Mohon tunggu...
Salsa.Nadhira
Salsa.Nadhira Mohon Tunggu... Freelancer - A Beginner

Social Science and Politics enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Brexit, Stay or Leave?

29 Oktober 2019   09:30 Diperbarui: 29 Oktober 2019   09:55 522
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seperti yang kita ketahui, pembentukan Uni Eropa didasari oleh keinginan masyarakat Eropa untuk mengembalikan perekonomian dan menyatukan negara-negara di Eropa pasca Perang Dunia II yang terjadi hampir di seluruh daratan Eropa dan menimbulkan duka dan dampak kehancuran yang teramat mendalam bagi masyarakatnya. Organisasi regional yang didirikan oleh enam negara pemrakarsa (Belgia, Belanda, Luksemberg, Prancis, Italia dan Jerman) ini diawali oleh ECSC (European Coal and Steel Community) pada tahun 1951 sebagai hasil penandatanganan perjanjian The Treaty of Paris pada April 1951. Hingga pada tanggal 25 Maret 1957 nama tersebut diubah dengan EEC (European Economic Community) dengan harapan terciptanya pasar bersama.

Pasar bersama (Common Market) adalah tahap integrasi suatu wilayah atau negara-negara dimana pergerakan barang dagang, jasa, modal dan penduduk dibebaskan secara bertahap hingga tidak ada lagi hambatan, dan sekarang pasar tersebut dikenal dengan nama Uni Eropa. Uni Eropa merupakan organisasi antarpemerintahan dan supra-nasional yang beranggotakan negara-negara Eropa. Sejak 1 Juli 2013 telah memiliki 28 negara anggota. Uni Eropa didirikan berdasarkan hasil penandatanganan Perjanjian Maastricht pada tahun 1992 .

Motif ekonomi dan politik menjadi faktor pendorong utama Inggris untuk ikut bergabung dalam EEC yang pada 1992 berubah menjadi Uni Eropa. Butuh banyak waktu bagi Inggris untuk meyakinkan ke-enam negara anggota sekaligus pemrakarsa EEC, terutama Perancis untuk dapat diterima sebagai anggota. Setelah bertahun-tahun berusaha, baru pada 1971 Inggris diterima sebagai anggota Masyarakat Eropa bersama-sama dengan Denmark, Irlandia dan Norwegia . Meskipun didasari oleh motif ekonomi, namun dalam penentuan penggunaan mata uang, Inggris memiliki keputusan nasional untuk tidak ikut menandatangani perjanjian Maastricht yang mengharuskan negara-negara anggotanya untuk menggunakan mata uang Euro. Inggris kemudian mengajukan beberapa klausal yang menyatakan bahwa Inggris akan tetap menggunakan mata uangnya sendiri yaitu Poundsterling .

Sebelum resmi bergabung dengan UE, Inggris lebih tertarik pada hubungan bilateral dengan mantan koloninya seperti Amerika Serikat (AS), Kanada dan Australia. Namun pada tahun 1960, Inggris mulai menyadari pentingnya menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan negara-negara tetangganya di kawasan Eropa, hingga akhirnya pada tahun 1973, Inggris secara resmi menjadi anggota UE meskipun setelah itu terjadi beberapa konflik domestik di Inggris sendiri. Tergabungnya Inggris dalam UE memang memberikan beberapa keuntungan antara lain pada sektor ekspor dan impor barang serta pengurangan tariff hambatan bagi sistem perdagangan di kawasan Eropa terutama di wilayah Eropa Barat .Namun tak dapat dipungkiri juga bahwa kebijakan dalam UE juga memberikan kesulitan bagi Inggris dalam menyesuaikannya dengan aturan yang berlaku di negaranya.

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, status keanggotaan Inggris dalam UE sejak masih bernama EEC hingga resmi menjadi anggota UE, muncul beberapa konflik domestik dalam Inggris. Mulai dari masa awal Inggris bergabung dalam EEC, yang pada saat itu Inggris dipimpin oleh pemerintah dari Partai Konservatif. 2 tahun setelah tergabungnya Inggris dalam EEC, pada tahun 1975 Inggris mengadakan referendum untuk ketetapan Inggris dalam EEC dan hasilnya adalah 67,2% mendukung "YA" dan hasilnya adalah Inggris tetap menjadi anggota tetapi kemudian Inggris merasa ragu pada status keanggotaannya . Kemudian masalah penggunaan mata uang, seperti yang sudah diesebutkan juga sebelumnya bahwa Inggris memiliki kebijakan nasional untuk tidak menandatangani Maastricht untuk penggunaan Euro dan tetap mempertahankan Poundsterling sebagai mata uang resmi yang mereka gunakan, dengan alasan bahwa Poundsterling sendiri dalam kurs mata uang dunia dianggap telah stabil dan tidak harus ikut menggantinya dengan Euro .

Tak hanya itu, UKIP (United Kingdom Independence Party) sebagai salah satu partai yang berdiri di Inggris mengajukan untuk mengkaji ulang referendum yang telah dilaksanakan sebelumnya, hal ini mereka lakukan karena mereka lebih mendukung Inggris untuk keluar dari UE. UKIP menentang keanggotaan Inggris dalam UE karena mereka melihat dari segi kesejahteraan ekonomi yang tidak merata dalam hal ini adalah UE yang menurut mereka lebih memberi keuntungan bagi negara anggota yang kurang sejahtera daripada bagi negara kaya seperti Inggris.

Referendum terkait keluarnya Inggris dari UE yang diselenggarakan pada 23 Juni 2016 lalu menghasilkan keputusan yang condong pada keputusan untuk meninggalkan Uni Eropa. Tercatat sebanyak 52% pemilih (voters) yang memberikan suaranya pada pilihan untuk meninggalkan Uni Eropa dan sebanyak 48% pemilih (voters) yang memberikan suaranya pada pilihan untuk tetap berada di UE sebagai negara anggota. Dari empat negara yang bergabung menjadi Britania Raya, Inggris mendapatkan hasil total suara untuk meninggalkan UE, dengan komposisi suara 53.4% (meninggalkan) berbanding 46.6% (bertahan).

Hal serupa juga terjadi di Wales, pendukung yang memilih untuk meninggalkan EU sebanyak 52.5% berbanding dengan yang memilih untuk bertahan sebanyak 47.5%. Hasil suara dari dua negara tersebut berbanding terbalik dengan yang terjadi di Skotlandia dan Irlandia Utara, kedua negara mendukung untuk bertahan di UE. Skotlandia mendapatkan 62% suara untuk bertahan, dibanding 38% yang memilih untuk meninggalkan, sementara di Irlandia Utara menghasilkan 55.8% bertahan, dan 44.2% memilih untuk meninggalkan .  Hasil ini berbanding terbalik dengan hasil referendum serupa yang pernah diadakan pada tahun 1975, saat itu hasilnya adalah keputusan bagi Inggris untuk tetap menjadi anggota dengan perbandingan persentase suara 67% yang mendukung dan 33% suara yang menolak dalam jumlah pemilih 64,5% .  

Referendum terkait keanggotaan Inggris ini merupakan janji dari David Cameron selaku Perdana Menteri Inggris tahun 2012. Ia berjanji untuk mengadakan referendum tersebut jika ia kembali terpilih sebagai Perdana Menteri pada tahun 2015. Hasilnya adalah Cameron benar-benar terpilih kembali untuk masa jabatan periode kedua. Saat itu ia mengenalkan UU Referendum UE kepada Parlemen Inggris sebagai awal dari proses referendum terkait keanggotaan Inggris. Setelah melewati beberapa perundingan, dalam pidatonya di hadapan House of Commons pada Februari 2016, ia mengumumkan bahwa Referendum akan diselenggarakan pada 23 Juni 2016. Setelah hasil referendum menyatakan kemenangan untuk pilihan Brexit (British Exit) Cameron mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatan Perdana Menteri Inggris.

