Mohon tunggu...
Nadhira Zelfi Aura Salsabila
Nadhira Zelfi Aura Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Belajar terus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Seblang sebagai Warisan Budaya

28 Oktober 2021   07:20 Diperbarui: 5 November 2021   06:53 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tradisi merupakan kebiasaan turun-temurun yang sudah berlangsung lama. 

Setiap Masyarakat terus berupaya untuk melestarikan dan menjaga apa yang mereka miliki. Kota Banyuwangi selain menyimpan keindahan alam juga warisan budaya leluhur yang masih terjaga dengan baik. Kesadaran masyarakat muslim terhadap budaya, tradisi dan sejarah ditunjukkan melalui pelestarian warisan budaya lokal. 

Salah satunya adalah selamatan desa (selametan deso). Selamatan desa bisa ditemui hampir di seluruh pedesaan dan kelurahan di Banyuwangi.  Seblang adalah salah satu dari sekian banyak tradisi yang bisa kita jumpai di Banyuwangi. Seblang juga sebagai bentuk selamatan desa. 

Seblang masuk ke dalam agenda Banyuwangi Festival. Keberadaan ritual adat Seblang menjadi daya tarik bagi masyarakat luar untuk berbondong-bondong ke desa Olehsari. Dewasa ini, Seblang menjadi potensi wisata budaya di Banyuwangi. 

Hingga menarik wisatawan mancanegara. Sebenarnya, di Banyuwangi ada dua tradisi Seblang. Yaitu Seblang Bakungan dan Seblang Olehsari. Namun keduanya memiliki beberapa perbedaan. Seblang Bakungan yang dilaksanakan di desa Bakungan pada malam hari. Penarinya adalah seorang wanita tua sedangkan Seblang Olehsari penarinya adalah perempuan yang masih remaja. Dalam proses ritual keduanya sama, yaitu penari seblang menari dalam keadaan tidak sadar.

Seblang menjadi wujud dari kebudayaan yang ada di masyarakat. Seblang di Olehsari muncul sejak tahun 1930. Namun dipercaya, Seblang sudah berumur sangat tua dan sulit dilacak asal-usul dimulainya. Ritual merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat  dan memiliki makna simbolis. Ritual dilakukan untuk tujuan dan maksud tertentu. 

Seblang berfungsi sebagai sarana untuk bersih desa, yaitu supaya seisi desa dijauhkan dari marabahaya yang mengancam kesejahteraan masyarakat. Selain itu, tujuan ritual seblang ini sebagai upaya dalam menjaga tradisi yang sudah berlangsung lama. Kata 'seblang' merupakan singkatan dari kata Sebele ilang, yang artinya sialnya hilang. 

Dipercaya Jika ritual Seblang tidak dilaksanakan, maka masyarakat desa akan terkena sial. Ritual  Seblang digelar di  bulan syawal selama 7 hari. Pada hari ketiga atau keempat, hari raya idul fitri. Dimulai pukul 13.00 sampai dengan pukul 16.00. Penari seblang Olehsari merupakan gadis muda yang dipilih berdasarkan garis keturunan dari penari Seblang sebelumnya. 

Selain itu menurut penuturan masyarakat, seorang penari Seblang dipilih oleh roh leluhur dengan cara merasuki tubuh salah satu warga desa. Dengan adanya tradisi Seblang ini juga menjadi perekat hubungan antar anggota masyarakat. Banyak persiapan yang perlu dilakukan sebelum menggelar tradisi ini. Persiapan itu, tidak lepas dari simbol-simbol yang mengiringi pelaksanaan ritual adat Seblang.

Penari seblang menggunakan Omprok yang terbuat dari daun pisang yang masih muda (pupus gedhang) yang dipotong dan dibentuk menjadi zig-zag hingga menutupi sebagian wajah penari seblang. 

Kemudian dihiasi bermacam-macam bunga, yang sebagian bunga disatukan dengan benang dan sebagian lainnya disatukan dengan lidi dan ditancapkan dibagian atas Omprok. 

Busana yang dikenakan seblang adalah kemben dengan bagian bawah menggunakan kain (sewek). Dilengkapi juga dengan Selendang untuk mendukung gerakan tarian Seblang. 

Tubuh penari seblang dilumuri dengan lulur, supaya tubuh penari terlihat kuning. Tempat pelaksanaan ritual Seblang berada pada lapangan yang cukup luas untuk menampung penonton. 

Arena menari berbentuk lingkaran menyerupai panggung dengan pemain musik berada ditengah, dibawah payung putih besar. Juga ada pondok yang dihiasi dengan hasil pertanian dan perkebunan (Porobungkil) yang digantung di langit-langit pondok. Keberadaan porobungkil merupakan bentuk rasa syukur kepada Tuhan. Di pondok itu juga menjadi tempat sinden menyanyi.

Tari seblang menampakkan kesan mistis, Ini dikarenakan penari Seblang menari dalam keadaan trance (kerasukan) dengan gerakan yang sederhana dan monoton. Sebagai alat untuk berkomunikasi dengan roh leluhur. Sebelumnya, Sang penari Seblang akan ditutup matanya sembari memegang nampan bambu. Pawang Seblang akan mengasapi penari seblang dengan kemenyan. 

Dalam proses masuknya roh ke tubuh penari diiringi dengan Gendhing Seblang Lukinto. Ketika nampan bambu jatuh, menandakan bahwa penari Seblang sudah tidak sadarkan diri dan akan mulai menari. Seblang menari dengan mengelilngi panggung yang berbentuk lingkaran. Sesekali ada jeda untuk Seblang duduk, sebelum melajutkan tariannya lagi.

Penari Seblang diiringi oleh tiga pawang laki-laki dan dua pawang wanita. Seblang menari dengan diiringi musik gamelan dan lagu (gendhing) khas suku Using. Seperti, seblang lukinto, lilira kantun, cengkir gadhing, padha nonton pupuse, padha nonton pedha sembal, kembang menur, kembang gadhung, kembang pepe, kembang dermo.  

Pentingnya musik dan lagu, untuk mengiringi setiap gerakan penari seblang. Setiap lagu digunakan pada gerakan-gerakan yang berbeda. Seperti Gendhing Seblang Lukinto hanya digunakan untuk mengundang roh halus, tidak bisa diganti dengan gendhing yang lain. Saat gendhing kembang dirmo mulai dimainkan, Seblang akan mulai berjualan bunga. 

Ada nampan berisi bunga, bunga itu terdiri dari tiga macam yang ditancapkan pada sebatang bambu kecil. Penonton akan mulai berebut untuk membeli bunga itu. 

Karena dipercaya, kembang Dirmo bisa menjadi perantara untuk keselamatan, mengusir pengaruh jahat, penyakit dan melancarkan jodoh. Selanjutnya, yang menarik adalah saat prosesi Tundikan menunjukkan adanya Interaksi Seblang dengan penonton. Seblang biasanya naik ke atas meja kemudian melemparkan selendang (sampur) ke arah penonton. Penonton yang mengenai sampur harus mau maju ke atas panggung dan menari bersama Seblang. Jika menolak, maka Seblang akan marah. 

Menjelang berakhirnya ritual, para sinden mulai menyanyikan gendhing Celeng Mogok yang tariannya terkesan lebih lemah dan gendhing Candra Dewi terkesan sedih, dibandingkan dengan gendhing-gendhing sebelumnya yang menampilkan suasana lincah dan dinamis. Seblang akan mulai memperlambat gerakannya, tikar mulai digelar dan kemudian Seblang pingsan. Di akhir acara, Penari Seblang disadarkan dengan melepas omprok dan kepala penari ditutup dengan selendang.

Puncak dari ritual seblang pada hari ke-7, ditutup dengan ider bumi dan Selametan.  Pada hari terakhir pelaksanaan tradisi Seblang, jumlah penonton semakin banyak. Ider bumi merupakan prosesi dimana Seblang akan mengelilingi desa  bersama seluruh perangkat yang mengiringi penari Seblang. Dan akan berhenti di tempat-tempat tertentu untuk menari. Sepanjang perjalanan gamelan dibunyikan. Selamatan dilaksanakan dengan memohon keselamatan dengan cara islami bagi desa dan seluruh warganya. 

Selamatan bagi masyarakat Jawa pada umumnya, dilaksanakan sebagai penanda peristiwa-peristiwa tertentu. Seperti, membangun rumah, sunatan dan masih banyak lagi. 

Kehidupan sosial keagamaan di sebuah masyarakat tidak bisa lepas dari tradisi dan kebudayaan. Tradisi  Seblang yang sakral dapat dipahami dan dimaknai sebagai sebuah etika untuk mempertahankan kearifan lokal dan menjaga kerukunan sesama warga Desa. Agama Islam sebagai agama mayoritas masyarkat di desa Olehsari. 

Masyarakat Using pedesaan disamping menjalankan Agama juga pada sisi lain mereka tetap mempercayai tradisi warisan budaya. Kelengkapan Setiap elemen yang menjadi bagian dalam pelaksanaan tradisi Seblang sangat penting demi kelancaran prosesi ritual Seblang. Ritual adat Seblang menjadi gambaran kerukunan masyarakat Using.  

Bagi masyarakat Desa Olehsari ritual Seblang merupakan sarana komunikasi dengan Tuhan maupun dengan leluhurnya. Dengan demikian tradisi ini selain membawa pesan-pesan yang kaitannya dengan religi juga dalam tata hubungan atau pergaulan antar sesama (Ahmad Kholil, 2010: 140)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun