Mohon tunggu...
Nadhira Putri Adriana
Nadhira Putri Adriana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Permainan Konstruktif bagi Anak Usia Dini

30 Maret 2022   06:48 Diperbarui: 30 Maret 2022   06:55 3190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernahkah Anda mendengar istilah permainan konstruktif? Ketika mendengar istilah tersebut, apa saja hal yang terlintas di pikiran Anda? Mungkin saja salah satu dari Anda langsung teringat pada konstruksi bangunan, gedung-gedung tinggi, ataupun para pekerja bangunan dengan topi berwarna kuningnya yang khas. Lalu, bagaimana sebuah kegiatan bermain dapat dikatakan sebagai aktivitas konstruktif? Untuk mengetahuinya, mari kita simak tulisan di bawah ini!

Sebelum membahas mengenai permainan konstruktif, sebelumnya akan disampaikan dulu makna bermain dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Bermain merupakan kegiatan yang identik dengan anak-anak. Menurut Hurlock (1972), kegiatan bermain diartikan sebuah aktivitas yang dilakukan secara sukarela---tanpa adanya paksaan kepada pelakunya---dan juga menimbulkan perasaan bahagia ketika dilakukan. Melalui pengertian tersebut, kita dapat melihat dua kata kunci, yaitu "sukarela" dan "bahagia". Dengan demikian, melalui bermain seorang anak dapat secara bebas berekspresi dan bereksplorasi sesuai dengan hal yang disukainya. Bermain merupakan salah satu wadah bagi anak untuk belajar efektif melalui interaksi yang didapatnya dari lingkungan (Fromberg & Bergen, 2006; Smith, 2010).

Para ahli pun meyakini bahwa kegiatan bermain memiliki manfaat yang begitu besar bagi proses tumbuh kembang anak usia dini. Manfaat ini dapat dirasakan apabila kegiatan bermain turut menstimulasi berbagai aspek perkembangan, seperti sosial-emosi, bahasa, kognitif, dan motorik (Flannigan & Dietze, 2018). Oleh karena itu, bermain diharapkan menjadi sebuah pengalaman yang bermakna dan memperkaya pengalaman maupun keterampilan anak (Chakravarthi, 2009).

Kembali pada permainan konstruktif, permainan ini merujuk pada sebuah aktivitas yang dilakukan oleh anak dengan tujuan membangun atau membuat sesuatu menggunakan berbagai material dan bahan. Park (2019), mengungkapkan bahwa permainan konstruktif meliputi kegiatan eksplorasi anak untuk memanipulasi berbagai material sehingga terbentuknya suatu bentuk atau benda. Beberapa contoh permaian konstruktif yang umum dilakukan adalah menyusun balok, meronce manik-manik, membentuk menggunakan dough, atau pun bermain puzzle. Forman (2006) berpendapat bahwa secara umum permainan konstruktif akan mengandung unsur pola, urutan, obyek, dan sistem dari produk yang dihasilkan oleh anak.

Jika dilihat lebih jauh, permainan konstruktif dapat menjadi sarana bagi anak untuk mengasah kreativitas dan daya pikirnya untuk membangun/menciptakan sesuatu serta memecahkan permasalahan. Anak anak mencoba untuk mencari cara agar konsep atau gambaran obyek yang berada dalam pikirannya dapat diwujudkan melalui bahan-bahan yang ia mainkan (Forman, 2006). Sehingga, permainan konstruktif lebih menekankan pada proses berpikir anak, bukan hasil atau produk yang dibangun oleh anak. Hal senada diungkapkan pula oleh Anderson-McNamee & Bailey (2010): 2 bahwa, "Constructive play allows children to explore objects and discover patterns to find what works and what does not work."

Dengan demikian, apa saja manfaat yang akan didapatkan oleh anak melalui permainan ini? Permainan konstruktif dapat menstimulai aspek-aspek perkembangan anak, seperti sosial-emosi, bahasa, kognitif, hingga motorik. Selama bermain, anak akan melatih kemampuan berpikir strategis dalam merancang sesuatu dan menyelesaikan permasalahan (Tegano et al., 1991). Ketika anak menyusun dan memindahkan benda, secara tidak langsung hal itu pun akan menstimulasi otot-otot di jari tangan. Permainan konstruktif pun memiliki manfaat dalam mengembangkan kreativitas anak. Terdapat unsur-unsur imajinatif dalam permainan ini, ketika anak mencoba menuangkan ide dan imajinasinya dalam sebuah karya (Smith, 2010). Sehingga, tidak jarang apabila permainan konstruktif seringkali sulit dibedakan dengan permainan dramatik (Kostelnik et al., 2013; Park, 2019). Selain itu, melalui permainan ini anak pun dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan kemampuan mengapresiasi diri dan orang lain melalui karya (Anderson-McNamee & Bailey, 2010; Wardle, 2000).