Kuatnya suara yang memilih untuk meninggalkan UE dalam voting yang diselenggarakan di Inggris diperkuat oleh sikap representatif dari masyarakat Inggris yang menunjukkan fenomena populisme, yaitu melihat bahwa politik merupakan ekspresi dari mayoritas rakyat. Pertentangan kultur antara imigran dan penduduk asli Inggris adalah faktor utama yang memperkuat fenomena populisme ini, sehingga menyebabkan dukungan kepada golongan anti Uni Eropa semakin menguat dan tak terkalahkan .

Sebuah keputusan dalam permasalahan akan menghasilkan dua pengaruh yaitu positif serta negartif, dampak  yang menjadi resiko bagi sang pembuat keputusan tersebut. Keluarnya Inggris dari EU telah melalui berbagai prosedur serta proses yang panjang diikuti oleh pertimbangan yang matang. Dengan begitu, Inggris telah memperkirakan konsekuensi yang akan ia hadapi paska Brexit. Adanya Brexit membuktikan bahwa entitas organisasi regional yang berperan untuk mendorong serta mencapai kepentingan negara negara anggotanya tidak menutup kemungkinan suatu negara untuk tetap mempertahankan kedaulatan yang masih menjadi dominan.

Dampak positif Brexit bagi domestik Inggris ialah :
1.Inggris dapat berdaulat penuh atas kebijakan yang akan dilakukan tanpa adanya campur tangan EU yang disebut komisi Eropa.
2.Inggris terbebas dari aturan aturan EU yang dianggap "mencekik" dan "memukul rata". Sehingga, kebijakan tidak perlu mendapatkan lampu hijau atau dengan kata lain persetujuan  dari EU.
3.Inggris terlepas dari kepentingan korporasi, Khususnya korporasi dalam bagian EU, sehingga meminimalkan atau mengurangi monopoli rente yang dilakukan korporasi, elite yang menghindari pajak, dan kejahatan terorganisasi.
4.Inggris tetap dapat membuat kebijakan fiskal dan moneter sendiri dengan mempertahankan mata uang poundsterlng, meskipun selama menjadi anggota EU, Inggris tetap mempertahankan mata uangnya. Dikarenakan Inggris yang mengganggap Euro sebagai bencana, penyebab terjadinya pengangguran di atas 20% pasca resensi global di tahun 2008 pada Spanyol dan Yunani.
5.Inggris dapat menciptakan sistem yang lebih rasional terkait imigrasi, sehingga mampu mengurangi imigran yang dianggap meresahkan dengan segudang permasalahan yang menyertai, seperti kejahatan dan menurunnya standar lingkungan.
6.Inggris dapat menghemat 13 miliyar poundsterling per tahun yang biasanya disetorkan ke EU, sehingga uang tersebut dapat digunakan untuk kepentingan negara.

Dari sudut pandang neofungsionalisme yang dikutip dari (paper Brexit 01-07, CEP, LSE, London), beberapa dampak negatif yang diperoleh oleh Inggris pasca Brexit sebagai berikut :  
a.Munculnya konsep tariff dan non tariff barriers bagi Inggris dan EU di bidang perdagangan yang merugikan Inggris karena tingginya tarif yang menurunkan pendapatan Inggris sebesar 2,3%.
b.Turunnya FDI (Foreign Direct Invesments) yang masuk ke Inggris. Seperti diketahui saat ini terdapat kurang lebih 1 trilliun poundsterling dan sekitar 50% dari jumlah tersebut berasal dari negara negara anggota UE.
c.Turunnya produktivitas Inggris GDP dalam pengembangan ekonomi sebagai akibat dari akan menurunnya FDI.
d.Inggris akan kehilangan tenaga kerja terdidik berusia muda yang berasal dari negara negara anggota UE dibandingkan tenaga kerja lokal Inggris yang kurang terdidik, disebabkan adanya konteks keimigrasian yang menurun. Selain itu, tingkat kelahiran di Inggris yang rendah menyebabkan kurangnya angkatan kerja, sehingga persaingan tenaga kerja lokal dengan migran tidak memiliki argumen yang kuat. Di sisi lain, pekerja imigran juga memberikan lapangan kerja baru, karena tentunya mereka menggunakan uangnya untuk konsumsi barang dan jasa di Inggris.
e.Turunnya standar hidup di Inggris, karena naiknya harga barang dan jasa seperti transportasi, makanan, minuman dan pakaian bahkan dapat berdampak pada titik yang disebut kemiskinan.

Dengan hilangnya Inggris maka, hilang juga pemasokan dan kontribusi  terbesar bagi berjalannya organisasi EU. Dengan kata lain anggota Uni Eropa lain harus mengisi kekurangan dan hilangnya kontribusi biaya demi tercapainya anggaran yang telah terbentuk  sebagaimana telah disepakati oleh anggota EU lainnya. Mau tidak mau, Jerman sebagai anggota Uni Eropa terbesar harus menyediakan uang tunai ekstra untuk menutupi celah ini. Sedangkan, Dana yang diperlukan diperkirakan mencapai 2,5 miliar Euro. Hal ini terjadi jika ditinjau dari aspek ekonomi EU.

Dalam bidang perdagangan EU mendapat dampak positif yang besar karena, otomatis Ia mengalami surplus dalam bidang perdagangan. Nilai ekspor Inggris lebih besar 20 milliar Euro ketimbang nilai impornya. Dengan begitu faktor ketidak pastian akan mempengaruhi permintaan domestik dan melemahkan mata uang poundsterling.

Investasi yang berasal dari Uni Eropa pada Inggris akan berkurang karena, Inggris sendiri merupakan destinasi penanaman modal asing Uni Eropa terbesar. Menurut data daro UNCTAD, rata rata penanaman modal asing di Inggris mencapai USD56 miliar pertahun pada periode 2010-2014. Sekitar 72% investor menyatakan bahwa akses memasuki pasar tunggal Uni Eropa merupakan faktor utama penanaman modal mereka di Inggris .
Kebijakan Inggris tentang imigran membuat perubahan drastis bagi masyarakat. Jumlah imigran di Inggris pada 2015 mencapai 333.000 orang , selalu naik 100.000 setiap tahunnya sejak 1998. Dengan keputusan Inggris keluar dari EU, para ekspatriat Eropa di Inggris terancam Dideportasi. Brexit juga mengancam 1,2 juta pekerja imigran Inggris yang datang dari negara negara Eropa Timur seperti Polandia, Rumania, dan Lithuania.

Perkembangan terakhir dari BREXIT yang kami analisa adalah bahwa Perdana Mentri Inggris, Boris Johnson memperingatkan Presiden Prancis Emmanuel Macron untuk menunda Inggris keluar dari UE melebihi tanggal 31 Oktober. Hal ini disampaikan pada tanggal 6 Oktober lalu oleh juru bicara pemerintahan Inggris.  Selain itu, Boris juga mengajukan proposal, beberapa isi dalam proposal terbaru Brexit yang diajukannya antara lain mengatur masa peralihan kebijakan perbatasan selama empat tahun setelah keluar dari Uni Eropa. Kemudian, proposal itu juga mengatur tentang kesepakatan bea cukai dengan Irlandia atau diistilahkan backstop yang masih bermasalah dengan Republik Irlandia. Dan ia juga menekankan untuk tidak ragu, bahkan jika UE menolak menyetujui maka Inggris akan tetap keluar tanpa kesepakatan.

Disisi lain, Boris juga meliburkan parlemen selama 5 pekan hingga tanggal 14 Oktober, yang dikatakan untuk memberikan kesempatan pada pemerintahan baru untuk merancang program-program baru. Namun, pemimpin oposisi Partai Buruh, Jeremy Corbyn mendesak Boris untuk lengser setelah meliburkan parlemen, dan hal itu dianggap "illegal" oleh mahkamah agung, dan tindakannya meminta izin Ratu Elizabeth II adalah diluar hukum.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun