Ghouta Timur merupakan sebuah daerah di Suriah, berada di jarak 10 kilometer dari pusat kota Damaskus, ibu kota  Suriah. Daerah ini berada dibawah isolasi kekuasaan rezim Bashar al-Assad. Saat ini, daerah tersebut sedang menghadapi salah satu krisis kemanusiaan paling serius sepanjang abad ke-21.Â
Daerah yang mencakup sejumlah distrik dan desa di bagian timur Damaskus ini merupakan medan bencana perang saudara terbesar. Perang ini melibatkan serangan udara yang memperparah keadaan blokade rezim yang ada di darat, dimana bayi dan anak-anak disana menderita karena terluka dan kelaparan. Ribuan warga sipil yang tak bersalah pun menjadi korban tewas akibat serangan yang terjadi.
Selama lebih dari kurun 5 tahun terakhir, warga sipil yang tinggal di daerah ini terjebak dalam isolasi. Bantuan pasokan makanan dan perlengkapan medis bahkan telah terhenti sejak lebih dari satu tahun terakhir.Â
Banyak dari para korban, mulai dari bayi hingga orang dewasa serta pasien korban luka pada akhirnya meninggal akibat dari terhentinya pasokan makanan dan perlengkapan medis yang seharusnya dapat diselamatkan. Mereka meninggal karena luka mereka tak mendapat perawatan medis, selain itu mereka juga tak mendapat asupan kebutuhan gizi yang mencukupi.
Seakan tak cukup dengan penderitaan yang dialami oleh para warga, rezim juga tercatat telah menyerang rakyat dengan melakukan pembantaian menggunakan senjata kimia, mortar, bom barel dan sejumlah bom yang tergolong dilarang karena dapat menimbulkan efek yang sangat berlebihan. Diketahui bahwa rezim Assad tersebut telah melancarkan sekitar 46 kali serangan kimia dan menewaskan ribuan warga sipil tak bersalah.
Konflik ini muncul pertama kali dari kombinasi pergerakan politik dan ekonomi serta respon Assad yang terlalu koersif terhadap pergerakan protes tersebut. Setidaknya terdapat 3 faktor yang menyebabkan reformasi masyarakat ini berubah menjadi perang saudara.Â
Pertama, meskipun rezim Assad menyatakan secara terang-terangan kontra terhadap sektarianisme, namun tidak dapat dipungkiri bahwa ia juga mengambil keuntungan dari penggunaan politik "divide and conquer" seperti ia mengambil keuntungan dari rakyat minoritas.
Kedua, Reformasi Ekonomi yang ditawarkan oleh Assad untuk menstabilkan ekonomi dan menguatkan sektor pasar dengan bantuan swasta pada kenyataannya berakhir dengan bertambahnya pengangguran. Ketiga, tekanan politik.Â
Kegagalan reformasi ekonomi serta serta tuntutan reformasi politik membuat banyak warga pada akhirnya melakukan protes, namun bukannya mereda malah semakin menjadi karena pemerintah yang menanggapinya secara koersif.
Konflik yang berakhir dengan meletusnya perang saudara ini telah merenggut banyak korban jiwa, mulai dari bayi hingga lanjut usia. Perang juga telah menciptakan sejumlah besar pengungsi yang tidak menerima bantuan yang dipersyaratkan, yang melanggar kewajiban hukum internasional lainnya.Â
Secara tidak langsung masyarakat internasional, pada kenyataannya gagal dalam melindungi warga sipil dan pengungsi Suriah dan tidak mematuhi kewajiban mereka berdasarkan Hukum Humaniter Internasional, Khususnya dengan Instrumen Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan 1977.Â