Lalu, untuk dapat bermain permainan konstruktif, apakah harus membeli dahulu alat-alat permainannya di toko? Tentu saja tidak! Media untuk melakukan permainan konstruktif ternyata dapat kita temukan di lingkungan sekitar, baik di rumah atau sekolah. Wardle (2000) mengungkapkan bahwa alam dan lingkungan sekitar anak dapat menjadi tempat anak untuk melakukan permainan konstruktif. Ia juga menambahkan bahwa anak dapat menemukan berbagai benda atau material yang bisa digunakan untuk bermain. Seperti pasir, air, ranting kayu, bahkan kita pun dapat memanfaatkan kembali barang-barang yang mungkin sudah tidak terpakai, misalnya kardus atau botol-botol bekas. Bermain konstruktif pun ternyata tidak terbatas hanya dilakukan di dalam ruangan saja. Terdapat banyak sekali aktivitas bermain konstruktif yang dapat dilakukan anak di luar ruangan, seperti membuat terowongan di tanah, membuat proyek mengecat pagar, berkebun, dan lain sebagainya (Wardle, 2000).

Peran orang dewasa, yaitu guru dan orang tua, pun menjadi signifikan dalam mendampingi dan memberikan ruang bagi anak untuk bereksplorasi. Adapun Santrock (2010) mengungkapkan bahwa anak membutuhkan adanya dukungan dan bonding yang erat dari orang-orang yang berada di lingkungan sekitarnya. Keterlibatan orang tua atau guru dalam permainan anak bukan berarti orang dewasa harus selalu masuk ke dalam permainan anak dan mengarahkan apa yang harus dilakukan anak. Dukungan ini dapat diberikan dengan memberikan ruang yang aman bagi anak untuk mendapatkan pengalaman yang kaya dalam mengasah pengetahuan dan kemampuannya. Selain itu, guru atau orang tua dapat menanamkan nilai-nilai moral melalui diskusi di sela-sela permainan (Buchanan & Cooney, 2000).

Permainan konstruktif bagi anak usia dini dapat diwujudkan di sekolah melalui pendekatan berbasis proyek. Dalam hal ini, guru mengajak anak untuk merancang sebuah proyek (membuat karya atau menyiapkan sebuah pertunjukkan di kelas) serta membuat tujuan bersama yang seluruh idenya didapatkan dari anak (Roopnarine & Johnson, 2012.). Seluruh proses ini diharapkan berasal dari kreativitas dan inisiasi anak, guru dapat mendampingi atau memotivasi anak ketika dibutuhkan bantuannya oleh anak. Orang tua tetap dapat dilibatkan dalam proyek ini agar proses belajar anak tidak berhenti sampai di lingkungan sekolah saja. Sehingga, anak tetap mendapatkan penguatan kembali melalui aktivitas yang dapat dilakukan di rumah bersama orang tua.

Bermain kini tidak lagi dimaknai sebagai aktivitas yang sekedar memberikan hiburan atau rasa senang pada anak. Lebih jauh lagi, bermain dapat dijadikan sarana yang tepat untuk mendukung proses belajar dan tumbuh kembang anak. Bermain konstruktif merupakan salah satu metode yang dapat digunakan oleh orang tua dan guru untuk menggali potensi yang dimiliki anak menggunakan bahan atau material yang ada di sekitar anak. Peran orang dewasa, yakni orang tua dan guru, menjadi penting dalam memberikan dukungan sehingga anak memiliki kesempatan untuk bereksplorasi secara aktif dan membangun pemahamannya akan konsep dari lingkungan di sekitarnya.

Referensi:

  • Anderson-McNamee, J. K., & Bailey, S. J. (2010). The Importance of Play in Early Childhood Development. Montana State University, 4(10), 1-4.
  • Buchanan, M., & Cooney, M. (2000). Play at home, play in the classroom: Parent/professional partnerships in supporting child play. Young Exceptional Children, 3(4), 9–15.
  • Chakravarthi, S. (2009). Preschool Teacher’s Beliefs and Practices of Outdoor Play and Outdoor Environments. (Doctoral dissertation). Retrieved from http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.453.1839&rep=rep1&type=pdf
  • Flannigan, C., & Dietze, B. (2018). Children, Outdoor Play, and Loose Parts. Journal of Childhood Studies, 53–60. https://doi.org/10.18357/jcs.v42i4.18103
  • Fromberg, D. P., & Bergen, D. (2006). Play From Birth to Twelve Second Edition.
  • Hurlock, E. B. (1972). Child Development. McGraw-Hill.
  • Kostelnik, M. J., Soderman, A. K., & Whiren, A. P. (2013). Developmentally Appropriate Curriculum: Best Practices Early Childhood Education. Pearson.
  • Park, J. (2019). The Qualities Criteria of Constructive Play and the Teacher’s Role. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology, 18(1).
  • Roopnarine, J., & Johnson, J. (2012). Approaches to Early Childhood Education. Routledge.
  • Santrock, J. W. (2010). Educational Psychology. McGraw-Hill.
  • Smith, P. K. (2010). Children and play. Wiley-Blackwell.
  • Tegano, D. W., Lookabaugh, S., May, G. E., & Burdette, M. P. (1991). Constructive play and problem solving: The role of structure and time in the classroom. Early Child Development and Care, 68(1), 27–35. https://doi.org/10.1080/0300443910680104
  • Wardle, F. (2000). Supporting Constructive Playin the Wild. Child Care Information Exchange, 5, 1–26. Retrieved from www.ChildCareExchange.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun