membaca generasi bangsa, United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengungkapkan, bahwa Indonesia menjadi urutan kedua terbawah soal literasi.
JAKARTA- Dilansir dari Kominfo.go.id, Indonesia menduduki peringkat 4 negara dengan penduduk terbanyak dengan total jumlah penduduk adalah 273 juta jiwa. Namun, jika berbicara tentang minatJika dikaji melalui kaca Perguruan Tinggi Negeri (PTN), Dosen Bahasa Indonesia Universitas Islam Negeri Jakarta, Indah Fadhilla, S.S., M.Hum mengatakan, perubahan signifikan terhadap minat baca generasi bangsa dari tahun ke tahun disebabkan oleh perkembangan teknologi. Kemudahan mengakses sebuah bacaan di era digital membuat minat membaca buku masyarakat Indonesia semakin terkikis.
"Sekarang itu lebih variatif untuk mengakses bahan bacaan tidak harus pegang fisiknya tetapi bisa diunduh secara digital, tentu itu mempermudah," ujarnya saat diwawancarai di ruang dosen FDIKOM UIN Jakarta, pada Jumat (2/12/22).
Indah berpendapat, penyebab Indonesia menduduki posisi negara ketiga terbawah dalam minat membaca adalah karena kurangnya pembiasaan, kesadaran dan ajakan untuk membaca di era digital. Ia mengungkapkan membaca adalah kegiatan yang paling tidak disukai oleh sebagian besar mahasiswanya.
"Mungkin karena dari sekolah atau kampus juga tidak memaksa mahasiswa atau siswa untuk baca gitu. Karena merasa membaca sendiri tuh sudah bisa, padahal harus dipaksa gitu," tuturnya.
Ia menjelaskan, berbagai alasan yang dikeluarkan oleh mahasiswa ketika diminta untuk membaca adalah salah satu efek dari tidak membiasakan diri untuk membaca. Ia juga mengungkapkan, malas membaca dapat menyesatkan mahasiswa dalam mengerjakan tugas kuliah.
"Ketika saya suruh baca, mereka selalu beralasan, karena kelasnya siang-siang atau kelasnya terlalu pagi, jadi ngantuk. Baru disuruh baca sudah ada yang nguap, atau bahkan sampai asam lambungnya naik gitu, padahal membaca dapat membantu tugas kuliah mereka," ucapnya.
Selain itu, salah satu upaya yang ia lakukan guna menstabilkan optimalisasi buku di era digital yaitu dengan menerapkan tugas kuliah dalam bentuk mengkaji sebuah buku atau bacaan. Menurutnya dengan cara tersebut mahasiswa menjadi terbiasa untuk membaca dan memperbanyak observasi ke perpustakaan.
"Jadi biasanya di mata kuliah saya itu selalu ada satu pertemuan di mana saya mempersilakan mereka untuk membaca di mana pun. Perpustakaan universitas, fakultas, Perpusnas atau Taman Ismail Marzuki, terserah. Tapi syaratnya mereka benar-benar membaca satu buku yang mereka pinjam, untuk kemudian dikaji bersama," jelasnya.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, dengan memberikan tugas mengkaji sebuah bacaan, dapat mengubah pernyataan banyak orang yang menyebutkan perpustakaan adalah tempat yang membosankan menjadi tempat yang menyenangkan. Karena menurutnya, dengan mengubah stereotype mahasiswa tentang perpustakaan, dapat menambah minat baca mereka.Â
"Saya mengharapkan karena tugas saya, akhirnya mereka menyadari oh ternyata ada ruang enak di perpustakaan yang dapat kita pakai untuk membuat tugas kuliah, atau berdiskusi kelompok, dan ternyata perpustakaan asyik gitu," jelasnya.