Mohon tunggu...
Nadia Indriastuti
Nadia Indriastuti Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1

Pendidikan IPS Universitas Negeri Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Slum Area : Akibat dari Urbanisasi dan Cara Mengatasinya

20 Desember 2020   20:05 Diperbarui: 20 Desember 2020   21:32 2101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang berada di Kawasan Asia. Karena Indonesia termasuk kedalam negara berkembang, banyak sekali permasalahan – permasalahan yang dihadapi oleh negara ini, seperti pendapatan perkapita yang masuk kedalam golongan menengah kebawah, kurangnya lapangan pekerjaan, kepadatan penduduk, dan masih banyak permasalahan lainnya. Dari ketiga permasalahan tersebut akan muncul tingkat urbanisasi yang tinggi. Urbanisasi merupakan perubahan kawasan dan juga masyarakat dalam suatu wilayah non urban menjadi wilayah urban (Ir. Triatno Yudo Harjoko : 2010). Dimana laju pertumbuhan penduduk yang tinggi ini mendorong mobilitas penduduk dari wilayah pedesaan menuju wilayah perkotaan. Masyarakat pedesaan ini seakan tertarik oleh kehidupan di wilayah perkotaan yang memiliki kesempatan kerja yang tinggi, standar kehidupan yang tinggi, penghasilan yang lebih mencukupi, lalu standar pendidikan dan kesehatan yang tinggi juga. Daya tarik ini membuat masyarakat desa datang ke kota untuk mencari pekerjaan dan juga bertempat tinggal. Urbanisasi yang tinggi ini dapat dibuktikan dari data statistik sektoral provinsi DKI Jakarta, dimana pada bulan Maret 2020 tercatat sebanyak 7.421 penduduk yang datang dan bermukim di Jakarta. Dari 7.421 penduduk tersebut diantaranya adalah 3.537 penduduk laki – laki dan 3.884 penduduk perempuan.

Kehidupan mencari pekerjaan yang mudah bagi masyarakat urban tersebut ternyata tidak semudah apa yang diharapkan. Hal ini tentunya menimbulkan permasalahan bagi wilayah perkotaan. Permasalahan ini adalah bertambahnya tingkat kemiskinan, karena sulitnya mencari pekerjaan. Dalam mencari pekerjaan dengan penghasilan tinggi membutuhkan kualifikasi yang tinggi pula. Meningkatnya angka kemiskinan ini tentunya berpengaruh terhadap peningkatan permukiman kumuh di DKI Jakarta. Dimana lahan – lahan kosong yang seharusnya dapat dijadikan sebagai RHT atau Ruang Terbuka Hijau, akan tetapi oleh masyarakat urban dimanfaatkan sebagai tempat tinggal sehingga menimbulkan permukiman kumuh. Mereka memanfaatkan lahan kosong ini diakibatkan karena tiingkat pendapatan yang rendah. Permukiman kumuh merupakan suatu wilayah tempat tinggal yang tidak mempunyai struktur, pola, mandi cuci kakus atau MCK, air bersih, dan fasilitas umum (Yudohusodo : 1991). Dari pengertian permukiman kumuh tersebut sama seperti kondisi di kampung Rawa Bengek.

Salah satu permukiman kumuh kategori berat menurut BPS DKI Jakarata ini terletak di Kampung Rawa Bengek, Jakarta Pusat. Kampung ini berdiri diatas rawa dengan tumpukan sampah yang sudah membeku. Permukiman kumuh seperti ini termasuk kedalam permukimah illegal, mereka membangun rumah semi permanen menggunakan kayu sebagai pondasi, atap rumah menggunakan seng yang sudah rusak, dan dindingnya terbuat dari triplek. Kampung Rawa Bengek ini sendiri tidak dapat diukur dengan pasti seberapa luasnya, disekitar permukiman kumuh ini juga terdapat kendang – kendang hewan, seperti ayam dan kambing yang digunakan sebagai pembatas wilayah mereka. Warga disini setiap hari menghirup udara yang tidak segar , dimana mereka menghirup bau kotoran hewan dan manusia yang bercampur dengan sampah kiriman. Tidak hanya permasalahan udara saja, di kampung Rawa Bengek ini memiliki kondisi air bersih yang kurang. Air yang terdapat di kampung Rawa Bengek terasa asin, sehingga jika ingin mendapatkan air bersih harus menggunakan PAM. Lalu MCK yang berada di sekitar kampung Rawa Bengek ini adalah MCK dengan ukuran kecil dan hanya menggunakan asbes sebagai pintunya.

Turunnya kualitas lingkungan ataupun sosial permukiman yang berdampak terhadap rendahnya mutu lingkungan sebagai hunian (Yunus : 2000). Permukiman kumuh seperti ini merupakan lingkungan yang tidak sehat dan akan berdampak buruk bagi Kesehatan masyarakat yang tinggal di kampung Rawa Bengek ini. Lingkungan yang kotor, sanitasi lingkungan yang tidak baik seperti itu dapat menyebabkan penyakit pencernaan seperti diare, tuberculosis, Malaria, dan lain – lain bagi warga yang tinggal di permukiman kumuh Rawa Bebek ataupun permukiman kumuh lainnya. Mereka yang tinggal di permukiman kumuh Rawa Bengek ini tidak memiliki pilihan lain selain bertahan dengan lingkungan seperti ini. Karena kekurangan yang mereka miliki, seperti tidak memiliki keahlian ataupun kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, pendidikan yang rata – rata masih rendah, kurangnya modal usaha untuk mereka memulai usaha, sehingga mereka kesulitan dalam hal perekonomian. Lalu karena mereka membangun permukiman di tanah illegal, maka sewaktu – waktu  permukiman mereka dapat digusur oleh pihak – pihak yang berpengaruh. Seperti menurut tribunnews.com warga kampung Rawa Bengek telah mendapatkan peringatan penggusuran oleh perusahaan umum, dimana mereka hanya mengharapkan ganti rugi jika penggusuran itu terjadi dengan mengumpulkan fotocopy kartu tanda penduduk atau KTP dan Kartu Keluarga  yang mereka punya.

Dalam menangani hal semacam permukiman kumuh di kampung Rawa Bengek ini pemerintah DKI Jakarta telah melakukan kebijakan untk menanganinya, akan tetapi karena wilayah permukiman kumuh ini tersebar luas di DKI Jakarta ada beberapa wilayah yang belum dibenahi oleh pemerintah. Usaha – usaha yang di lakukan pemerintah untuk mengatasi slum area ini seperti pembangunan rumah susun sewa atau lebih sering disebut dengan rusunawa. Rumah susun sewa ini salah satu program untuk masyarakat berpenghasilan rendah kebawah, alternatif ini dilakukan karena keterbatasan lahan maka pembangunan dilakukan dengan bentuk susun tingkat keatas. Lahan yang dijadikan rusunawa ini merupakan lahan milik BUMD yang tentunya lahan ini belum digunakan dan memiliki fasilitas yang baik serta harga terjangkau. Lalu juga perkampungan kumuh ini juga dapat ditangani dengan konsep community Action Plan dimana konsep ini melibatkan masyarakat setempat untuk menata permukiman kumuh. Lalu community action plan ini akan dioperasikan dengan sistem collaborative implementation plan pada satu tahun yang akan datang. Jadi jika RW tersebut menerima program CAP pada tahun 2020, maka program CIP akan dilakukan pada tahun 2021. Program ini melibatkan 76 RW permukiman kumuh di DKI Jakarta termasuk kampung Rawa Bebek didalamnya. Pemerintah menyediakan anggaran untuk program ini untuk 76 RW sebanyak 25,5 miliar sedangkan untuk 80 RW sebanyak 558,8 miliar.

Melihat kebijakan – kebijakan yang telah dijalankan pemerintah DKI Jakarta, hendaknya pemerintah DKI Jakarta tidak hanya mengatasi dalam memberikan hunian yang baik. Akan tetapi pemerintah juga harus mengatasi permasalahan ini hingga keakar – akarnnya. Seperti yang sudah dipaparkan diatas permasalahan permukiman kumuh ini disebabkan karena adanya arus urbanisasi yang tinggi dari wilayah desa ke wilayah kota, dimana hal ini juga diakibatkan karena pembangunan yang tidak merata yang berakibatkan banyaknya warga desa yang memilih datang ke kota sehingga menimbulkan permukiman kumuh. Lalu dampak buruk ini tidak hanya dirasakan oleh perkotaan saja, tetapi wilayah desa juga merasakannya seperti kurangnya sumber daya manusia desa. Dari hal ini seharusnya pemerintah lebih memperhatikan pemerataan pembangunan desa dan kota, sehingga dapat menekan tingginya tingkat urbanisasi.

REFERENSI

Agung Widiawaty, Millary. (2019). Faktor – Faktor Urbanisasi di Indonesia. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.

CNN Indonesia. 2019. Cerita dari Rawa Bengek, Kampung Kumuh Diatas Lautan Sampah. Diambil dari : https://www.cnnindonesia.com/nasional/20190806145618-20-418891/cerita-dari-rawa-bengek-kampung-kumuh-di-atas-lautan-sampah (Diakses pada 19 Desember 2020)

Eni Pare, Sri. 2015. Upaya – Upaya Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dalam Mengatasi Masalah Permukiman Kumuh di Perkotaan. Jakarta : Universitas Kristen Indonesia

Harahap, F. R. (2013). Dampak Urbanisasi Bagi Perkembangan Kota Di Indonesia. Society, 1(1).

Sari, Nursita. 2019. Daftar 76 RW Kumuh di Jakarta yang Akan Ditata dengan Konsep CAP. Diambil dari : https://megapolitan.kompas.com/read/2019/11/05/21035891/daftar-76-rw-kumuh-di-jakarta-yang-akan-ditata-dengan-konsep-cap?page=all (Diakses pada 19 Desember 2020)

Sari Puspita, Dwi. 2020. Penduduk Datang dan Bermukim di DKI Jakarta pada Maret 2020. Diambil dari : http://statistik.jakarta.go.id/penduduk-datang-dan-bermukim-di-dki-jakarta-maret-2020/ (Diakses pada : 19 Desember 2020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun