Mohon tunggu...
Nadhira Sekarputri
Nadhira Sekarputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional di Universitas Airlangga

Menulis dan membaca apapun di waktu senggang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Security Migration: Menilik TKW Indonesia dalam Jeratan Terorisme

25 Maret 2023   14:10 Diperbarui: 25 Maret 2023   14:56 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bermula dari serangan 9/11, permasalahan mengenai security menerima atensi yang signifikan oleh agenda politik Barat. Serangan tersebut dilancarkan oleh kelompok al-Qaeda, yakni transnational organized crime yang berasal dari Pakistan. 

Oleh karenanya, argumen bahwa "'keamanan' harus sepenuhnya melibatkan aktor negara"-pun bergeser menjadi lebih dinamis dengan mempertimbangkan aktor non-negara, salah satunya kelompok terorisme. 

Menurut Buzan (1983), salah satu fenomena penting yang perlu diperhatikan adalah migrasi. Negara-negara Barat mulai mengadopsi langkah-langkah sekuritisasi intens dalam migration policy framework di era kontemporer karena adanya opini publik yang menganggap bahwa mahasiswa asing, pencari suaka, dan pengungsi cenderung berpotensi menjadi teroris yang dapat mengeksploitasi host country nantinya.

Pengaruh dari serangan 9/11 ini kemudian berdampak pada rasa tidak aman di antara para migran dengan agama atau etnis minoritas, utamanya adalah umat Muslim. Mereka umumnya diberikan pemeriksaan dan pengawasan yang lebih ketat dalam prosedur imigrasi. 

Namun, tindakan tersebut justru membahayakan keamanan dan keselamatan migran dengan etnis minoritas. Hal ini dikarenakan aksi teror yang ada saat ini mengklaim bahwa mereka bertindak atas nama Islam. Namun, Penulis ingin menekankan bahwa tidak tepat untuk menggeneralisir identitas migran Muslim dengan aksi terorisme. 

Indonesia sendiri dianggap sangat rentan terhadap ancaman terorisme yang kini tidak hanya dilakukan oleh pria, tetapi juga oleh perempuan. Hal ini diperkuat dengan jumlah Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang kembali ke Indonesia terus meningkat tiap tahunnya.

Lantas, apakah migrasi selalu mengarah pada terorisme? Bagaimana dengan posisi TKW Muslim Indonesia sebagai kelompok migran yang termarginalisasi? Untuk siapakah security migration ditujukan? 

Sejak awal 2000-an, Indonesia telah mengalami rangkaian serangan terorisme yang cukup panjang. Diawali dengan serangan bom Bali pada tahun 2002, pemboman di  Ritz Carlton Hotel pada tahun 2009, hingga serangan Sarinah Mall pada tahun 2016. Selama rentang waktu tersebut, perempuan juga terlibat dalam aksi terorisme, baik sebagai pelaku maupun sebagai dukungan. Salah satu contoh terorisme perempuan di Indonesia adalah aksi bom bunuh diri yang dilakukan oleh Ika Puspitasari. 

Ika sebelumnya sempat bekerja sebagai TKW di Malaysia, namun berpindah ke Hongkong pada tahun 2016. Ia mulai masuk dalam belenggu radikalisme setelah mengomentari unggahan aksi bom Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di Facebook. 

Komentar ini menarik perhatian JAD, bahkan kelompok simpatisan pro-ISIS tersebut meminta Ika untuk menikah dengan salah satu anggotanya secara daring. Ika pun ditarik dari pekerjaannya untuk kembali ke Indonesia dan diminta untuk meledakkan diri di luar istana kepresidenan Jakarta. Namun, rencana ini digagalkan oleh kepolisian sebelum ia berhasil melakukan serangan tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun