dan hak-hak pekerja rumah tangga melalui Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) menjadi sangat krusial. RUU ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum yang jelas dan komprehensif bagi pekerja rumah tangga, mencakup aspek-aspek seperti upah yang adil, waktu kerja yang manusiawi, dan jaminan Kesehatan. Pembaruan hukum bukan hanya sekadar langkah administratif, melainkan merupakan bagian integral dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera bagi semua pihak, di mana pekerja rumah tangga memiliki kedudukan yang setara dan mendapatkan perlindungan hukum yang semestinya.

Pembaruan perlindungan pekerja rumah tangga juga sejalan dengan perubahan paradigma dalam masyarakat yang semakin menyadari pentingnya hak-hak pekerja. Kesadaran kolektif tentang nilai dan kontribusi pekerja rumah tangga dalam struktur sosial dan ekonomi semakin meningkat, mendorong munculnya dukungan bagi RUU PRT dari berbagai kalangan masyarakat. Media sosial, kampanye publik, dan advokasi dari organisasi non-pemerintah memainkan peran penting dalam menyebarkan informasi serta membangun kesadaran mengenai perlunya perlindungan hukum bagi pekerja rumah tangga. Dengan dukungan publik yang kuat, diharapkan proses pengesahan RUU PRT dapat berjalan lebih lancar dan mendapatkan legitimasi yang lebih besar.

Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PRT) menjadi salah satu inisiatif penting dalam upaya pembaharuan ini. Tujuan dari RUU ini adalah menciptakan kerangka hukum yang jelas dan komprehensif bagi perlindungan pekerja rumah tangga, dengan mencakup hak-hak dasar yang sering kali terabaikan. RUU ini mengatur berbagai aspek seperti upah minimum, waktu kerja yang manusiawi, hak untuk beristirahat, serta perlindungan terhadap kekerasan atau perlakuan diskriminatif. Proses pembuatan RUU PRT melibatkan tidak hanya pemerintah dan lembaga legislatif, tetapi juga partisipasi aktif dari berbagai organisasi masyarakat sipil, serikat pekerja, dan akademisi, untuk memastikan bahwa regulasi ini mencerminkan kebutuhan dan aspirasi pekerja rumah tangga dengan lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun